kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Keuntungan merekah dari berbisnis kue basah


Rabu, 29 Januari 2014 / 13:42 WIB
Keuntungan merekah dari berbisnis kue basah
ILUSTRASI. Cek Harga Motor Listrik Uwinfly T3 yang Murah Meriah, Dapat Kembaran Vespa Matic. (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Roy Franedya, Revi Yohana | Editor: Tri Adi

Di tengah serbuan makanan cepat saji dan restoran modern, bisnis kue tradisional masih menjanjikan. Potensi pasarnya besar dan tak lekang oleh zaman. Tapi, ada resep yang harus dicermati agar usaha itu bisa tumbuh dan berkembang.

Selain pakaian, salah satu ladang bisnis yang menjanjikan dan tak pernah sepi dari serbuan konsumen adalah bisnis kuliner. Kondisi ini didukung oleh banyaknya jumlah penduduk dan gaya hidup modern yang menuntut kecepatan dan serba praktis. Alhasil, gerai-gerai makanan terus bermunculan di sepanjang jalan bak cendawan di musim hujan.

Bisnis kuliner yang paling kentara berkembang biak dalam beberapa tahun terakhir ini adalah jenis makanan modern yang mengusung embel-embel "cepat saji". Makanan ini seperti burger, piza, pasta, dan donat.  Meski begitu, makanan atau kue-kue tradisional tak pernah kehilangan pamor dan pasarnya. Lihat saja, penganan lokal itu tak hanya bisa dijumpai di pasar tradisional namun juga di pusat perbelanjaan modern seperti mal dan supermarket.

Maklum, bagaimanapun rasa kue tradisional paling sesuai dengan lidah orang Indonesia. Peluang bisnis makanan tradisional masih terbuka lebar lantaran negara ini terdiri dari banyak daerah dan beragam suku. Dan, setiap daerah itu punya makanan tradisional dengan ciri khasnya.

Di sisi lain, mayoritas masyarakat negara ini senang merantau ke daerah lain. Otomatis, di tanah perantauan, orang tetap mengingat kampung halamannya. Salah satu obat penyalur rasa kangen tersebut mencicipi penganan tradisional dari daerah asalnya tersebut. Biasanya permintaan makanan tradisional akan meningkat pesat pada momen-momen tertentu, seperti bulan Ramadan.

Meski begitu, sesuai dengan semboyan negara ini, yaitu Bhinneka Tunggal Ika, makanan tradisional dari daerah lain juga tak asing dan bisa dinik-mati oleh orang dari daerah lain. Misalnya: tahu petis, batagor, pempek palembang, atau bakso tahu, yang menjadi penganan favorit banyak orang dari berbagai daerah.


Margin tinggi

Untuk memulai bisnis penganan tradisional itu tidak susah. Anda dapat mengetahui cara pembuatannya secara mudah melalui buku, majalah, atau internet. Sedangkan bahan bakunya bisa diperoleh dari pasar tradisional. Namun, jika ingin menjaga kualitas dan rasa, Anda bisa mendatangkan langsung bahan bakunya dari daerah asal makanan tradisional itu.

Bahkan, jika tidak sempat atau tak mampu membuatnya sendiri, Anda bisa mengambil penganan tradisional itu langsung dari pembuatnya untuk kemudian dijual kembali kepada konsumen. Keuntungannya, Anda tidak perlu repot berbelanja hingga mengolah bahan baku menjadi penganan.

Selain itu, Anda terbebas dari risiko menanggung kerugian akibat kudapan itu tidak laku atau basi. Soalnya, rata-rata kue tradisional itu adalah kue basah yang tidak tahan lama dan cuma awet dalam hitungan hari. Nah, untuk mencegah risiko itu, Anda bisa membuat perjanjian dengan pemasok. Jadi, Anda membayar sebagian belanjaan di belakang sekaligus mengembalikan camilan yang tidak habis terjual.

Keuntungan lainnya, seperti sudah menjadi rahasia umum, pedagang bisa memungut untung lebih tinggi ketimbang pembuat penganan. Produsen yang menjual penganannya ke pedagang biasanya cuma mengambil untung bersih 10%–25% dari harga jualnya. Adapun pedagang bisa menjual 40%–100% di atas harga beli kepada para konsumen.

