kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,66   4,33   0.48%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Memahat patung, memahat harga (3)


Selasa, 24 Agustus 2010 / 10:04 WIB
Memahat patung, memahat harga (3)


Reporter: Anastasia Lilin Y (Magelang) | Editor: Tri Adi

Patung batu andesit buatan para pemahat di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, tidak memiliki patokan harga jual. Sebagian pemahat membanderol patung hasil karyanya berdasarkan ukuran dan tingkat kerumitan dalam pembuatannya. Ada juga yang menjual patung dengan menghitung ongkos produksinya.

Lazimnya, dalam industri seni dan kerajinan, tak ada standar baku harga jual produk. Perkiraan harga, terkadang dianggap tak realistis bagi orang yang awam dengan seni.

Hal tersebut juga berlaku pada harga jual patung batu buatan para pemahat batu di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang. Tidak seperti harga produk massal buatan pabrik yang sudah baku, aneka patung yang dijual di sepanjang Jalan Raya Muntilan-Magelang ini tak memiliki harga patokan.

Ada dua variabel yang jadi alat ukur mahal atau murahnya harga patung. Yakni, ukuran dan tingkat kerumitan dalam membuat patung.
Supriyatno, staf penjaga Galeri Zenvin, mencontohkan, galerinya pernah membeli bahan baku patung berupa batu setinggi 2 meter (m) dan ketebalan 40 centimeter (cm) seharga

Rp 1,75 juta. Kemudian, galerinya menjual patung dari batu yang terbuat dari batu tersebut dengan harga yang jauh lebih tinggi. Dia tak bisa memastikan berapa dana yang harus dialokasikan untuk berbelanja bahan baku batu setiap bulan. "Karena jumlahnya tergantung pesanan," ujarnya.

Sabarudin, pemahat batu sekaligus pemilik Sanggar Argo Selo, mengatakan, para pemahat biasanya membeli bahan baku batu dari penduduk di Desa Cangkringan, Kecamatan Dukun. Batuan vulkanik beku (andesit) tersebut diangkut menggunakan truk dari Cangkringan ke bengkel produksi para pemahat.

Menurut Sabarudin, satu truk dapat memuat banyak batu berukuran kecil, atau beberapa batu besar. Dengan truk besar, di tahun 1987, harga beli batu hanya Rp 750.000. "Saat ini harganya bisa sampai Rp 15 juta," kata lelaki, yang kini berusia 55 tahun tersebut.

Elis Widayati, pemilik Gama Stone Art Shop, menimpali, biasanya harga beli batu yang dia beli belum termasuk ongkos angkut dari desa di lereng Gunung Merapi hingga ke galerinya.Biaya angkut tersebut juga tak ada patokannya. Tapi, lanjut dia, rata-rata biaya angkutnya Rp 450.000.

Berbeda dengan Sabarudin dan Supriyatno yang lebih menitikberatkan ukuran batu dan tingkat kerumitan patung sebagai penentu harga, Elis punya hitungan lain dalam mematok harga jual patung di galerinya. Perempuan 50 tahun ini menentukan harga jual patung berdasarkan biaya produksi. Jadi, selain ukuran batu dan tingkat kerumitan, Elis juga akan menghitung upah karyawan yang mengerjakan sebuah karya patung. Termasuk, waktu pengerjaan yang dituntut oleh kliennya.

Para pemahat patung di sentra ini mengaku bisa mengerjakan satu patung hingga berbulan-bulan. Tak heran jika harga jual patung cukup mahal.

Supriyatno mencontohkan, harga patung Yesus setinggi 2,5 m dan patung Ganesha setinggi 2 m, bisa mencapai Rp 30 juta. Pernah ada calon pembeli asal Ambon menawar patung Yesus itu seharga Rp 28 juta. Tapi, dia belum mau menjual patung dibuat sejak tiga tahun lalu itu.

Di galeri Sabarudin ada sepasang patung Rama dan Shinta setinggi 170 centimeter (cm) yang dibandrol Rp 20 juta, dan patung Budha setinggi 110 cm seharga Rp 6 juta. Ada pula sepasang patung Ganesha setinggi 170 cm yang dijual Rp 45 juta, dan sepasang patung Gupala senilai Rp 35 juta per unit. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×