kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,03   1,01   0.11%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menendang fulus dari pusat latihan bela diri


Jumat, 26 Juli 2013 / 15:15 WIB
Menendang fulus dari pusat latihan bela diri
ILUSTRASI. Kontan - OJK Native Online


Reporter: J. Ani Kristanti, Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi

Mengolah tubuh melalui martial art kini sedang menjadi tren. Berbeda dengan gym, martial art hanya menyediakan fasilitas bagi pengunjung yang ingin melakukan olahraga bela diri. Lantaran pasarnya terus meluas, prospek usaha ini pun semakin menjanjikan.

Kesehatan dan keselamatan akan diri sendiri, merupakan dua hal penting bagi setiap manusia. Khususnya bagi mereka yang hidup di perkotaan, kebiasaan hidup sehat dengan menjalankan berbagai ola hraga, sering dilupakan. Maklum, kesibukan pekerjaan atau kehidupan sosial, sering menyita banyak waktu, sehingga tak sempat lagi melakukan olah tubuh.

Begitu juga dengan kemampuan yang bisa dimiliki, untuk mendukung keselamatan bagi diri sendiri. Seringkali, orang tak membekali dirinya dengan keterampilan bela diri lantaran tak ada kesempatan untuk mengikuti latihan atau kursus.

Padahal, kota besar, seperti Jakarta, sangat rawan dengan aksi kejahatan. Hampir setiap hari, kita bisa melihat berbagai tindak kriminal atau kekerasan di media televisi. Boleh jadi, kini, saat yang tepat untuk membekali diri dengan berbagai ilmu bela diri. Tentu saja, latihan itu dilakukan sembari berolahraga.

Nyatanya, memang makin banyak orang yang menyadari, pentingnya memiliki kemampuan bela diri. Ini terlihat dari makin ramainya bisnis martial center atau martial art. Sekadar info, martial art merupakan sebutan tempat pelatihan dan olahraga bela diri. Biasanya, tempat-tempat latihan ini memang fokus pada olahraga bela diri, tidak bercampur dengan jenis olahraga lainnya.

Latihan bela diri martial art terbagi dalam tiga jenis. Pertama, stand up yang terdiri dari tinju, muaythai sanshou, dan taekwondo. Kedua, ground, yang meliputi brazilian jiujitsu (BJJ), judo, dan gulat. Terakhir, stand up and ground atau mixed martial art, yang merupakan penggabungan dari kedua kelompok terdahulu.

Memang, suatu martial art center tidak harus menyediakan seluruh aliran. Ambil contoh Syena Martial Art Center. Pusat latihan bela diri yang berdiri sejak Maret 2011 lalu itu, menyediakan kelas latihan untuk capoiera, tricking, BBJ, MMA, kravmaga, boxing, muaythai, arnis, aikido, shinkendo, libre dan karat kikusin. Sementara itu, Kemang Fight Gym, yang baru tiga bulan lalu menawarkan boxing, aikido dan muaythai.

Namun, dari berbagai seni bela diri yang ditawarkan kedua pusat latihan itu, hanya boxing dan muathay yang menuai paling banyak peminat. Pasalnya, menurut Dimaz Raditya Nazar Soesatyo, salah satu pendiri Kemang Fight Gym, kedua jenis martial art itu paling praktis latihannya. “Secara teknis, gerakannya juga gampang dipelajari dan cepat dikuasai, baik oleh laki-laki, maupun perempuan,” tutur dia.

Selain menawarkan kelas-kelas reguler, Kemang Fight Gym juga menerima murid yang ingin mengikuti kelas privat, baik datang sendiri maupun dalam kelompok. Tarif latihan martial art ini mulai dari Rp 350.000 hingga Rp 1,1 juta untuk delapan kali pertemuan, setiap bulan.  Adapun di Syena, tarifnya berkisar Rp 500.000 hingga 700.000 untuk empat kali hingga 12 kali pertemuan.

Dimaz bilang, bisnis ini punya prospek yang baik lantaran pasarnya yang terus berkembang. “Pangsa pasarnya luas, dari atlet, murid dari perguruan bela diri hingga kalangan profesional (working people),” ujar Dimaz. Selain untuk membekali kemampuan perlindungan diri, kalangan profesional melakukan kegiatan martial art sekaligus untuk olahraga dan menguruskan badan.

Tak berhenti di situ, pelanggan martial art sering datang dari berbagai anggota kesatuan. “Biasanya, kami membantu melatih anggota kesatuan itu. Ada juga yang datang dari TNI untuk paket kerja sama korporat,” kata Mohammad Rizky, salah seorang pemilik Kemang Fight Gym.

Faustine Gunawan, pengelola Syena Martial Art Center, juga mengungkapkan pendapat yang senada. Pasar yang luas menunjukkan potensi bisnis ini untuk berkembang.

Selain dari kalangan pekerja atau profesional dengan rentang umur 20 tahun hingga 40 tahun, kepolisian dan TNI, banyak juga anak-anak yang datang ke martial art. Tentu saja, mereka tak datang sendirian. “Orang tua acap yang melihat sang anak memiliki energi yang berlebihan atau hiperaktif, dibawa ke sini untuk dilatih,” jelas Faustine.

Di luar itu, ada pula orang tua yang mengajak buah hatinya datang ke martial art sekadar bersenang-senang. “Mereka ikut menemani ayahnya selama latihan,” kata Faustine.

