Reporter: J. Ani Kristanti, Marantina | Editor: Tri Adi
Anda pasti pernah mendengar ungkapan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Bahkan, banyak dari kita sudah menjalani nasihat itu sejak bayi. Karena hampir semua orangtua memberikan imunisasi atau vaksinasi bagi anaknya sejak bayi. Dari kacamata medis, imunisasi merupakan cara menghindar dari penyakit tertentu.
Namun seiring berjalannya waktu, seseorang merasa tidak butuh lagi suntikan vaksin. Padahal, vaksin bukan saja dibutuhkan anak-anak. Orang dewasa pun masih memerlukan vaksin, meski dengan jenis dan frekuensi yang berbeda dengan anak-anak.
Di satu sisi, hampir semua orang menyadari pentingnya vaksin. Akan tetapi pada kenyataannya, kebanyakan orang alpa melakukan vaksinasi. Alasannya beragam, termasuk biaya vaksinasi yang mahal.
Masalah ini menginspirasi beberapa orang dokter untuk menyediakan vaksin dengan harga yang terjangkau. Mereka melihat celah dalam usaha penyediaan vaksin bagi masyarakat. Salah satunya ialah Kristoforus Hendra, CEO & Founder In Harmony Health Clinic di Jakarta Pusat.
Dokter yang akrab disapa Kristo ini memulai usahanya pada 2011. Dia bilang, waktu itu masih sedikit masyarakat yang menyadari pentingnya vaksinasi dan benar-benar melakukannya. Bahkan, tidak semua dokter mau divaksin.
Dari situ, dia menyadari bahwa ada peluang untuk mendirikan klinik khusus vaksinasi. Kristo menuturkan, vaksinasi merupakan cara terbaik untuk menjauhkan penyakit. Akan tetapi, pemerintah maupun masyarakat masih lebih senang mengobati daripada mengambil tindakan preventif.
Dia menyadari masyarakat masih terkecoh dengan anggapan biaya vaksinasi yang mahal. Padahal, biaya untuk pengobatan penyakit tertentu bisa lebih mahal dibandingkan biaya melakukan vaksinasi.
Menurut Kristo, semua orang butuh vaksinasi. Makanya, pasar untuk klinik vaksinasi teramat luas. Namun, orang-orang yang sudah paham tentang vaksinasi belum terlalu banyak di Indonesia. Bahkan ada orang yang anti-vaksinasi. Biasanya, orang ini datang dari kalangan yang percaya dengan pengobatan tradisional atau alternatif. “Kalau mau masuk bisnis ini, harus rajin dan agresif untuk memberi pemahaman tentang pentingnya vaksinasi. Orang baru mau vaksin kalau sudah teredukasi,” tandas dia.
Namun begitu, peluang usaha klinik vaksinasi sangat menjanjikan. Pertama, biaya vaksinasi di klinik khusus lebih murah dibandingkan biaya di rumah sakit, khususnya swasta. Ini masuk akal karena overhead rumah sakit lebih tinggi, sehingga biaya yang dibebankan pada pasien lebih mahal.
Sementara itu, klinik vaksinasi melakukan strategi bundling. Jadi, biaya vaksinasi sudah termasuk konsultasi dengan dokter dan sertifikat vaksinasi. “Kami juga memberikan paket untuk vaksinasi yang diberikan berulang, sehingga harganya lebih murah,” katanya. Kristo menandaskan, biaya vaksinasi di rumah sakit bisa dua kali lipat dibandingkan dengan biaya di klinik vaksinasi.
Kedua, pasokan vaksin di layanan kesehatan lain masih cukup minim. “Stok vaksin kami yang paling lengkap saat ini,” klaim Kristo. Ketiga, dokter yang melakukan vaksinasi tidak harus dokter spesialis, jadi pengeluaran untuk gaji dokter pun lebih ringan.
Dia bilang, In Harmony menyediakan vaksin yang di banyak tempat kesehatan lain tidak tersedia. Sebut saja vaksin untuk cacar dan yellow fever. Dus, ia sering didatangi pasien yang kesulitan mendapatkan vaksin tertentu di tempat lain.
In Harmony juga menyediakan vaksin untuk pasien dari berbagai usia. Harga vaksinasi sangat bervariasi, mulai puluhan ribu rupiah sampai Rp 2,5 juta per suntikan.
Kristo menambahkan, potensi bisnis dari klinik vaksinasi pun menggiurkan. Sebagai gambaran, ketika memulai usaha ini pada 2011, dia hanya meraup omzet puluhan juta rupiah per tahun. Omzet ini naik menjadi ratusan juta rupiah pada 2012. Lalu, sepanjang 2013, ia mengantongi omzet Rp 1 miliar. Adapun pada semester pertama 2014, Kristo sudah mendapat omzet hingga Rp 2 miliar. “Dari segi omzet, klinik kami meningkat terus,” tutur dia.
