Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Tri Adi
Videoklip Iklan Tolak Angin adalah salah satu produk iklan hasil garapan Dwi Apriliyanto, Art Director Main Advertising. Selain Tolak Angin, dia juga membuat berbagai klip iklan produk lain seperti Biolysin dan Kacang Dua Kelinci. Menurut April, berbagai tantangan terutama pendanaan harus bisa diselesaikan sehingga tercipta klip iklan yang kreatif.
Dwi Apriliyanto atau April mengaku mencintai dunia sinematografi sejak kecil. Banyak menghabiskan masa kecil di Solo, Jawa Tengah, April sempat mengenyam bangku kuliah jurusan seni salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Walau tak mampu menyelesaikan studi, ia banyak mengambil kursus seni audio video. "Selain learning by doing, saya juga banyak belajar dari orang tua yang kebetulan punya usaha promosi," katanya.
Dengan keterampilannya itu, dia memutuskan untuk terjun ke dalam bisnis pembuatan videoklip iklan. Sejak 1997 sampai sekarang dia adalah art director di salah satu perusahaan iklan milik Grup Dwisapta, Main Advertising. Sebelum itu, pria kelahiran 1970 ini pernah juga bekerja sebagai marketing support perusahaan promosi. "Dulu dunia videoklip belum banyak seperti sekarang," katanya.
Lama berkecimpung di dunia iklan dan videoklip membuat April tak ingat lagi berapa produk videoklip yang sudah dibuat. Yang pasti, menurutnya, dia pernah menggarap iklan Biolysin, Tolak Angin, dan Dua Kelinci.
Ia bercerita, banyak tema videoklip yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang berkembang. Salah satunya adalah saat dia membuat videoklip produk Tolak Angin. Saat itu sedang ramai isu perselisihan antara Indonesia dan Malaysia terkait budaya. Karena itu, tema videoklip mengangkat isu budaya dengan gambar reog.
Tenggat yang cepat juga sangat mempengaruhi konsep videoklip. Biasanya dibutuhkan waktu satu hingga dua minggu untuk membuat konsep videoklip sebelum memulai syuting. "Saat itu Tolak Angin hanya memberikan waktu tiga hari sebelum syuting," katanya.
Selain waktu pembuatan, tantangan pembuatan videoklip juga di pendanaan. Contohnya, dalam pembuatan videoklip Tolak Angin. April mengatakan, dengan dana yang terbatas, dia harus bisa mengambil lokasi yang sesuai. Saat itu dia memilih lokasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Walaupun berlokasi di TMII, dia harus bisa membuat iklan Tolak Angin tersebut seperti di daerah asal sesungguhnya, reog di Ponorogo begitu pula adegan lompat batu harus benar-benar bisa menggambarkan lokasi Nias.
Itulah sebabnya soal pendanaan menjadi tantangan terbesar pembuatan videoklip. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk membuat videoklip akan sangat bergantung pada durasi dan lokasi pembuatan. Paling tidak klien harus merogoh kocek Rp 100 juta hingga Rp 400 juta untuk videoklip berdurasi 30 detik. Untuk yang durasinya lebih dari 60 detik bisa mencapai Rp 2 miliar.
Biaya pembuatan semakin besar jika lokasi syuting lebih banyak dan jauh. "Iklan testimonial tidak terlalu besar biayanya karena lokasinya mudah," katanya. Pemilihan lokasi menjadi bagian penting dari proses pembuatan videoklip. Sebelum proses dilakukan, kreator videoklip harus membuat konsep dan penelitian mengenai jenis iklan yang akan dibuat. Dari proses itulah kemudian brainstorming dilakukan untuk memadukan semua pemikiran termasuk melihat kondisi pasar.
Setelah tercapai satu konsep matang, proses selanjutnya adalah pembuatan story board lengkap dengan skrip dan skenario. "Harus padat dan sesuai durasi waktu yang ditentukan," katanya. Setelah klien setuju dengan konsep dan story board, proses produksi dilakukan dengan bekerja sama dengan rumah produksi atau production house (PH).
Semua proses dalam pembuatan videoklip, menurut April, adalah proses kreatif. Alhasil, untuk bisa bersaing yang harus dilakukan adalah terus belajar dan mengasah kreativitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News