Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Tri Adi
Tampilan manis dan menarik tentu enak dilihat. Itu pula yang menjadi tugas desainer tata letak atau layout untuk membuat tampilan majalah menjadi apik dan enak dilihat. Selain perlu pengetahuan soal desain, seorang layouter atau penata letak juga butuh kreativitas tinggi. Sayang, meski pemain masih terbatas, permintaan jasa ini belum terlalu ramai.
Di Indonesia tidak terhitung banyaknya jumlah majalah yang sampai saat ini masih eksis di pasar. Jumlah ini pun masih terus bertambah, meski banyak juga majalah yang gulung tikar.
Supaya menuai banyak pembaca, selain isi, tampilan tata letak dan grafis sebuah majalah pun menjadi perhatian penting. Sering kali, pemilik atau pengelola media, memakai jasa konsultan tata letak atau desainer untuk membuat tampilan medianya lebih segar.
Adalah Junianto Bara yang menawarkan jasa konsultasi layout atau tata letak untuk majalah. Pria 23 tahun kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, ini memulai debut pertamanya sebagai penata letak majalah pada tahun 2007. "Saat itu, saya masih kuliah sambil bekerja di sebuah perusahaan periklanan di Depok," kata Jun, panggilan akrabnya.
Padahal, awalnya Junianto tak tertarik menjadi desainer majalah. Baru setelah menerjuni pekerjaan itu, timbul keinginannya untuk lebih serius belajar pada dunia artistik. Hingga akhirnya, pada 2009, Jun bersama dengan temannya, yang juga seorang desainer grafis, membuka bisnis periklanan yang diberi nama singitstudio.com.
Selain mendirikan perusahaan sendiri, Jun juga membuat blog pribadi, yakni Adverdreams untuk menjajakan kreativitasnya. "Kalau blog pribadi ini untuk bisnis yang spesifik, khusus membuat layout majalah tanpa isinya," kata Jun.
Ia mengaku belajar secara autodidak untuk mendalami pernak-pernik desain tata letak. Berbekal hobi membaca, ia banyak trial and error saat belajar desain. Jun sendiri kuliah di jurusan komunikasi dengan spesialisasi periklanan.
Jun memilih menjadi penata letak majalah karena mengandalkan kreativitas. Ia memang memiliki bakat di bidang ini dan menyukai hal-hal yang berbau kreativitas. Maklum, tak semua orang memiliki bakat ini. Jun beranggapan, dengan kreativitas maka imajinasi bisa berkembang.
Meski belajar sendiri, Jun tidak mengalami kesulitan. Malah, menurutnya, membuat tata letak majalah adalah hal yang mudah untuk dipelajari.
Untuk merancang sebuah desain tata letak majalah, biasanya, Junianto akan menyesuaikan dengan karakteristik majalah itu sendiri. Pasalnya, setiap majalah memiliki target pembaca masing-masing. Pengemasan pun akan berbeda, sesuai dengan target pembacanya.
Ia mencontohkan, untuk majalah lifestyle dengan majalah politik, pasti memiliki desain tata letak yang berbeda. Desain majalah pengusung lifestyle sering lebih imajinatif, sedangkan untuk majalah politik, tata artistiknya cenderung sama sehingga cenderung monoton. "Jadi kalau di majalah politik susah bermain-main di font dan warna," kata Jun yang pernah membuat layout majalah sebuah perusahaan multilevel marketing dan majalah pajak.
Sayangnya, kata Jun, dari segi ekonomis, bisnis desain tata letak majalah kurang menguntungkan. Sebab, banyak perusahaan majalah besar yang memiliki desainer grafis sendiri. "Pemainnya tak terlalu banyak karena permintaan memang masih sedikit," kata Jun.
Permintaan biasanya datang dari perusahaan swasta yang menerbitkan majalah internal dalam periode tertentu. Dari usaha ini, Jun pun bisa menangguk pendapatan hingga Rp 20 juta per bulan.
Namun, meski pemainnya tak banyak, persaingan usaha ini cukup ketat. Tak jarang, Jun harus berkompetisi dengan teman seprofesi lainnya yang juga menawarkan bisnis pembuat desain tata letak.
Kompetisi ini sering terkait dengan tarif. Demi mendapatkan klien, tak jarang para penyedia jasa desain saling membanting harga. Jun sendiri mematok tarif antara Rp 40.000 hingga Rp 70.000 per halaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News