Lanjut Kristo, margin kotor untuk klinik vaksinasi mencapai 50%. Namun, laba bersihnya berkisar 10%. “Untuk vaksin tertentu, keuntungan bersih yang didapat bisa lebih dari 50%,” katanya.
Modal minim
Dokter lain yang juga peduli pada isu vaksinasi ialah Piprim Basarah Yanuarso. Dokter spesialis anak ini kerap memberi edukasi mengenai dunia medis melalui media sosial. Dari situ, ia mendapati bahwa banyak yang salah kaprah tentang vaksinasi. Itulah latar belakang Piprim mendirikan Rumah Vaksinasi pada Maret 2012.
General Manager Rumah Vaksinasi Ahmad Tawakkal, mengatakan Rumah Vaksinasi berdiri sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat. Apalagi saat ini, beberapa jenis vaksin, terutama yang tidak termasuk dalam program vaksin wajib pemerintah, masih sulit terjangkau masyarakat.
Tak heran, biaya vaksinasi di Rumah Vaksinasi dibuat lebih murah dibandingkan layanan kesehatan lain. “Bedanya bisa sampai 50%,” kata Ahmad.
Ahmad juga bilang, pelayanan di Rumah Vaksinasi lebih baik dibandingkan layanan kesehatan lain. Pasalnya, para dokter dan tenaga kerja di Rumah Vaksinasi memberi konsultasi secara cuma-cuma untuk pasien dan orangtua pasien yang masih berusia bayi. “Dari pengamatan saya, karena kami senang mengedukasi ibu-ibu muda mengenai pentingnya vaksinasi, mereka jadi lebih sering datang dan merekomendasikan Rumah Vaksinasi ke kenalannya,” ucap dia.
Sebanyak 80% pasien Rumah Vaksinasi adalah anak-anak. Adapun harga vaksin ada di kisaran Rp 200.000–Rp 900.000. Kini, Rumah Vaksinasi punya
12 outlet di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Setiap outlet bisa menjual 50 vaksin - 200 vaksin per bulan.
Dari bisnis ini, Rumah Vaksinasi bisa membukukan omzet puluhan juta rupiah per bulan. Sementara laba bersih yang didapat berkisar 10%–15%. Anda tertarik menjajal bisnis ini?
Tak perlu terlalu mengkhawatirkan perihal modal jika ingin merintis usaha klinik vaksinasi. Pasalnya, para pemain di bisnis ini tak sampai merogoh kocek terlalu dalam untuk memodali usahanya.
Cara mengelola klinik vaksinasi pun menyerupai klinik kesehatan biasa. Bahkan, Ahmad bilang, Rumah Vaksinasi bisa dimulai dari tempat praktek dokter pribadi.
Selain itu, Kristo mengatakan, pemain dalam usaha klinik vaksinasi tak harus punya latar belakang medis, apalagi dokter. “Orang biasa pun bisa, asalkan merekrut dokter,” kata dia.
Tenaga dokter memang memegang peranan penting dalam usaha ini. Tindakan vaksinasi memang bisa dilakukan oleh tenaga medis selain dokter, seperti suster atau bidan. Tapi, mereka tetap harus diawasi dokter. Selain itu, untuk membeli pasokan vaksin pun harus punya izin praktek dokter.
Kristo mengatakan, ketika merintis In Harmony Health Clinic, ia berbekal uang Rp 20 juta. Namun, modal itu belum termasuk menyewa ruko kecil di kawasan Salemba.
“Modal itu sudah terhitung stok vaksin yang saya beli seharga Rp 2 juta,” ujar dia.
Dalam kurun waktu enam bulan, Kristo sudah mencapai titik impas dalam bisnisnya. Semua itu, kata dia, karena kerja kerasnya dan tim untuk mengembangkan In Harmony. Pasalnya, ia menggunakan prinsip jemput bola untuk pasien baru.
Ia menyediakan layanan home service. Jadi, pasien yang tak bisa datang ke klinik, bisa tetap divaksin. Selain itu, komunitas atau perusahaan sering meminta Kristo untuk memberikan vaksinasi pada anggota komunitas atau karyawan perusahaan. “Kami sangat agresif, makanya pertumbuhan omzet pun cukup pesat,” tegasnya.
