Reporter: Ragil Nugroho, Hafid Fuad | Editor: Tri Adi
Geliat industri dalam negeri menumbuhkan permintaan palet plastik. Ya, palet ini dibutuhkan di tempat penyimpanan dan gudang. Tak heran, dengan makin banyaknya penyimpanan, para produsen palet bisa menuai omzet ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Peningkatan aktivitas produksi di dalam negeri, mendongkrak permintaan palet plastik. Produk ini sering digunakan dalam tempat penyimpanan atau gudang.
Palet bisa menjadi alas, khususnya pada gudang yang rawan akan genangan air atau gangguan binatang. Selain itu, palet juga memudahkan proses pemindahan barang yang menggunakan forklift atau mesin pengangkut barang.
Penggunaan palet juga membuat ruang penyimpanan juga lebih efisien. Sistem penyimpanan metode racking atau rak yang disusun ini jelas membutuhkan palet sebagai landasan.
Keberadaan palet plastik ini sebenarnya menggantikan palet kayu yang mulai ditinggalkan. Menurut Jouw Jeffery, Wakil Direktur PT Yasuni Abadi Utama Plastik di Tangerang, palet kayu mulai ditinggalkan karena tidak awet. Kayu juga lebih rentan terhadap perubahan cuaca. Yasuni Abadi pun mulai memproduksi palet plastik sejak tahun lalu.
Saat ini, sebagian besar konsumennya merupakan perusahaan yang memiliki gudang penyimpanan. "Konsumen utamanya berasal dari Jabodetabek," tegasnya.
Yasuni Abadi mampu menjual 1.000 unit palet dengan harga mulai dari Rp 250.000 hingga Rp 1,5 juta. Saban bulan, perusahaan pun bisa meraup omzet lebih dari Rp 1 miliar per bulan. Sayang, Jow menolak angka pasti dari pemasukan mereka.
Produsen palet lainnya adalah PT Caranomas di Bogor. Syahdani, pemilik PT Caranomas mengatakan, permintaan palet plastik terus naik dari tahun ke tahun.
Memulai usaha sejak tahun 2009, tiap tahunnya, Syahdani menghitung kenaikan penjualan hingga 30%. Saat ini, ia bisa menjual hingga 700 unit palet per bulan.
Harga palet plastik Carnomas berkisar Rp 400.000 hingga Rp 1 juta. Syahdani pun bisa mengantongi omzet hingga Rp 500 juta saban bulannya.
Selain membuat palet sendiri, Syahdani juga menjual produk bekas. Untuk produk ini, Syahdani harus melakukan perbaikan terlebih dulu.
Syahdani mendapatkan palet bekas ini dari Jepang dan Korea. "Kami hanya menerima palet bekas dengan tingkat kerusakan tak lebih dari 50%," ujarnya. Menurutnya, palet buatan luar memang lebih baik dari segi kualitas.
Meski kualitas lebih baik, konsumen lebih menyukai palet plastik yang baru, ketimbang palet bekas. "Sekitar 70% yang terjual adalah palet baru," ujarnya.
Bisnis palet plastik juga memberi banyak keuntungan bagi Ahmad Taryadi, reseller palet plastik yang merupakan pemilik dari CV Lumaga. Dari bisnis ini, Ahmad bisa mengumpulkan omzet hingga Rp 400 juta per bulan.
Sama seperti Syahdani, Ahmad menjual palet baru dan bekas. Untuk palet baru, ia mendapat pasokan dari produsen lokal di Tangerang dan Surabaya. "Untuk barang impor saya beli dari China dan Malaysia," ujar Ahmad yang berbisnis palet sejak tahun 2005.
Ahmad memasok palet untuk perusahaan otomotif, makanan, elektronik dan banyak perusahaan lainnya. Produk palet tersebut dibedakan atas tiga kategori menurut kekuatan daya angkutnya, mulai untuk barang yang ringan, menengah hingga yang paling berat. Dalam sebulan, ia bisa menjual sekitar 1.000 hingga 1.500 unit palet baru dan palet bekas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News