Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi
Sejak tahun 2009, Hayu Dyah Patria memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di Desa Galengdowo, Jombang, Jawa Timur untuk memanfaatkan tanaman liar sebagai bahan makanan. Produk makanan itu kini sudah dipasarkan ke berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta.
Barangkali tak banyak orang yang tahu jika ada tanaman liar yang dibiarkan tumbuh liar secara alami ternyata bisa diolah menjadi berbagai penganan lezat dan memiliki nilai ekonomi tinggi.
Tidak saja enak disantap, tanaman liar juga memiliki khasiat dan kandungan gizi tinggi yang dibutuhkan tubuh manusia. Pembuktian mengenai manfaat tanaman liar sebagai makanan bergizi itu telah dilakukan oleh Hayu Dyah Patria.
Hayu memulai penelitian tahun 2004 di daerah Malang, Jawa Timur. Saat itu, ia baru saja lulus kuliah di Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Sebagai sarjana teknologi pangan, minat Hayu terhadap tanaman liar ini memang sudah muncul sejak masih kuliah.
Selama melakukan riset, ia banyak masuk ke daerah pedalaman dan menemui para lansia yang tinggal di desa-desa. Kepada para lansia itu, ia menanyakan tentang jenis tanaman yang pernah mereka konsumsi semasa masih muda.
Ternyata apa yang dipikirkannya memang tidak keliru. Menurut keterangan yang Hayu dapat, ada banyak tanaman liar yang biasa dikonsumsi. Beberapa di antaranya adalah krokot, daun racun, tempuyung, legetan, dan sintrong.
Bahkan, dari penelitiannya diketahui bahwa tanaman liar itu memiliki nilai gizi yang baik. "Banyak yang tak menyadari bahwa tanaman itu mengandung vitamin A, B, C dan Omega-3 yang setara dengan ikan laut," katanya.
Setelah penelitian, Hayu terdorong mengajak masyarakat untuk memanfaatkan tanaman liar tersebut. Tahun 2009, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga yang diberi nama Matasa.
Ini merupakan lembaga pemberdayaan masyarakat yang fokus pada pemanfaatan tanaman liar untuk bahan pangan. Upaya memanfaatkan tanaman liar itu difokuskannya di Desa Galengdowo, Jombang, Jawa Timur. "Saya pilih Galengdowo karena desa ini miskin, tapi sumber daya alam hayatinya melimpah," ujar Hayu.
Di desa ini, ia menggandeng ibu-ibu rumah tangga untuk memanfaatkan tanaman liar menjadi beragam makanan, seperti kue, selai, dan aneka minuman kesehatan. Hayu sendiri fokus melakukan pendampingan, mulai dari pemilihan tanaman, pengolahan, pengemasan, dan pemasaran.
Kini, makanan berbahan tanaman liar dari Desa Galengdowo sudah berhasil dipasarkan ke berbagai daerah, seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Harga jualnya bervariasi mulai dari Rp 2.000 sampai dengan Rp 25.000 per buah.
Adapun laba bersih yang didapat sekitar Rp 200.000-Rp 300.000 per orang. "Memang masih kecil, tapi nanti akan terus berkembang," ujarnya.
Lantaran usaha ini cukup menjanjikan, kini banyak ibu rumah tangga mulai membudidayakan beberapa jenis tanaman liar tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News