kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Izin keluar, sepeda motor untuk difabel tancap gas


Kamis, 09 Juni 2011 / 13:24 WIB
Izin keluar, sepeda motor untuk difabel tancap gas
ILUSTRASI. Karyawan bank menunjukkan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) yang disetor nasabah di bank BNI Kantor Cabang Pembantu (KCP) Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/nz


Reporter: Ragil Nugroho, Dharmesta | Editor: Tri Adi

Kemajuan teknologi dipadukan kreativitas membuat para difabel bisa menikmati angin semilir sambil mengendarai sepeda motor. Kini, semakin banyak bengkel modifikasi sepeda motor roda tiga untuk mengakomodasi kebutuhan angkutan yang lebih ramah bagi difabel.

Keluarnya Surat Izin Mengemudi (SIM) D khusus untuk para difabel sehingga mereka bisa mengendarai sepeda motor di jalanan membuka peluang usaha memodifikasi sepeda motor roda dua menjadi roda tiga. Seiring sosialisasi dibolehkannya para penyandang cacat mengendarai kendaraan, usaha ini melaju.

Salah satu pemain modifikasi sepeda motor ini adalah Tulus Budi Prasetyo. Ia membuka bengkel Motor 4 Difabel di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Sebelum memiliki bisnis memodifikasi sepeda motor, Tulus adalah pengguna sepeda motor roda tiga. Ia memodifikasi sepeda motornya di bengkel modifikasi biasa. Namun, hasilnya kurang bagus. Kekurangannya, adalah tidak tersedianya rem belakang.

Tulus yang mempunyai kemampuan mendesain motor ini kemudian bekerjasama dengan temannya yang bertugas sebagai tukang bubut untuk mendirikan Motor 4 Difabel pada tahun 2009.

Tulus membanderol jasa modifikasi motor bebek standar dengan biaya Rp 4 juta dengan lama waktu pengerjaan sepekan. Sementara motor skutik membutuhkan biaya Rp 7 juta dengan waktu pengerjaan dua pekan. Biaya di atas belum termasuk aksesori tambahan, seperti rangka besi untuk kursi roda yang memakan biaya
Rp 350.000. "Biaya ini termasuk paling murah karena kami sudah biasa membuat sehingga tidak perlu uji coba," ujarnya.

Karena hasil modifikasinya bagus, banyak juga non-difabel yang ingin memodifikasi motor mereka di bengkel Tulus. Namun, Tulus yang sejak berumur dua tahun terserang polio ini menolak permintaan itu. "Motor roda tiga memang dikhususkan untuk difabel," ujar Tulus.

Pasar modifikasi ini memang terbatas. Dari pengerjaan dua modifikasi tiap bulan, Tulus hanya mampu meraih omzet Rp 10 juta. Ia mendapat pesanan dari berbagai kota seperti Bengkulu, Bandung, dan Surabaya. Namun, dua tahun berjalan, omzet usaha bengkel modifikasi motor roda tiga ini tumbuh 50%.

Agar pengguna jasa motor modifikasinya tidak kesulitan merawat tunggangan mereka, Tulus juga menyediakan buku panduan cara merawat dan memperbaiki. Bila perlu perbaikan, pelanggan pun bisa mengirim motor roda tiga itu ke bengkel Tulus. Pelanggan pun bisa memperbaikinya di bengkel terdekat. "Dengan petunjuk dari pengguna, semua bengkel dapat memperbaiki hasil modifikasi saya," ujar Tulus.

Sekarang Tulus sedang menimbang-nimbang cara mengembangkan usaha modifikasinya ini karena banyak permintaan agar dia membuka cabang di kota-kota lain. "Mungkin saya akan coba mewaralabakan usaha saya ini," ujar Tulus.

Topo Atmodjo, pemilik rumah modifikasi Tauco Custom di Jagakarsa, Jakarta Selatan, menambahkan, usaha modifikasi sepeda motor roda tiga ini terus memperlihatkan tren yang positif. Permintaan terus menanjak dibandingkan dengan saat pertama kali terjun di bisnis ini tahun 1994.

Kenaikan permintaan ini karena masyarakat mulai mengetahui kegunaannya. "Kalau sekadar permintaan dari komunitas hobi, tidak terlalu signifikan," ujarnya.

Namun, karena sepeda motor ini menjadi sarana transportasi penting bagi difabel, permintaan semakin meningkat. "Permintaan naik 30% dari 10 tahun lalu," ujar Topo.

Lelaki kelahiran tahun 1975 ini juga terus mengeksplorasi bakat yang dimiliki. Hasilnya, tahun 1994, Yamaha F1ZR miliknya sukses disulap menjadi sepeda motor kontes.

Hingga kini, ia sukses mencetak sepeda motor modifikasi yang tak terhitung jumlahnya. Ia memang tidak hanya memodifikasi sepeda motor menjadi roda tiga, tapi ada juga permintaan untuk modifikasi motor biasa.

Topo mengatakan, ia berkarya berdasarkan imajinasi dan kreativitas. "Ini soal seni memodifikasi, jadi tidak semua orang memahami modifikasi," kata Topo. Selama ini, ia berpatokan pada unsur fungsi, keamanan, dan eksklusivitas.

Ketiga faktor itu yang menjadi pegangan utama saat memodifikasi sepeda motor roda tiga untuk difabel. Selain itu, ada juga permintaan yang memang untuk kebutuhan hobi. "Bahkan ada yang minta pakai kanopi," ujarnya.

Ia mempekerjakan 15 karyawan yang siap sedia membantunya mengoperasi sepeda motor. Topo kerap menggunakan pelat besi sebagai bahan bakunya. Pelat besi kemudian dibentuk se-aerodinamis mungkin mengikuti kontur tulang sepeda motor bawaan pabrik. Ia juga mengklaim bahwa dirinya merupakan penggagas awal pemakaian pelat besi untuk mengubah bodi asli sepeda motor.

Topo mematok biaya modifikasi mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 15 juta, tergantung konsep dan kesulitan modifikasi sepeda motor yang diminta konsumen. Per bulan, ia bisa melayani tiga permintaan modifikasi sepeda motor roda tiga untuk difabel. "Paling banyak adalah permintaan modifikasi motor matik," ujarnya. Hal ini dikarenakan motor matik lebih mudah digunakan.

Hasil karya modifikasi Topo sudah sampai ke berbagai daerah. Pesanan terjauh datang dari Jayapura. Sementara permintaan memodifikasi sepeda motor yang paling banyak berasal dari Jakarta dan Bandung.

Topo memang sudah cukup dikenal di dunia modifikasi sepeda motor. Karya-karyanya mendapatkan beragam penghargaan di berbagai acara otomotif. Selama menerapkan konsep, Topo mendapat ide mengubah konsep dasar sepeda motor berdasarkan pengalaman dan mengonsep sendiri melalui secarik kertas dan pensil.

Bagi Topo, peraturan yang mengakomodir para penyandang cacat untuk bisa menggunakan sepeda motor sangat manusiawi. Apalagi, angkutan umum dan masyarakat secara umum belum mampu memberikan pelayanan khusus bagi para penyandang cacat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×