kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Merajut keuntungan dari usaha sepatu rajut


Jumat, 18 Februari 2011 / 14:40 WIB
Merajut keuntungan dari usaha sepatu rajut
ILUSTRASI. Para perempuan kompak melakukan gaya hidup sehat untuk menurunkan resiko terkena kanker payudara


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Rajutan tak cuma pas di badan. Seni rajut pun kini sudah menyentuh kaki. Para produsen sepatu rajut di Semarang dan Bandung tak cuma melepas produknya di pasar lokal, tapi juga pasar ekspor. Omzet pembuat sepatu berbahan benang sulam ini bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan.

Sepatu bukan hanya berfungsi melindungi kaki. Kini, sepatu juga menjadi bagian penting dari fesyen. Beragam bahan alas kaki ini muncul di pasar. Termasuk sepatu rajut yang terbuat dari bahan benang sulam.

Salah satu produsen sepatu rajut adalah Wien K. Adrian. Menurut wanita asal Semarang ini, usaha sepatu rajut cukup menjanjikan, asal kreatif dan berinovasi.

Wien menjual produk sepatu rajutnya dengan harga antara Rp 25.000 hingga Rp 350.000 per pasang. Dengan harga ini, ia memperoleh omzet hingga Rp 70 juta setiap bulan. Bahkan sejak akhir 2010, dia sudah mulai mengirim produknya ke Jepang, Rusia, China, dan Belanda.

"Pemasaran ke luar negeri terbantu pameran internasional Kementerian Perdagangan," katanya. Sejak memulai usaha tahun 2005 hingga saat ini, Wien mempekerjakan lebih dari 100 karyawan. Selain toko Wien's Shoes di Semarang, ia pun membuka cabang di Cipulir, Jakarta Selatan.

Ide usaha ini timbul dari hobinya merajut. Berbekal pengalaman bekerja di bidang desain otomotif, Wien lebih kaya inovasi dan kreasi dalam hal desain. Ia pun mulai serius menekuni bisnis ini. "Apalagi bisa membuka lapangan kerja," ujarnya.

Menurut Wien, para pekerjanya sebagian besar ibu rumah tangga atau pelajar perempuan. "Keuntungannya pekerjaan ini bisa dilakukan di rumah," ungkap Wien. Jika pesanan sedang banyak, dia meminta secara khusus kepada para pekerjanya untuk mengerjakan dengan cepat dan tepat waktu.

Agar keunikan tetap terjaga tapi harganya terjangkau, Wien membuat aksesori dari limbah batik. Kayu-kayu yang dipakainya pun sebagian besar berasal dari limbah industri penggergajian. "Justru orang-orang luar negeri akan sangat menghargai bahan sisa karena memiliki sisi kreativitas tinggi," tegas Wien.

Melly Widantini juga melakoni usaha ini dari hobi. Ketika SD, ia sering melihat neneknya merajut. "Dari situ sampai sekarang saya suka menyulam, lumayan nambah pemasukan bulanan," kata pemilik Chee Lee Handmade di Bandung ini. Sekarang, ia dapat merajut omzet hingga Rp 35 juta per bulan.

Melly tidak hanya fokus pada sepatu. Ia juga menghasilkan produk lain, seperti tas tangan dan clutch berhias pita sulam. Dia menjual produk di harga Rp 50.000 hingga Rp 100.000. Sepatu yang paling banyak dicari adalah sepatu balita. "Karena lebih banyak variasi motifnya," ujar Melly.

Tahun 2010, Melly meluncurkan produk barunya berupa sepatu berhias rajutan. "Sekarang kan yang lagi musim sepatu lukis, saya coba menghilangkan kejenuhan itu. Biar lebih berseni, saya tambahkan rajutan. Kalau di Jepang rajutan ini selalu digemari," terangnya.

Melly melayani permintaan hampir dari seluruh Indonesia. Ia pun sedang menjajaki permintaan dari Jepang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×