kontan.co.id
banner langganan top
Senin, 7 April 2025 | : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%
  • EMAS 1.758.000   -23.000   -1,29%
  • USD/IDR 16.565   0,00   0,00%
  • IDX 6.511   38,26   0,59%
  • KOMPAS100 929   5,57   0,60%
  • LQ45 735   3,38   0,46%
  • ISSI 201   1,06   0,53%
  • IDX30 387   1,61   0,42%
  • IDXHIDIV20 468   2,62   0,56%
  • IDX80 105   0,58   0,56%
  • IDXV30 111   0,69   0,62%
  • IDXQ30 127   0,73   0,58%

Kamera antik menjepret gain mengkilat, tapi kurang likuid


Kamis, 23 Desember 2010 / 10:26 WIB
Kamera antik menjepret gain mengkilat, tapi kurang likuid


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Seperti gambar yang diabadikannya, nilai beberapa jenis kamera foto juga tak lekang oleh waktu. Meski kamera digital terus bermunculan, kamera lawas tetap eksis. Bahkan, kamera jadoel itu dapat mendatangkan untung miliaran rupiah.

Menekuni hobi fotografi tak hanya mendatangkan keasyikan. Investasi yang tak sengaja ditanam saat menekuni hobi ini, ternyata, bisa mendatangkan keuntungan.

Sekitar 10 tahun atau 20 tahun lalu, fotografi merupakan hobi yang tergolong mahal. Maklum, saat itu, harga kamera memang masih mahal. Peralatan pelengkap seperti lensa dan ongkos cuci cetak foto pun bisa menguras kantong.

Kini, kamera bukan lagi barang mewah. Layaknya telepon genggam, sudah banyak orang yang memiliki alat untuk mengabadikan momen spesial atau objek tertentu ini. Apalagi, kamera digital dan kamera yang ditanam di telepon genggam juga semakin marak.

Meski begitu, di zaman yang serbacanggih saat ini, kamera lawas atau jadoel tak pernah kehilangan pesonanya. Bahkan, kini, nilai kamera berikut beragam lensanya itu bisa naik berlipat-lipat dan mendatangkan untung bagi kolektornya.

Lihat saja hasil lelang yang digelar Westlicht Photographica Auction pada awal Desember ini. Balai lelang yang khusus melelang kamera vintage ini berhasil menjual sebuah kamera Leica MP2 buatan 1958 seharga € 402.000 atau setara Rp 4,82 miliar.

Ini termasuk salah satu dari tujuh kamera yang mencetak rekor harga ekstrem. Saat lelang, harganya terus bergerak naik hingga lima kali lipat dari harga dasar US$ 106.500.

Di hari yang sama, Westlicht melelang dua kamera Nikon, yakni jenis S2-E buatan 1957 dan F3 NASA keluaran 1968. Dua kamera ini diboyong oleh pemilik barunya seharga € 168.000 atau Rp 2,02 miliar. Sejak lelang dibuka, harganya terus merangkak naik hingga 10 kali lipat. Kamera itu tercatat sebagai kamera Nikon termahal yang pernah dilelang Westlicht.

Kilatan gain kamera vintage juga dirasakan kolektor di dalam negeri. Roy Suryo, praktisi multimedia yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), memiliki segudang koleksi kamera yang tergolong vintage.

Menurut pengamatannya, sebuah kamera berubah menjadi barang antik saat muncul evolusi dari kamera analog ke kamera digital. Ketika kamera digital pertama kali keluar, sebagian besar orang menganggap kamera analog atau yang masih menggunakan film tak berharga lagi. Karena peminatnya berkurang, kamera semacam ini berubah jadi barang antik.

Namun, seiring datangnya era digital, banyak orang yang memburu kamera lawas sebagai barang koleksi. Ada pula yang menyimpannya sesaat, lalu dijual lagi saat harga naik.

Roy menceritakan kisahnya saat membeli kamera Nikon F 401, produk kamera autofocus Nikon pertama, dan F 501. “Dulu, harga jual bekasnya Rp 1 juta, kini bisa dijual dengan harga Rp 5 juta,” katanya.

Koleksi lain milik Roy yang juga spesial adalah Nikon E2s elektronik, produk hasil kerjasama Nikkon dan Fuji, keluaran 1996. Kamera ini mampu menghasilkan gambar 1,3 megapiksel. Ini adalah kamera digital pertama yang masuk Indonesia. Saat ini, menurut Roy, hanya ada dua unit kamera jenis ini di dalam negeri. Salah satunya adalah miliknya.

Roy membeli kamera ini dari rekannya seharga Rp 10 jutaan. “Kini sudah ada yang menawar Rp 50 juta,” ujar dia. Meski harganya sudah melambung tinggi, Roy tidak berniat melego kamera kesayangannya ini.

