kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fenny sukses berumah tangga, sukses pula berbisnis beha


Rabu, 25 Mei 2011 / 15:37 WIB
Fenny sukses berumah tangga, sukses pula berbisnis beha
ILUSTRASI. Kendati masih dibelit ancaman kredit macet, para pelaku bisnis tekfin P2P lending tetap optimistis usahanya membaik ke depannya. DOK Modalku


Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi

Berbekal keahlian menjahit, Fenny bereksperimen membuat beha sendiri. Ternyata, selain nyaman, beha itu juga bisa menjaga kesehatan payudara. Melihat produknya cukup laris, ia serius menggarap bisnis beha customized bermerek Elling Bra ini.

Banyak kaum hawa menilai, membeli pakaian dalam seperti beha atau bustehouder (BH) mahal saja tidaklah cukup. Saat ini, semakin banyak orang mencari produk beha yang juga bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Maklum, ukuran payudara tiap wanita berbeda satu dengan yang lain. Meski ada standar ukuran beha di pasar, beberapa wanita yang memiliki masalah dengan payudara membutuhkan beha yang sesuai buat dirinya.

Dengan cerdik, Fenny sukses menggarap ceruk pasar ini. Lewat produk bermerek Elling Bra, saat ini, wanita kelahiran Malang 44 tahun silam ini cukup sukses berbisnis beha. Beha bikinan Fenny spesial karena dibuat sesuai dengan dengan ukuran lingkar dada serta bentuk dan struktur payudara pembelinya (customized). Dus, para pemakainya pasti akan merasa nyaman.

Harga produk Elling Bra tidak murah. Maklum, lantaran personal dan eksklusif, Fenny harus mengukur dan merasakan tekstur payudara klien sebelum membuatnya. Ia menghargai beha buatannya Rp 500.000 per paket yang berisi dua beha. Lewat strategi ini, kini, Fenny bisa meraup omzet lebih dari Rp 150 juta per bulan.

Kisah Fenny merintis dan membesarkan bisnis Elling Bra ini cukup berliku. Anak kedua dari tujuh bersaudara ini memang dibesarkan dari keluarga yang menggeluti bisnis garmen. Ayahnya membuat aneka taplak, seprai, dan sarung bantal. Itulah sebabnya, sejak kecil, ia dan saudaranya sudah terbiasa dengan aktivitas jahit-menjahit.

Setelah lulus SMA, pada 1986, Fenny hijrah ke Jakarta dan mengikuti aneka kursus seperti menjahit motif, menari, bahasa, sampai keterampilan sekretaris dan akuntansi. Tahun 1989, ia bekerja sebagai sekretaris di restoran jepang yang ada di kawasan Blok M. Di situ, ia bertemu calon suaminya.

Setelah itu, Fenny sempat pindah kerja ke sebuah perusahaan sebagai asisten manajer dan kemudian menjadi purchasing manager. Tapi, setelah menikah dengan Saubiantoro di tahun 1990, ia memutuskan meninggalkan kariernya dan menjadi ibu rumah tangga.


Beda orang, beda ukuran

Selepas menikah, Fenny membuka usaha menjahit kecil-kecilan untuk mengisi waktu luang. Ia menerima pesanan dari tetangga. Tahun 1998, ia mencoba membuat beha sendiri. Saat itu, ia baru saja melahirkan Marciano, anak keduanya. Sadar bentuk payudaranya tidak lagi seindah dulu, ia berpikir dua kali membeli produk impor lantaran cup-nya tidak pas.

Fenny lantas bereksperimen merancang beha yang bisa menyangga payudara dengan benar dan nyaman. Tak disangka, hasilnya memuaskan. Bahkan, empat bulan sampai lima bulan memakai beha buatan sendiri, ia merasa payudaranya terlihat lebih bagus. Alhasil, beberapa orang tertarik memesan.
Kebetulan, saat itu, suaminya yang memiliki bisnis mebel kayu jati mendukung. Lantas, eksperimen Fenny berlanjut dengan menjual beha buatannya ke orang lain. Cuma, hasilnya mengecewakan. Maklum, waktu itu, ia masih belum paham benar anatomi payudara orang lain. “Beha buatan saya pas buat saya, tapi tidak untuk perempuan lain,” katanya.

Apalagi, saat itu, Fenny masih menggunakan mesin jahit biasa. Padahal, untuk menghasilkan beha yang bagus, ia membutuhkan delapan mesin jahit khusus. Harga setiap unit mesin jahit itu Rp 25 juta.

Meski butuh modal besar, karena yakin prospeknya bagus, ibu dari Marciano dan Naomi ini memutuskan serius menggarap bisnis behanya.

Fenny butuh tiga tahun sampai benar-benar percaya diri menjual beha buatannya. Selama itu, ia mempelajari pelbagai desain beha dan rajin mengikuti seminar perawatan payudara. Ia juga menjalin hubungan baik dengan dokter untuk mendapat masukan tentang cara membuat beha yang pas dan nyaman.

Pada tahun 2000, Fenny mulai berani memasarkan beha dengan merek Elling Bra. Awalnya banyak orang mencibir. Sebab, desain behanya terkesan konvensional dan membosankan. “Namanya juga dianggap ndeso,” katanya.

Tapi, Fenny tetap bertahan dengan memegang filosofi Elling, yang ia ambil dari bahasa Jawa, eling, yang berarti ingat. Lambat laun, Elling Bra makin terkenal, terutama karena promosi dari mulut ke mulut. Beberapa dokter juga mulai merekomendasikan pasien kanker payudara, terutama yang baru saja menjalani operasi payudara, untuk memakai Elling Bra.

Alhasil, dari semula hanya melayani pemesanan dan penjualan di gerainya yang ada di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), kini, produk Elling Bra dijual di sejumlah rumahsakit terkenal, seperti RS Kanker Dharmais, Jakarta Breast Center, dan Clinderma Clinic.

Selain membuat beha, Fenny juga membuat baju dalam lain seperti long torso dan bustie. Kini, dalam sebulan, ia mampu menjual lebih dari 200 pakaian dalam. Fenny juga akan menjual Elling Bra ke sejumlah negara seperti Malaysia dan negara di kawasan Timur Tengah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×