Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi
Jatuh bangun di dunia usaha telah memupuk mental Ida Sofiati sebagai seorang entrepreneur sejati. Meski berbekal modal minim, Ida berhasil mengembangkan bisnis pupuk hayati hingga mendulang omzet miliaran rupiah.
Tekad dan semangat. Dua modal itu yang dimiliki oleh Ida Sofiati untuk membangun bisnis pupuk selama tujuh tahun ini. Berbagai kegagalan dan keterpurukan pun menjadi pelajaran berharga untuk terus melangkah maju menjadi seorang entrepreneur.
Mungkin Ida tak pernah menyangka bisnis pupuk bakal melambungkan namanya. Padahal, usaha ini sempat dia pandang sebelah mata karena bisnis utama Ida saat itu di bidang kontraktor dan kargo.
Namun, bisnis pupuk terbukti menjadi penyelamat perusahaannya, PT SMS Indoputra, lantaran bisnis kontraktor terpuruk. Ida bahkan harus menutup bisnis utamanya yang menyisakan utang miliaran.
Akhirnya, Ida – yang menjalankan perusahaan bersama sang suami Amal Alghozali dan kakaknya – dan memutuskan menggeluti usaha pupuk pada 2005. “Kami fight kembali, nekat terjun ke bisnis ini melihat kebutuhan pupuk yang begitu besar serta ingin berperan menyuburkan kembali tanah di Indonesia,” jelasnya.
Di bisnis ini Ida menggandeng seorang peneliti sekaligus pencipta pupuk yang diproduksi melalui fermentasi menggunakan bakteri ini. “Kebetulan, kakak saya dikenalkan dengan seorang peneliti dari Bogor,” terang perempuan kelahiran Blora, 26 Desember 1963 ini.
Membangun usaha kembali dari nol, produksi pupuk ini dia lakukan di rumah, dengan memanfaatkan teras dan pekarangan rumah. Ida yang mengantongi ijazah dokter hewan ini pun harus kembali belajar, tekun keluar masuk laboratorium untuk melakukan berbagai percobaan. “Saya harus menemukan cara supaya hasil penelitian ini bisa diproduksi massal dan dikemas dengan baik,” kenang Ida.
Bukan hanya itu, berhubung pupuk yang dia hasilkan berasal dari penerapan teknologi baru, ia harus rajin melakukan edukasi. “Saya pergi ke daerah-daerah, bertemu petani dan pemilik kebun untuk memberi edukasi tentang manfaat pupuk alami ini,” kata Ida, mengenang. Maklum, cara kerja pupuk biologi berbeda dengan pupuk kimia. “Bakteri yang terkandung dalam pupuk ini mampu memperbaiki struktur tanah dan menguraikan berbagai residu hingga membuat tanah kaya akan unsur hara,” kata Ida.
Pelan-pelan, bisnis pupuk Ida pun melaju. Sampai akhirnya, ketika harus meningkatkan kapasitas produksi menjadi 80.000 liter per bulan, ia menyewa sebuah gudang di dekat rumah. Hasil dari bisnis baru ini bahkan bisa melunasi utang sisa-sisa kebangkrutan bisnisnya yang lama.
Perkembangan menarik terjadi pada tahun 2008, ketika perusahaan pemasaran berjenjang alias multilevel marketing (MLM) tertarik mendistribusikan pupuk produksi SMS Indoputra ini. Lewat kerja sama ini, Ida memosisikan dirinya sebagai produsen, sementara perusahaan MLM sebagai distributor dengan merek berbeda.
Kerja sama ini pun cukup ampuh. Penjualan pupuk biologi ini pun meroket. Ida pun harus menambah kapasitas produksi hingga 200 tangki atau 600.000 liter per bulan. “Ini produksi pupuk biologi terbesar di Asia,” ujar Ida.
Sayang, kerja sama yang menguntungkan dengan perusahaan distributor tersebut tak berlangsung lama. Hanya setahun sejak berkongsi, Ida memutuskan kontrak lantaran sang distributor melanggar perjanjian kerja sama. Dampak dari peristiwa itu, Ida pun harus rela kehilangan pasar yang besar. Omzet pun anjlok hingga 50%.
Alami musim paceklik
Tapi, Ida tak pernah patah semangat. Bersama sang suami, ia kembali bergerilya untuk memasarkan produk pupuknya yang dia beri nama Agrobost. Selain pasar ritel, Ida menggarap pasar korporat, yakni membidik perusahaan-perusahaan yang memang bergerak di bidang pertanian dan perkebunan. Ia juga tetap merangkul beberapa perusahaan MLM. Produksi pupuk pun kembali stabil dan meningkat.
Bisnis pupuk cukup unik. Di luar musim tanam, petani tak membutuhkan pupuk. Karena itu, tahun lalu, Ida pun paceklik order seperti itu. “Hampir setahun kemarau, stok pupuk di gudang penuh,” katanya. Saat itu, SMS Indoputra nyaris tak berproduksi. “Kami pun harus memangkas hampir separuh karyawan,” kata Ida. Tahun berikutnya dia hanya menghabiskan stok tersisa di gudang.
Kini, penjualan sudah kembali pulih stabil. Produknya pun banyak dicari karena sudah terbukti berkualitas. Alhasil, kalau ada pesanan dalam jumlah besar konsumen harus mau menunggu sekitar dua minggu.
Ida terus mengembangkan produknya. Kini, ia membuat produk Humagold dan Boostoiletto. Humagold berfungsi menggemburkan tanah tandus dan Boostoiletto pengurai isi septik tank. SMS Indoputra juga terus menggandeng peneliti-peneliti baru.
Ida pun masih menyimpan cita-cita untuk memiliki laboratorium sendiri. “Paling lambat 2015, harus punya laboratorium,” kata alumnus Universitas Gadjah Mada ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News