Reporter: J. Ani Kristanti, Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi
Sambal mempunyai banyak penggemar dan cukup populer di Indonesia. Tak heran, sajian ini sering menjadi pelengkap di meja-meja makan. Bahkan, hampir semua daerah di Indonesia memiliki ciri khas sambal sendiri.
Sayang, kesibukan yang sering menyita waktu membuat sebagian orang enggan membuat sambal sendiri. Maklum, membuat sambal nan nikmat akan memperpanjang waktu memasak. Mulai dari menyiapkan bahan sambal yang beragam, menggoreng dan menumbuknya, hingga sambal siap tersaji di atas meja makan.
Peluang inilah yang diintip Rimayanti Wardani Adiwijoyo ketika merintis usaha pembuatan sambal roa pada Agustus 2012 silam. Lantaran teman-teman suaminya yang menyukai sambal roa bikinannya, Rimayanti lantas berbisnis sambal roa dengan label Roa Judes.
Rima tak sendiri. Hesti Indri Assa juga mencium gurihnya bisnis sambal roa. Setelah menyadari banyak teman kantor suaminya yang menggemari sambal roa kreasi bikinannya, Hesti mulai serius berbisnis Sambal Ikan Roa.
Asal tahu saja, sambal roa ini sebenarnya adalah sambal khas asal Manado. Maklum, ikan roa menjadi salah satu ikan yang digemari di sana karena jenis ikan ini banyak ditemukan di perairan seputar Sulawesi.
Kedua produsen sambal ikan roa ini, awalnya, juga mencicipi sambal ikan roa yang menjadi oleh-oleh khas ibu kota Sulawesi Utara itu. Setelah merasakan kenikmatannya, mereka lantas berpikir untuk membuat sambal ikan roa sendiri. “Saya minta diajarin sama teman asal Manado,” kata Rimayanti.
Potensi untuk menjual sambal ikan roa pun muncul, lantaran sambal ini bisa bertahan cukup lama. Hesti bilang, sambal ikan roa bisa bertahan hingga enam bulan jika berada di suhu ruangan. Bila disimpan dalam kulkas, daya tahannya bisa mencapai satu tahun.
Selain punya banyak penggemar, adanya potensi besar dari bisnis ini terlihat dari banyaknya orang yang sering didera oleh banyak kesibukan. “Usaha ini potensi ke depannya bagus, karena waktu yang makin terbatas,” kata Rima yang menuai banyak pelanggan dari para pekerja kantor.
Dalam sebulan, Rima mampu memproduksi hingga 10.000 botol sambal roa. Dia membanderol sebotol Roa Judes berukuran 200 gram (gr) dengan harga Rp 42.000.
Berbeda dengan Rima yang hanya menawarkan satu macam kemasan Roa Judes, Hesti membuat beberapa pilihan berdasarkan tingkat kepedasan dan ukuran botol. Yakni, medium yang memiliki tingkat kepedasan standar dan spicy yang menawarkan rasa sangat pedas. Sementara itu, dari ukurannya, sambal ikan roa terdiri dari ukuran 100 gr dan 200 gr. Sambal ini dipatok dengan harga mulai dari Rp 55.000 hingga Rp 65.000
Mulai menjual sambal roa sejak tahun lalu, kini Hesti menjual hingga 300 botol per bulan. “Biasanya, orang kantoran yang beli sambal ini,” katanya.
Kedua produsen ini pun sepakat mengenai untung yang bisa digenggam dari usaha ini, yang berkisar 20% hingga 35%. “Karena itu, saya juga harus berbagi keuntungan dengan para distributor dan agen yang menjadi pemasar,” kata Rima.
Pembuatan mudah
Tak butuh keahlian khusus. Proses pembuatan sambal roa cukup mudah. Tengok saja pengalaman Hesti. Pertama kali membuat sambal roa, dia mencoba-coba resep milik mertuanya yang berasal dari Manado. Pun begitu dengan Rima. “Saya pesan ikan sekaligus minta diajari teman yang asli dari Manado,” kata Hesti yang memasok sambalnya ke sejumlah resto Manado di Jakarta.
Sudah pasti, jika terjun di bisnis kuliner, Anda harus mengenal lidah konsumen. Karena itu, berbagai hasil coba-coba itu sebaiknya Anda bagikan ke beberapa rekan atau kerabat, untuk mendapatkan umpan balik tentang rasa yang pas. Hesti melakukan langkah itu, dengan membawa sambal bikinannya ke kantor suami.
Bahan baku utama sambal ikan roa ini tentu saja ikan roa. Namun, bukan berupa ikan segar. Ikan roa ini biasanya telah menjalani proses pengasapan lebih dahulu, sehingga timbul aroma yang khas.
Ikan-ikan roa asap ini bisa diperoleh di pasar. Namun, untuk mendapatkan kualitas yang baik, tak ada salahnya, Anda berburu ikan roa ini ke pemasoknya langsung di Manado.
Saat merintis usaha ini, baik Hesti maupun Rima sering menitip pembelian ikan roa asap ke kerabat dan teman di Manado. “Tapi, sekarang saya sudah mempunyai pemasok dari Manado,” kata Rima. Harga ikan roa berkisar Rp 20.000 hingga Rp 36.000 per kilogram (kg).
Sebelum dimasak, daging ikan-ikan roa itu terlebih dulu dibuang kulitnya. Kemudian, dihaluskan dan dicampur bumbu lainnya, seperti bawang merah, bawah putih, dan cabai yang juga sudah dihaluskan. Setelah tercampur merata, baru sambal ikan roa dimasak.
Hesti pun mengingatkan, supaya bisa tahan lama, sambal ikan roa harus dimasak hingga benar-benar matang. Ia juga menggunakan minyak kelapa untuk menambah aroma sedap dan membuat sambalnya tak terlalu berminyak.
Proses pendinginan harus dilakukan dalam wadah dan ruangan yang steril. “Setelah dingin, saya masih tiriskan lagi minyaknya, supaya sambal lebih kering dan bisa tahan lama,” terang Hesti.
Untuk mengisi 300 botol sambal, Hesti belanja 2.000 ekor ikan roa, 10 kg–15 kg cabai dan 100 kg-140 kg bawang. Adapun Rima berbelanja ikan roa sebanyak 700 kg–800 kg, cabai sekitar 300 kg–500 kg, dan bawang mencapai 500 kg.
Hesti mengakui, jurus promosi paling ampuh untuk produk ini adalah dari mulut ke mulut. Alhasil, teman-teman di kantor suami dan kerabat menjadi andalannya. Selain itu, dia juga menjajakan melalui situs jejaring sosial.
Penawaran ke sejumlah restoran juga bisa dilakukan. Namun, Anda harus menyiapkan produk tester terlebih dahulu. Resto juga akan melihat penjualan terlebih dahulu. “Jika laku, mereka akan meminta stok banyak dan kami bisa kerja sama dengan sistem konsinyasi,” terang Hesti.
Berani mencoba?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News