Ada juga peserta yang datang dalam kelompok perusahaan. “Banyak instansi yang menjalin kerja sama untuk kegiatan fun karyawan mereka di masa libur. Sering, kami juga datang ke kantor mereka,” kata Dimaz.

Tak heran, bisnis martial art center ini kian menggiurkan. Tengok saja, Kemang Fight Gym. Baru dibuka sejak tiga bulan lalu, mereka telah mencetak omzet berkisar Rp 20 juta hingga Rp 30 juta per bulan.

Adapun di Syena Martial Art, setiap hari, ada sekitar 20 orang yang berlatih bela diri. Bila sedang ramai, jumlah peserta bisa berlipat. Syena sendiri bisa menampung kapasitas hingga 40 orang.  Tertarik membuka pusat pelatihan olahraga bela diri ini?


Nyaman dan aman

Sebelum memulai bisnis ini, ada satu syarat yang harus dipenuhi calon pengusahanya. “Dia harus memiliki passion di bidang ini, karena untuk memperbesar bisnis ini, tak sebatas jualan saja, tapi juga harus menciptakan jaringan olahraga yang kuat,” terang Faustine.

Martial art center membutuhkan ruang yang cukup luas. Sebagai contoh, Syena memiliki luas hingga 1.000 m2. “Sebenarnya tak ada patokan soal luas, namun ruang yang luas sangat penting, karena terkait keamanan selama latihan,” jelas Faustine. Dengan ruang seluas 1.000 m2, Syena bisa menampung hingga 40 peserta setiap hari.

Dimaz juga menyarankan hal serupa. Alasan dia, keamanan dan kenyamanan merupakan faktor penting fasilitas ini, hingga perlu ruang yang cukup luas. “Untuk kapasitas satu kelas hingga 20 orang, sebaiknya berukuran setara dua kali lapangan futsal,” ujar dia.

Gym bela diri juga harus dilengkapi dengan kamar mandi atau shower room, berikut locker room. “Fasilitas ini dibedakan untuk pria dan wanita,” tambah Dimaz.

Setelah ruangan tersedia, Anda pun harus menyiapkan berbagai perlengkapan dan peralatan. Matras merupakan perlengkapan utama, sebagai alas ketika berolahraga. Kebutuhan matras ini meliputi, matras untuk gulat, matras puzzle dan matras breakfall untuk olahraga banting-banting.

Perlengkapan lain adalah samsak, yang terbagi dalam: heavy bag (samsak lonjong besar untuk melatih tendangan), teardrop bag (samsak seperti tetesan air untuk melatih tendangan dan pukulan), dan uppercut wallmount (samsak untuk melatih pukulan).

Adapun, peralatan lain yang harus disediakan antara lain punching pads (pelindung tangan untuk pelatih), kicking pads (pelindung kaki untuk pelatih), protector pads (pelindung dada dan perut untuk pelatih, handwrap (pelapis tangan selain sarung tinju) dan headguard (pelindung kepala untuk konsumen), serta sarung tinju untuk konsumen.

Berbagai perlengkapan ini mempunyai kisaran harga antara Rp 700.000 hingga Rp 3 juta per unit. Harga yang lumayan mahal ini lantaran kebanyakan barang itu masih merupakan barang impor. Namun, jangan khawatir, sudah banyak distributor produk tersebut di dalam negeri. “Kebanyakan produk berkualitas berasal dari Thailand, mengingat negeri itu termasuk pusat martial art,” tambah Faustine.

Tentu, Anda juga harus mencari pelatih atau trainer. Yang penting, pelatih memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang muaythai dan boxing. Pelatih martial art bisa dicari dari atlet atau pelatih yang ada di perguruan bela diri. “Kami juga mencari pelatih dari kenalan atlet yang reputasinya bagus,” kata Dimaz.

Meski berpusat di Thailand, cukup banyak tersedia pelatih untuk muaythai di Indonesia. “Karena masih percaya dengan kemampuan atlet dan trainer dalam negeri, maka kami meng-hire trainer dari dalam negeri saja. Tapi, mereka harus memiliki prestasi dan reputasi yang baik di bidang martial art mereka,” jelas Faustine.

Untuk mengenalkan usaha ini ke pasar, promosi yang paling tepat adalah mulut ke mulut. “Promosi word by mouth ini efektif, karena reputasi pelatihan di tempat kami menjadi taruhannya,” kata Faustine. Pasalnya, sebelum bergabung, tentu calon konsumen ingin tahu seperti apakah kualitas pelatihnya, apakah benar-benar menguasai teknik atau sekadar untuk main-main.

Oleh karena itu, kami berusaha untuk mempertahankan kualitas dengan menguasai teknik. “Hal tersebut kami lakukan agar martial art tidak hanya sekadar tren, tapi bisa menjadi sebuah pusat yang berkesinambungan,” jelas Faustine.

Selain itu, lantaran pangsa pasarnya adalah anak-anak muda dan kalangan profesional muda, tak ada salahnya berpromosi melalui jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Path. “Anak muda sangat familiar dengan jejaring sosial,” tandas Rizki.

Di luar itu, pembentukan komunitas juga penting untuk menunjang eksistensi bisnis ini. Misalnya, untuk berbagi informasi soal pertandingan atau mencari solusi jika ada peserta yang terluka. Jika ada komunitas, berbagai kegiatan yang diselenggarakan martial art center juga lebih semarak.

Tertarik mencoba? Ciatt!     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×