Kolektor lainnya adalah fotografer senior, Goenadi Haryanto. Saat ini, dia memiliki 50 unit kamera, dari yang sangat tua hingga yang berusia muda.

Koleksi yang paling digemarinya adalah kamera papan atas, seperti merek Leica. Kamera tertua dan unik yang dimilikinya adalah produksi tahun 1920. “Saya tidak sengaja mendapatkan kamera ini saat jalan di tukang loak di Jerman,” katanya. Memang, merek kamera ini tidak terkenal, tapi pabriknya ada di Wetzlar, kota yang juga memproduksi Leica.

Kini, kamera tersebut dititipkan Goenadi di sebuah museum kecil bernama Java Banana di Bromo, Jawa Timur. Museum ini dikelola oleh bankir senior, Sigit Pramono. Sigit sendiri mengaku, kamera yang ia koleksi tidak tergolong mahal. Meski beberapa kamera merupakan kamera merek terkenal, rata-rata, harganya masih di bawah Rp 1 juta.

Bahkan, ada yang cuma seharga Rp 300.000. Kamera ini ia peroleh dari pedagang barang antik di Jalan Surabaya, Jakarta. “Saya membeli untuk sekadar hobi, jumlahnya masih sedikit. Belum bisa disebut kolektor,” kata Sigit merendah.

Adapun untuk menyalurkan hobinya memotret, Sigit memiliki beberapa kamera andalan. Seperti, Linhof Technorama 617. “Kamera ini khusus untuk panorama, karena saya memang menyukai fotografi panorama,” imbuhnya. Tak hanya itu, Sigit juga gemar menggunakan kamera digital Canon EOS D5 Mark II untuk menunjang hobinya.


Prospek investasi

Di mata Sigit, seorang fotografer profesional biasanya membeli kamera untuk bekerja. Jadi, jarang yang sengaja membeli kamera untuk investasi. Meskipun, ia menilai, investasi di kamera vintage merupakan pilihan yang bagus.

Adapun Goenadi menyarankan, jika ingin menjadikan kamera sebagai barang investasi, setidaknya, si investor harus mencermati dua kriteria. Pertama, barangnya masih mulus, tidak rusak, dan bisa dioperasikan. Kedua, pada zamannya dulu, kamera itu merupakan kamera unggulan.

Menurut Roy, kamera unggulan juga bisa merupakan kamera yang diproduksi secara spesial. Misalnya, kamera edisi khusus ulang tahun produsen kamera Nikon, Canon, dan Leica.

Ada kamera Leica berlapis emas yang harganya terus menanjak di pasar. Seperti Leica MP plus 50 mm Lux yang keluar bersama dengan Leica D-Lux 4, dan Leica M8.2 di awal Januari 2010 dalam rangka ulang tahun Republik Rakyat China ke-60.

Beberapa jenis merek kamera yang menurut pengamatan Roy bisa mendatangkan gain untuk investasi jangka panjang adalah merek Voigtlander, Zeis Icon, dan Nikkormat. Ada juga Nikonos seri I, seri II, dan III, yakni kamera keluaran Nikon, tapi khusus dengan spesifikasi sebagai kamera bawah air.

Ada juga kamera mini dengan merek Minox dan beberapa jenis kamera Zenit berspesifikasi khusus. Misalnya menyerupai pistol. “Merek ternama menjadi satu parameter kamera untuk investasi,” kata Roy.

Kamera yang harganya bisa menanjak tidak terbatas pada kamera kuno. Misalnya, Hasselblad H4D-40 yang hanya diproduksi sebanyak 100 unit. Kamera ini dilego seharga US$ 18.497 atau setara Rp 164,6 juta pada awal 2010. Di situs lelang eBay, kamera ini ditawarkan sekitar US$ 21.000 atau sudah naik 14% dalam kurun waktu kurang dari setahun.

Ada juga lensa baru Pentax seri FA 43 dengan bukaan terlebar f 1,9. Harga perdana lensa ini semula hanya US$ 500. Karena tergolong unik dan merupakan edisi terbatas, harga lensa yang sesuai untuk kamera digital ini terus melonjak. Bahkan, di Hongkong melonjak hingga 100% sepanjang 2008–2009.

Yang perlu diingat, untuk menanamkan duit di kamera vintage ini, calon investor harus memiliki kesenangan atau hobi fotografi. Sebab, pasarnya sangat terbatas di antara kolektor atau collectable item. Jangan pula berharap bisa mendapatkan gain yang cepat dan gampang. Sebab, investasi ini tidak likuid dan perlu keahlian untuk merawatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×