Simak saja cerita Hary Yanuar, pemilik Surabi Janda, di kawasan Dago, Bandung. Saban bulan, omzetnya mencapai Rp 10 juta. Penjualan terbanyak pada malam Minggu. Dari penjualan itu, dia mengantongi margin keuntungan hingga 40%.  "Saban bulan pendapatan bersih bisa mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta," ujarnya.

Wieke Anggraini, pemilik Tahu Petis Yudistira, juga mengaku memiliki margin keuntungan 40%. Omzet usaha kuliner wanita 35 tahun ini dari penjualan ritel sebesar Rp 3 juta per hari. Nilai tersebut bisa lebih tinggi lagi bila mendapatkan pesanan dari perusahaan untuk konsumsi rapat. Memang permintaan terbesar Tahu Petis Yudhistira berasal dari korporasi. "Sejak awal kami fokus menyasar korporasi karena sekali pesan jumlahnya banyak," ujar Wieke. Belakangan, dia mulai menyasar konsumen ritel untuk memenuhi pesanan dari restoran atau acara reuni, selain memenuhi pesanan individu.

Suniyah, seorang penjual kue tradisional di sentra produksi kue di Kelurahan Penjaringan Sari, Surabaya, mengaku penggemar kue basah tradisional buatan tangan masih banyak. Setiap bulan,  dia membuat sekitar 15.000 kue basah. Jumlah itu di luar pesanan khusus yang biasanya berkisar 100 buah hingga 300 buah per hari. Dengan kisaran harga Rp 1.500 hingga Rp 3.000 per buah, ditambah dengan penjualan kue kering, Suniyah bisa meraup omzet Rp 30 juta per bulan.

Meski terlihat menjanjikan, bukan berarti mudah mereguk keuntungan dari bisnis kue tradisional. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan agar bisa meraup keuntungan sebasah penganannya.


• Lokasi dan modal

Dalam bisnis kuliner, lokasi merupakan salah satu faktor utama meraih kesuksesan. Lokasi  menunjukkan segmen pasar yang akan dibidik. Selain itu, lokasi menentukan besaran modal yang harus disiapkan, penganan yang disediakan berikut kisaran harga dan margin.

Nah, untuk memilih lokasi yang tepat dibutuhkan survei terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengetahui potensi pasar dan memastikan makanan yang dijajakan itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Survei juga bertujuan mengetahui kondisi persaingan di area tersebut. Maklum, persaingan ketat membuat bisnis yang baru dirintis akan sulit berkembang.

Pilihan lokasi untuk menjajakan kue tradisional adalah di pasar tradisional, pusat perbelanjaan modern atau mal, gerai lepas di pinggir jalan raya, atau ruko di kompleks perumahan. Setiap lokasi itu tentu memiliki hitungan biaya yang berbeda-beda.

Untuk sewa gerai di pusat perbelanjaan modern, misalnya, Anda mungkin harus mengeluarkan uang Rp 4 juta hingga Rp 8 juta per bulan. Selain itu, Anda mungkin harus mengeluarkan biaya tambahan untuk merenovasi sedikit gerai tersebut agar terlihat lebih menarik. Anda juga perlu merogoh kocek untuk menyiapkan etalase serta membeli peralatan, seperti nampan dan pisau.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah konsep yang diusung pusat perbelanjaan tersebut. Konsep yang tidak sesuai cenderung membuat pengunjung enggan memilih produk yang Anda tawarkan.

Sementara kalau memilih di pasar tradisional maka biaya yang dikeluarkan tentu lebih murah. Sebab, biaya sewa lapak murah dan tidak perlu melakukan renovasi. Keunggulan pasar tradisional adalah pengunjungnya selalu ramai sehingga bisa beroperasi lebih lama.

Dalam menentukan lokasi, Weike lebih banyak membuka gerai di daerah pemukiman komunitas Jawa yang mempunyai daya beli besar serta menempel di pusat perbelanjaan. Pertimbangannya, tahu petis dagangannya merupakan kudapan asli Jawa. Adapun  tempat semi outdoor memudahkan konsumen mengetahui lokasi tersebut.

Adapun Hary memilih lokasi yang ramai dan menjadi tempat nongkrong anak muda seperti Dago. Pria berusia 29 tahun ini ogah membuka gerai di daerah yang sudah ramai menjajakan surabi karena persaingannya sangat ketat.


