Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Sejak muda, Doni Tirtana terbiasa mencari uang sendiri. Saat menjadi mahasiswa, ia sudah menyambi bekerja. Kini, pria asal Malang ini sukses membangun perusahaan penyedia perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Berkat tangan dinginnya, Doni mampu meraup omzet Rp 600 juta per bulan.
Jeli dalam melihat dan menangkap peluang. Itulah kunci sukses Doni Tirtana. Berawal dari bisnis iseng, pemilik Lorco Menara Multimedia ini kini mampu menggaji 50 karyawan.
Bukan bisnis restoran atau waralaba yang sudah jamak dijumpai, usaha yang digeluti Doni ini berkait dengan perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Tak tanggung-tanggung, dalam sebulan Doni bisa menangguk omzet Rp 600 juta.
Lorco merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan produksi media cetak (desain grafis), audio, dan produksi video. Lorco memfokuskan diri pada pengembangan aplikasi yang mendukung kampanye kesehatan dan keselamatan kerja, penghematan energi, peningkatan mutu, dan kualitas karyawan, dengan memanfaatkan teknologi multimedia yang terbaru.
Boleh dibilang, bidang bisnis Lorco ini adalah lini baru. Bahkan, latar belakang pendidikan Doni pun tak mendukung bisnis yang digelutinya saat ini. Pria 31 tahun ini mengambil pendidikan di Jurusan Teknik Fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Meski memilih jurusan teknik fisika, Doni memiliki ketertarikan dengan dunia grafis dan fotografi. Karena alasan itu, ia aktif dalam kegiatan liga film di almamaternya.
Berbekal hobi fotografi dan desain grafis itulah, Doni memutuskan bekerja sembari kuliah. Maklum, ia harus menanggung hidupnya sendiri di Bandung, lantaran orang tuanya jauh berada di Malang. "Kiriman uang dari orang tua sering terlambat, saya harus pintar memutar otak agar bisa bertahan," tutur Doni yang menghabiskan masa kecilnya di kota apel ini.
Lantas, Doni pun sering jadi fotografer pernikahan. "Setiap ada momen pernikahan, saya ikut jadi fotografernya," kenang Doni.
Ia juga tak melewatkan peristiwa-peristiwa penting, seperti acara wisuda. Doni bilang, ketika itu ia hanya berbekal kamera analog untuk menawarkan jasa foto saat prosesi wisuda. "Hasilnya lumayan, karena ITB menyelenggarakan tiga kali wisuda setiap tahun," kata Doni. Walaupun enggan menyebutkan fulus hasil jepretannya, Doni bilang, hasilnya cukup untuk menambah uang saku.
Selain dari dunia fotografi, Doni juga menggantungkan pendapatan lainnya sebagai operator pemutar film. "Waktu itu kalau mau menonton video masih menggunakan film rol yang besar," jelas Doni.
Selain untuk menyalurkan hobi, Doni memilih pekerjaan sampingan di dunia multimedia karena dalam penilaiannya, tren dunia multimedia cepat berkembang. Karena itu, Doni pun memutuskan terjun ke bisnis karena bisa lebih mudah memutarkan uang dari bidang ini. Apalagi kalau dia harus dengan bergantung dari ilmu fisika yang dia tekuni.
Setelah lima tahun menuntut ilmu di ITB, pada tahun 2003, Doni berhasil merampungkan kuliahnya. Namun, ia tak berniat pulang ke kampung halamannya di Malang. "Saya memutuskan tetap tinggal di Bandung," ujarnya.
Setamat kuliah, orang tua Doni pun tak memberikan dukungan finansial lagi. Ia harus mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Saya melakukan pekerjaan apa saja asal bisa hidup," tutur Doni.
Tanpa meninggalkan dunia fotografi, ia juga menjajal usaha pembuatan compact disk (CD) interaktif. Awalnya, CD interaktif itu memuat profil komunitas. Lantas, ia pun mengembangkannya hingga pembuatan video profil perusahaan.
Dari pembuatan video company profile itulah, Dony bertemu banyak relasi. Hingga akhirnya, pada tahun 2007, salah satu relasi Doni memintanya untuk membuat video mengenai safety induction (video pengantar keselamatan) untuk Unilever. "Padahal, saya sendiri tidak paham dengan safety induction," ungkap Doni.
Namun, karena sudah telanjur basah, Doni pun menyanggupi permintaan itu. Tanpa disangka, ia justru mendapat pujian dari pihak Unilever. Semangat Doni kian membara untuk menekuni bisnis baru tersebut. Sejak saat itulah, Doni lebih fokus pada jasa safety campaign design ini yang masih jarang pemainnya di Indonesia.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News