Sementara untuk menghemat biaya, Piprim menggunakan rumahnya sendiri sebagai klinik vaksinasi. Ia merenovasi bagian depan rumah menjadi ruang tunggu dan ruang periksa.
Perlengkapan wajib yang dibutuhkan klinik vaksinasi adalah tempat tidur dan peralatan medis, seperti suntikan dan stetoskop. Menurut Ahmad, modal untuk membuat klinik vaksinasi tak terlalu tinggi, hanya sekitar Rp 20 juta.
Sisanya yang harus dipikirkan ialah pasokan vaksin. Baik Kristo maupun Piprim mendapat pasokan vaksin langsung dari distributornya, baik dari perusahaan farmasi dalam negeri dan luar negeri. Rumah Vaksinasi memperbaharui stok vaksin tiap minggu, untuk menghemat pengeluaran.
Kristo menegaskan, perbedaan antara klinik vaksinasi dengan klinik kesehatan yang lain adalah cara klinik menangani vaksin. Pasalnya, vaksin berbeda dengan obat-obatan biasa. Vaksin harus disimpan dalam wadah yang memiliki suhu berkisar 2º Celcius - 8º Celcius. Itu sebabnya, kulkas dan cooler bag merupakan peralatan wajib bagi klinik vaksin.
Tak seperti obat yang sanggup disimpan sampai lima tahun, vaksin hanya bisa disimpan dalam jangka 6 bulan hingga tiga tahun. Itu berarti, pembelian vaksin harus dirancang secermat mungkin. Pengawasan juga harus ketat. “Kalau obat hilang sebutir mungkin tidak masalah, tapi kalau vaksin hilang, ruginya lebih besar dibandingkan obat,” ucap Kristo.
Mengenai karyawan, Kristo dan Ahmad mengatakan, klinik hanya butuh satu dokter umum dan satu orang suster yang juga bisa merangkap jadi tenaga administrasi.
Jalan lebih mulus melalui kemitraan
Bila melihat penampilan luarnya, tidak ada perbedaan mencolok antara klinik vaksinasi dengan klinik kesehatan yang lain. Jika Anda berprofesi sebagai dokter, Anda pun bisa membangun klinik vaksinasi sendiri. Namun, jika tak ingin terlalu repot, Anda juga bisa memilih bermitra dengan klinik-klinik vaksinasi yang sudah terlebih dulu beroperasi.
Kemitraan ini ditawarkan baik oleh In Harmony maupun Rumah Vaksinasi. Salah satu keuntungan bermitra adalah kemudahan mendapatkan stok vaksin. Selain itu, Anda bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan menyeluruh tentang vaksinasi, termasuk perkembangan akademisnya di dunia.
Hanya yang perlu dicermati, tak semua pemilik kemitraan menawarkan kemitraan ini kepada masyarakat umum. Rumah Vaksinasi misalnya, hanya membatasi kepemilikan klinik pada mereka yang sudah menyandang gelar dokter.
Jika Anda ingin jadi mitra Rumah Vaksinasi, sediakan biaya Rp 24 juta. “Itu sudah termasuk lisensi senilai Rp 12 juta dan sisanya stok vaksin. Syarat utama mitra kami haruslah dokter,” kata Ahmad Tawakkal, GM Rumah Vaksinasi. Untuk tempat, Rumah Vaksinasi tak memberikan batasan. Bahkan, dokter bisa membuka praktik di rumah tinggalnya. Asal, sediakan kulkas yang khusus untuk menyimpan vaksin.
Ahmad mengatakan, sebelum membuka cabang baru milik mitra, ia berpromosi gencar. Dus, ketika beroperasi, cabang baru langsung didatangi pasien. Di samping itu, cabang-cabang lain juga ikut terangkat pamornya melalui promosi tadi.
Kristoforus Hendra, CEO & Founder In Harmony Health Clinic, mengatakan mitranya tak harus dokter. Namun, sejauh ini mitranya memang dokter. Kini, In Harmony sudah punya tujuh mitra di Jabodetabek, Semarang, dan Nusa Tenggara Timur.
Biaya kemitraan hanya Rp 8,8 juta. Tapi itu belum termasuk pasokan vaksin. “Kami tidak memungut biaya royalti lagi jadi biaya kemitraan cukup murah,” tandasnya.
Kristo bilang, In Harmony rutin memberikan training bagi para mitra. Selain mengenai pemahaman vaksinasi, pelatihan juga diisi dengan pengetahuan bisnis, termasuk cara memasarkan bisnis di media sosial. “Kebanyakan dokter lemah dalam hal laporan keuangan. Kami pun terus mengajarkan pada mereka supaya bisnis bisa terus berkembang,” ungkap Kristo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News