• Pasokan

Dalam usaha dagang apa pun, dituntut kejelian untuk membaca selera pasar. Begitu pula dalam usaha kue tradisional ini. Jenis makanannya harus sesuai dengan segmen pasar yang dituju agar dagangan itu laris.

Ketika mengawali usaha, Anda mungkin masih meraba-raba selera pasar. Nah, tidak ada salahnya menjajakan ragam kue yang cukup banyak. Anda bisa mendapatkan ragam kue itu dari sejumlah pemasok secara kulakan.

Konsekuensinya, Anda perlu menyiapkan dana lebih banyak saat memulai usaha tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, Anda tentu bisa mengetahui jenis penganan yang paling banyak disukai oleh konsumen. Nah, ragam kue itulah yang lebih banyak dijajakan sehingga dagangannya laris.

Yang terpenting, dalam berhubungan dengan pemasok, Anda harus menjaga mutu dagangan. Buatlah perjanjian yang jelas dengan pihak pemasok. Selain itu, Anda perlu juga memastikan kelangsungan pengadaan ragam kue tersebut dari si pemasok. Jangan sampai pelanggan kecewa lantaran kue-kue favoritnya raib dari gerai lantaran pasokannya terhenti.

Keberlangsungan pasokan tidak menjadi kendala bila Anda memutuskan untuk memproduksi sendiri kue tradisional itu. Konsekuensinya, Anda repot menyiapkan kue itu sejak dari mencari bahan baku, memasak, hingga menjualnya.


• Harga dan pemasaran

Harga jual barang dagangan tidak sekadar ditentukan oleh ongkos produksi dan hitung-hitungan keuntungan yang ingin diraup. Harga juga mencerminkan target pasar yang dibidik. Harga tinggi tentu tidak cocok untuk semua kalangan masyarakat. Sementara harga yang rendah akan membuat segmen pasar yang dibidik bisa semakin luas.

Nah, dalam bisnis kue tradisional ini, Anda tidak bisa bermain-main dengan harga tinggi  untuk meraih segmen pasar menengah-atas. Pasalnya, banyak pelaku usaha bisnis kue tradisional ini menawarkan harga murah, terutama di pasar-pasar tradisional.

Lantaran banyak pemain yang menawarkan harga murah, Anda harus mempromosikan usaha tersebut agar dikenal oleh masyarakat. Masalahnya, mempromosikan usaha kue tradisional itu susah-susah gampang. Maklum, tidak terlalu banyak ruang untuk mempromosikan penganan ini. Salah satu yang mungkin bisa ditempuh adalah mengikuti berbagai pameran, baik yang digelar korporasi atau instansi pemerintah.

Promosi juga bisa dilakukan melalui jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter. Maklum, interaksi masyarakat di dunia maya saat ini semakin meningkat. Dus, promosi melalui jalur ini dinilai cukup efektif. Apalagi, biaya yang harus dikeluarkan tidaklah besar.

Untuk memudahkan pelanggan mengingat produk yang dijajakan, bisa juga memodifikasi bentuk kue tradisional. Cara lainnya adalah membuat kemas-an yang menarik. Strategi ini bisa membedakan dagangan Anda dengan pemain lainnya dan memikat mata konsumen.

Nah, setelah berpromosi, proses pemasaran produk ini semakin gampang karena sudah banyak yang mengenal jualan Anda. Untuk menggenjot pemasaran, Anda bisa mengaktifkan layanan antar alias delivery order. Agar bisa memberikan jasa ini dan menguntungkan, Anda perlu mematok pembelian minimal. Jangan lupa, layanan delivery berarti tambahan biaya.

Setelah usaha berjalan, jangan lupa menjaga  komunikasi dengan para pelanggan lama. Pasalnya, permintaan kue tradisional memang tinggi tetapi permintaan tersebut belum tentu datang setiap hari. Nah, jika menjaga komunikasi dengan pelanggan lama maka mereka akan memiliki loyalitas dengan penganan yang Anda jual.

Wieke bilang, salah satu kunci keberhasilannya mengembangkan Tahu Petis Yudistira adalah rajin mengikuti pameran. Dalam pameran itu, dia bertemu banyak orang yang merupakan pembeli potensial. "Kami juga menjajaki mitra-mitra yang tertarik mengembangkan bisnis ini," tandasnya.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×