Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Pertumbuhan industri menciptakan peluang bisnis bagi produsen sarung tangan tahan panas. Pengusaha sarung tangan ini mendapat pesanan sarung tangan dari pekerja yang bekerja dengan mesin bersuhu tinggi. Bisnis ini bisa mendatangkan omzet Rp 150 juta per bulan.
Tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang memegang peran vital dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, wajar jika tangan perlu diberi perlindungan saat melakukan aktivitas.
Salah satu cara melindungi tangan adalah dengan memakai sarung tangan. Ada banyak jenis sarung tangan yang beredar di pasaran, mulai sarung tangan berbahan plastik, karet, kulit imitasi hingga kulit domba atau kambing.
Setiap jenis sarung tangan juga memiliki fungsi berbeda. Ada sarung tangan yang khusus melindungi tangan dari hawa panas. Sarung tangan ini dikenal dengan nama sarung tangan argon. Bahan sarung tangan argon juga khusus, yakni terbuat dari kulit domba atau kambing.
Nah, salah satu pebisnis sarung tangan argon itu adalah Maulana Yusuf, pemilik CV Karya Bersama di Bekasi, Jawa Barat. Maulana semula adalah produsen sarung tangan kain. Baru pada 2008 dia mulai membuat sarung tangan argon.
Dengan bantuan 15 pekerja, Maulana kini mampu memproduksi 6.000 pasang sarung tangan argon per bulan. Namun Maulana masih menjual sarung tangan itu di sekitar Jabodetabek saja. "Saya melayani pemesanan minimal 100 pasang," terang Maulana.
Sebenarnya, Maulana juga bisa memproduksi sarung tangan jenis lain, tapi ia memilih fokus memproduksi sarung tangan argon karena peluang pasarnya lebih cerah. "Walaupun produksi sedikit, tapi harganya mahal," ungkap Maulana.
Seperti kegunaannya, konsumen sarung tangan ini dari kalangan industri alat berat atau industri yang memiliki mesin produksi bersuhu tinggi.
Soal penjualan, Maulana mengaku sering kali berebut pasar dengan sarung tangan argon impor. Namun begitu, Maulana mengaku tak minder bersaing dengan sarung tangan argon asal luar negeri. Pasalnya, standar sarung tangan made in Maulana ini sama dengan sarung tangan impor.
Menurut Maulana, masalah paling penting dalam produksi sarung tangan argon adalah jaminan pasokan bahan baku berupa kulit kambing atau domba. Karena itu, sejak awal Maulana telah menjalin mitra dengan industri penyamakan kulit domba di Garut, Jawa Barat.
Untuk menghemat ongkos produksi, Maulana hanya membeli potongan kulit sisa yang memiliki lebar minimal 30 sentimeter (cm) x 30 cm dengan harga Rp 3.000 per kilogram (kg). Walaupun kulit perca, tetapi Maulana tetap menuntut kualitas tinggi dari kulit itu.
Secara bisnis, Maulana yakin permintaan sarung tangan argon akan terus bertumbuh. Dia melihat, pertumbuhan industri di Tanah Air juga kian pesat. "Itulah sebabnya, sarung tangan argon ini banyak yang butuh," ujarnya.
Tentu produsen sarung tangan argon bukan hanya Maulana. Ada Ahmad Fahrial, pemilik CV Sinar Gemilang di Cilacap, yang juga bikin sarung tangan yang sama. Sepakat dengan Maulana, Ahmad bilang, permintaan sarung tangan argon terus naik seiring bertambahnya pabrik-pabrik.
Dalam sebulan, Ahmad bisa menjual 2.000 pasang sarung. "Harganya Rp 20.500 per pasang," kata dia. Produksi sebanyak itu hanya untuk memenuhi pasar di Jawa Tengah saja.
Sejak buka usaha pada 2009 lalu, permintaan sarung tangan argon buatan Ahmad selalu naik 25% per tahun. Ahmad pun ingin terus mengembangkan usahanya. Hanya saja, dia kesulitan untuk mendapatkan pekerja yang paham membuat sarung tangan argon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News