kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Regina mengawali dari merekam kisah kehamilan anaknya


Senin, 23 Mei 2011 / 14:28 WIB
Regina mengawali dari merekam kisah kehamilan anaknya
ILUSTRASI. Rusia setujui vaksin Virus Covid-19 pertama di dunia. Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY.


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Membidik kamera ke arah objek foto ibu hamil, bayi, dan anak-anak masih janggal di telinga banyak orang. Tapi Regina Novranto terjun ke profesi unik ini. Ia membidik banyak ibu hamil yang menanti kelahiran sang buah hati. Dia juga mengabadikan gerak-gerak bayi lincah yang bermain dan tertawa gembira. Foto adalah rekaman cerita.

Awalnya, Regina Novranto mengabadikan diri sendiri ketika hamil anak keduanya. Ia ingin ada foto yang merekam kisahnya saat ia mengandung. “Saya cari di berbagai tempat, tapi tidak ada. Akhirnya, saya berinisiatif foto diri sendiri dibantu suami,” cerita dia.

Berbekal pengetahuan kerja di bidang desain dan foto, Regina merancang latar belakang dan properti dengan konsep hitam dan putih. Sang suami yang menjadi fotografernya.

Lantas, hasilnya Regina tunjukkan pada teman-teman kantor. Tak disangka, mereka tertarik dan meminta Regina memotretnya dengan tema perempuan hamil (maternity) dan kelahiran bayi (new born).

Ketika baru satu atau dua temannya yang menginginkan jasa pemotretan dari Regia, ia tak mengutip biaya. “Saya sukarela karena masih belajar. Saya pun merasa dapat feel di sini,” kata perempuan bernama lengkap Maria Regina Immaculata Novranto. Hasrat besar yang muncul itu membawanya menekuni fotografi kehamilan dan kelahiran bayi.

Hingga di tahun 2009, Regina mulai memasang tarif cuci cetak dan album. Tapi, ia belum mematok jasa penjepretan. Regina kerap mendatangi lokasi pemotretan, tempat yang diminta para pelanggannya. Lokasi yang harus disiapkan pelanggan minimal berukuran 2 x 2 meter untuk menaruh portable background.

Awal 2010, ketika ia merasa bisa melayani konsumen secara profesional, Regina mendirikan studio Baby Star di Ruko Golden Boulevard, Bumi Serpong Damai. Di studionya, Regina pun lebih leluasa menjepret objek.

Usia kandungan konsumen yang datang ke Baby Star biasanya sudah tujuh hingga delapan bulan. Menurut Regina, usia kehamilan segitu amat sempurna untuk difoto. Di usia kehamilan tujuh bulan, perut perempuan sudah bundar penuh. Adapun usia kandungan sembilan bulan tak terlalu bagus difoto karena perut terlampau besar. “Gerakan ibu untuk difoto pun terbatas,” imbuh Regina.

Tak hanya maternity photography, Regina juga bersedia mengabadikan momen kelahiran bayi. Ia pernah menangani pemotretan bayi yang berusia kurang dari empat bulan. “Penangannya beda dengan yang sudah lebih dari empat bulan. Dia belum bisa duduk. Biasanya saya potret waktu dia tidur atau bermain di keranjang bayi,” kata Regina.

Perlakuan berbeda dilakukan Regina bagi anak berusia 8 bulan hingga 1 tahun. Di usia itu, anak-anak sudah bisa bergerak dan duduk manis ketika diminta.

Regina pun melayani pemotretan anak-anak berusia 3 tahun lebih. Di usia ini, ia memakai pendekatan komunikasi dengan si anak layaknya teman bermain. “Kita harus sejajar dengan mereka. Aku ajak main dan ngobrol,” ucapnya.

Saat si anak tengah bermain dan tertawa, Regina membidik kameranya. Ini berbeda jika Regina meminta sang anak tersenyum. “Waktu saya bilang cheese, yang terlihat malah deretan gigi si anak dengan wajah yang kaku,” ungkap dia.

Regina mematok biaya satu sesi pemotretan Rp 525.000. Biasanya, ia mengerjakan pesanan memfoto saat akhir pekan. Dalam satu bulan, ia bisa menggarap 12 pesanan. Tiap hari dimulai dari jam 8 pagi hingga 6 sore.

Dengan asumsi perhitungan 12 kali pemotretan, dalam sebulan Regina mengantongi bisa omzet Rp 25,2 juta. “Saya bisa mendapat keuntungan 60% dari omzet,” kata Regina.

Menurutnya, di Indonesia, masih jarang fotografi bayi dan anak-anak, apalagi untuk ibu hamil. Karena itu, Regina agak kesulitan mendapat ruang diskusi mengenai fotografi ibu hamil di negeri ini. Untuk menutupi kebolongan itu, ia akhirnya banyak belajar teknik memotret ibu hamil, bayi, dan anak-anak dari diskusi di mailing list luar negeri.

Regina juga belajar dari pengalaman-pengalaman memotretnya. “Yang terpenting adalah saya bisa larut dalam tiap moment agar jadi cerita dalam bentuk foto,” tutur perempuan lulusan sekolah periklanan STIKOM ITKP, Jakarta ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×