Reporter: Vina Anggita | Editor: Bagus Marsudi
KONTAN.CO.ID - Meninggalkan kemapanan dan karier mentereng lalu menjalani hasrat yang tersimpan di hati, menjadi kunci keberhasilan sebagian orang. Mohammad Baedowy, salah satunya. Ia meninggalkan kariernya sebagai auditor untuk memenuhi hasratnya memiliki bisnis sendiri. Kini, ia telah sukses berbisnis pengolahan sampah plastik.
Jika sebagian besar orang menganggap sampah harus dihindari karena kotor dan bau , Baedowy justru menganggapnya sebagai harta karun. “Sebenarnya, banyak peluang ekonomi yang bisa didapat,” kata pria kelahiran Balikpapan yang Mei lalu genap berusia 44 tahun ini.
Sejak kecil, Baedowy memang bercita-cita jadi pengusaha. Bakatnya tampak saat dia kuliah di Universitas Merdeka, Malang. Kala itu ia berjualan baju dan pisang molen untuk membiayai kuliah. Sampai-sampai dosen dan temen-temannya menjulukinya Momoh Molen.
Pada 1997, usai meraih gelar sarjana ekonomi dan menikah, Baedowy mengadu nasib ke Jakarta. Ia bekerja di The Royal Bank of Scotland sebagai auditor. Namun, setelah hampir tiga tahun bekerja, ia mengundurkan diri dan memilih berbisnis.
Awalnya, ia berbisnis budidaya jangkrik dan cacing. Namun ia merugi. Dari 20 kotak saat memulai bisnis, yang tersisa hanya satu kotak jangkrik lantaran piaraannya kanibal.
Kegagalan itu membuatnya melirik bisnis pengolahan botol plastik bekas pakai. Di awal menjalankan bisnis ini, Baedowy sempat dibuat pusing lantaran mesin penggiling plastik miliknya kerap kali rusak. Alhasil, usahanya tidak jalan. Ia berusaha belajar ke beberapa bengkel untuk operasi mesin pengolah plastik itu. Tapi, tak ada yang memberi ilmu.
Satu tahun menjalani usaha itu, ia hampir bangkrut. Baedowy diusir dari rumah kontrakan karena tak sanggup membayar uang sewa. Ia terpaksa menitipkan istri dan kedua anaknya ke orangtua. “Orangtua saya menyuruh pulang ke Balikpapan. Tapi saya tidak mau karena ingin membuktikan bahwa saya bisa sukses,” katanya.
Baedowy tak patah arang dan kembali memulai bisnis dari nol. Ia memutuskan mengotak-atik sendiri mesin pencacah plastik sampai berhasil. Usahanya akhirnya berjalan kembali. Bahkan, dalam dua tahun, ia bisa membuat mobil pikup tuanya menjadi truk pengangkut botol-botol plastik.
Ekspor plastik olahan
Dari awalnya hanya bermodalkan satu mesin dan satu karyawan, dalam dua tahun, bisnisnya bisa menghidupi lebih dari 50 karyawan dan ratusan pemulung lainnya.
Tahun 2000, ia mendirikan Majestic Buana Group. Saat ini, ia telah bekerjasama dengan lebih dari 150 mitra pencacah botol plastik di berbagai daerah. Jika satu mitra mempekerjakan minimal 5 orang, setidaknya ada 750 yang terlibat dalam bisnis ini. Itu belum termasuk lapak pengepul dan pemulung. Karena usahanya ini, ia meraih penghargaan sebagai Wirausaha Terbaik pada ajang Dji Sam Soe Award 2009.
Setiap minggu, tiap mitra rata-rata menghasilkan 3 ton–5 ton cacahan plastik. “Dulu semuanya jual ke saya, tapi kini di daerah sudah ada buyer lain,” ujar pria yang hobi berburu ini. Jika ada mitra memasok cacahan plastik, ia mengambil margin Rp 500-Rp 1.000 per kilogram (kg) tergantung bahan baku.
Setiap minggu, tempat usaha Baedowy di Bekasi bisa menghasilkan 6 ton–10 ton cacahan plastik. Ini belum termasuk cacahan plastik yang dia peroleh dari mitranya.
Baedowy menjual 70% cacahan plastik ke China, sisanya dijual ke pasar lokal. Permintaan akan naik setiap Juni sampai Agustus. Sebaliknya, Desember sampai Februari, permintaan akan turun. “Kecenderungannya seperti itu,” katanya.
Baedowy juga ikut memberdayakan mitranya. Ia memberikan pelatihan dari nol sehingga mereka dapat memproduksi plastik gilingan sendiri. Baginya, komunikasi menjadi kunci dalam membangun hubungan baik dengan mitra.
Baedowy juga memproduksi mesin pencacah dengan aneka kapasitas. Dalam sebulan, ia bisa menjual dua mesin sampai tiga mesin dengan harga Rp 25 juta-Rp 36 juta per unit. Jika ingin melengkapi dengan alat tambahan, seperti sasis mesin, vanbelt, mesin pompa air sirkulasi, dan kunci, harganya Rp 33 juta - Rp 45 juta per mesin.
Melihat tingginya minat masyarakat pada bisnis pengolahan botol plastik, Baedowy kini membuat mesin untuk produksi skala rumah tangga. “Mesin ini nanti memakai tenaga listrik 750 watt dan dibanderol sekitar Rp 10 juta per unit,” katanya.
Selain menjalankan bisnis, Baedowy juga disibukkan oleh kegiatan mengajar dan menjadi pembicara di berbagai perguruan tinggi. Ia juga sedang melanjutkan pendidikan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB). “Sebagai pengusaha, pendidikan itu penting,” katanya.
Sampah Dimulai dari Rumah
Hampir setiap daerah selalu dihadapkan pada permasalahan sampah. Berdasarkan data Jenna Jambeck (2015), seorang profesor teknik lingkungan dari Universitas Georgia- AS, Indonesia menempati urutan kedua di dunia sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar yang dibuang ke laut dengan jumlah 187,2 juta ton.
Problem sampah di Indonesia ini, menurut Baedowy, akan selesai apabila setiap badan milik negara maupun swasta mengarah ke pemberdayaan masyarakat. “Harusnya perusahaan tidak hanya memberikan ikan pada masyarakat, tetapi juga kolam serta kailnya, sehingga dengan mengolah sampah, masyarakat punya penghasilan tambahan dan bisa mandiri,” ujarnya.
Menurut Baedowy sampah harus dikelola dari sumbernya, termasuk sampah rumah tangga. Namun sayangnya, sebagian besar masyarakat Indonesia belum peduli terhadap lingkungan. Karena itu, dibutuhkan edukasi yang butuh waktu. “Bayangkan, berapa banyak sampah plastik yang akan berkurang jika di setiap rumah memiliki mesin daur ulang sendiri, tidak perlu repot-repot dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA),” kata lelaki yang telah meraih penghargaan Industri Hijau Tingkat Nasional 2010 dari Kementerian Perindustrian itu.
Melalui program kemitraan yang selama ini dia prakarsai, Baedowy pun bertekad ingin membagikan ilmunya pada semua orang agar sampah bukan lagi menjadi masalah saat ini.
Sesuai dengan nama usahanya, yakni Majestic Buana yang berarti mengagungkan bumi, Baedowy ingin memuliakan bumi dengan mengurangi beban sampah plastik di muka bumi. Semoga langkahnya ini dapat diikuti yang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News