Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Dupla Kartini
Bencana gempa bumi yang mengguncang Yogyakarta pada 2006 sempat menggoyang usaha para pengrajin di Pasar Seni Gabusan. Akibat bencana itu, pengunjung Pasar Seni Gabusan menyusut drastis.
Kini, pasar kerajinan terbesar di Yogyakarta itu harus berjuang mengembalikan pamornya. Berbagai cara dilakukan pengelola dan pengrajin untuk menarik pengunjung. "Kami akui pengunjung sekarang tidak seramai sebelum bencana gempa terjadi," kata Yati Zulfitra, pemilik Zulfitra Stone Craft.
Pramugrari, salah seorang pengelola Pasar Seni Gabusan mengaku, pihak pengelola sudah berusaha mengidupkan kembali sentra tersebut. "Kami sering mengadakan acara-acara untuk menarik pengunjung," ujarnya.
Ia menyatakan, ada beberapa acara yang efektif menyedot pengunjung datang ke sentra ini. Di antaranya dengan membuat event-event olahraga. Pengelola juga kerap membuat acara sepeda ria di dalam areal pasar seluas 1 hektare ini.
Acara ini terbuka bagi masyarakat Yogyakarta dan kadang diikuti perusahaan tertentu. Selain itu, ada juga kunjungan anak-anak sekolah dari jenjang tingkat dasar (TK) hingga SMP.
Biasanya mereka belajar kerajinan di workshop milik para pengrajin. Acara"-acara reuni juga sering dilakukan demi menyedot perhatian umum," kata Pramugari.
Selain pihak pengelola, para pengrajin yang membuka kios di Pasar Gabusan juga terlibat aktif dalam menarik pengunjung. Dari segi produk, misalnya, mereka berlomba-lomba memberikan kreasi yang orisinil dan berkualitas baik. Tidak lupa mereka juga memberi servis kepada setiap konsumennya.
Tak terkecuali Yati. Ia menerima pesanan konsumen yang meminta dibuatkan produk dengan desain tertentu. "Biasanya untuk suvenir pernikahan minta dibuatkan inisial tertentu," ujarnya.
Ia juga tidak membatasi jumlah minimal pesanan. Namun rata-rata pelanggan memesan minimal 100 buah. Selain menerima pesanan, Yati juga menyediakan jasa pengiriman barang langsung ke alamat konsumen.
Namun, biaya kirimnya dibebankan ke konsumen.Setiap pesanan dengan kapasitas satu peti dikenakan ongkos kirim Rp 60.000. "Tapi itu, tergantung lokasinya, semakin dekat semakin murah," ujarnya.
Mursyid, pemilik Bongo Art juga menyediakan layanan pesan dan antar ke konsumen. Selain dalam negeri, banyak juga konsumen dari luar negeri yang minta dibuatkan barang kerajinan dengan desain tertentu. "Dulu pernah ada konsumen dari Amerika langsung datang ke rumah saya untuk desain eksklusif," ujarnya.
Ia mengaku, selalu melayani setiap pesanan yang masuk. Setelah pesanan jadi, ia pun siap mengirimnya ke alamat konsumen.
Untuk di dalam negeri, biaya pengiriman di banderol mulai Rp 45.000 hingga Rp 60.000 per kilogram (kg). Namun tidak semua pengrajin aktif melayani konsumen seperti Yati dan Mursyid.
Soalnya, banyak juga kios di Pasar Seni Gabusan yang tidak ditunggui penjaga. Mereka hanya memajang barang. Jika ada yang berminat, pengunjung dipersilahkan menghubungi nomor telepon atau alamat yang tercantum di toko. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News