kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Menyisir kampung tas Bojong Rangkas, Bogor (bagian 3)


Jumat, 29 Maret 2019 / 11:15 WIB
Menyisir kampung tas Bojong Rangkas, Bogor (bagian 3)


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - BOGOR. Para perajin tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor sangat tergantung terhadap pasokan bahan baku tas. Hampir seluruh perajin menggunakan bahan baku utama berupa kain atau kulit dengan beragam motif dan tingkat kualitas.

Namun, pasokan bahan baku tas tidak selamanya selalu tersedia. Terlebih bah an baku tas dari lokal. "Bahan baku lokal sering kosong, dan kami kebanyakan memakai bahan baku tas impor," tutur Deni Mulyadi, pelopor perajin tas di Bojong Rangkas kepada KONTAN.

Ia kerap kali membeli bahan baku tas kain dan kulit dari Jakarta dan Bandung. Termasuk, juga beberapa pemasok untuk mengantisipasi kelangkaan bahan baku tas tertentu.

Hal sama juga dilontarkan Nuraini, pemilik gerai Artha Cahaya Karatuan sekaligus perajin tas. Ia mengakui kelangkaan pasokan bahan baku sering jadi kendala bagi usahanya.

Pasokan beberapa jenis bahan baku tas, terutama produksi dalam negeri kerap kurang. "Stok sering habis, meski saya datang langsung ke pabrik. Selain itu, harga bahan baku lokal lebih tinggi dari impor," keluhnya.

Sama seperti Deni, wanita yang akrab disapa Bu haji ini juga banyak mengambil pasokan bahan baku dari Jakarta dan Bandung. Jika bahan baku di Jakarta dan Bandung habis, barulah ia 'lari' ke Surabaya untuk mencari bahan substitusi.

"Bahkan kalau dimana-mana kosong dan barangnya enggak ada, saya pergi langsung ke China, ambil langsung di sana, kebetulan ada koneksi," kata Nuraini.

Untungnya persoalan bahan baku tidak membuat antar perajin tas saling bersaing satu sama lain. Menurut Nuraini maupun Deni, persaingan antar perajin maupun pemilik gerai tidak terlalu ketat.

Malahan antara satu perajin dengan perajin lainnya saling membantu dan berbagi order. "Justru kalau banjir order, saya membagi ke perajin lain. Siapa tahu mereka lagi sepi order," tutur Deni.

Para perajin di sentra yang terletak di tengah - tengah pemukiman penduduk ini bekerja setiap hari, mulai pukul 08.00 pagi hingga tengah malam sekitar pukul 12.00. Bahkan, jika sedang banjir orderan, mereka bekerja hingga dini hari, menjelang subuh.

"Kalau lagi sepi orderan, saya paling sampai jam 10 malam, kalau lagi ramai bisa sampai jam 3 pagi," ujar Jajat, salah satu perajin di Artha Cahaya Karatuan.

Yang lebih enak, para perajin tidak wajib mengerjakan pesanan di bengkel. Mereka masih bisa mengerjakan orderan di rumah masing-masing. Bahkan beberapa perajin ada yang mendapat bantuan mesin jahit dari pemilik gerai.

Para perajin juga mengerjakan orderan secara spesifik. Semisal, Jajat yang bertugas hanya sebagai penjahit tas saja. Perajin yang lain ada yang cuma mengerjakan bagian pola saja. "Sesuai bagian masing-masing," katanya.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×