Reporter: Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi
Olah raga futsal yang kian banyak peminatnya tak cuma mendatangkan keuntungan bagi pemilik lapangan. Usaha perlengkapan futsal, terutama bola, turut mencicipi gurihnya bisnis olah raga dalam ruangan ini.
Permintaan bola futsal belakangan ini kian ramai. Salah satu pengusaha bertutur permintaan bola futsal di pabriknya naik tajam pada tiga tahun terakhir ini. Bahkan ada yang sudah ramai selama lima tahun belakangan.
H.M. Irwan Suryanto, produsen bola futsal Triple S dari Majalengka, contohnya, merasa berjamurnya lapangan futsal di kota-kota besar menjadi faktor penyebab kian tingginya permintaan bola futsal di perusahaannya. Bahkan, pemain lama di bidang bola sepak ini mengaku, perbandingan produksi bola futsal dengan bola sepak bola, kini, mencapai 9:1. “Lapangan bola di Jakarta mungkin terbatas, tapi lapangan futsal bisa mencapai ratusan,” tutur pemilik PT Sinjaraga Santika Sport ini beralasan.
Maklum, kini, lapangan futsal sudah merebak hingga ke daerah. Klub atau komunitas futsal pun berkembang pesat. Para penggemar futsal sendiri yang akhirnya turut melebarkan pasar bagi bola futsal.
Pasar lain yang tak kalah menarik dari bola futsal adalah korporasi. Biasanya, korporasi memesan sejumlah bola futsal dalam rangka pertandingan yang diadakan oleh mereka.
Tak jauh berbeda dengan pengalaman Irwan, Dedih Supriyadi, pengusaha bola futsal asal Sukabumi menikmati derasnya permintaan bola futsal. Dia bilang, pesanan bola futsal juga datang dari berbagai daerah di luar Jawa. “Selain kota besar di Jawa, pengiriman bola kami sudah mencapai Sumatra, Sulawesi, hingga Merauke,” tambah produsen bola futsal berlabel Passport ini.
Pesanan bola futsal pun meningkat tajam dalam tiga tahun terakhir. Dedih yang merintis usaha sejak 2007 ini bertutur, kini pabriknya membuat hingga 2.400 butir bola setiap bulan.
Tak heran, omzet kedua produsen bola ini cukup menggiurkan. Sinjaraga Santika Sport milik Irwan, misalnya, mampu membukukan omzet Rp 100 miliar setiap tahun dari jualan berbagai bola. Adapun Dedih bisa mencetak omzet hingga ratusan juga per bulan.
Bola futsal produksi Irwan terbagi dalam dua kualitas: grade A dan grade B. Banderol harga bola mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per buah. Adapun Dedih membanderol bola futsalnya pada kisaran Rp 60.000–Rp 75.000 per bola. Perbedaan harga ini ditentukan oleh bahan bola.
Pada dasarnya, bahan bola futsal adalah poliuretan (PU) dan polyvinyl chlorida (PVC). Nah, bola dengan bahan PU relatif lebih mahal karena lebih empuk saat ditendang dan lebih ramah lingkungan. “Adapun bahan PVC cenderung keras saat ditendang dan sulit terurai jika sudah tidak dipakai lagi,” jelas Irwan.
Meski produsen bola futsal lumayan banyak, peluangnya masih terbuka lebar. Buktinya, Dedih masih bisa mereguk keuntungan yang lumayan tebal. “Margin usaha ini mencapai 30%,” kata dia.
Pada dasarnya pembuatan bola futsal sama dengan bola sepak. Perbedaannya hanya terletak pada berat tiap bola. Berdasarkan standar Federation Internationale de Football Association (FIFA), ukuran bola futsal adalah berdiameter 20 cm dengan berat sekitar 410 gram–440 gram. Selain itu, bola futsal dilapisi dengan busa dakron pada bagian dalamnya agar mudah menggelinding di lapangan dengan rumput sintetis atau lapangan indoor.
Proses pembuatan bola futsal pun tak jauh berbeda dengan bola sepak. Pertama, pola segi lima dibentuk di atas lembaran PU atau PVC dengan mesin cetak potong (cutting). Kemudian pola-pola tersebut dijahit dengan menggunakan tangan. Jahitan tangan diterapkan mengingat bahan PU dan PVC yang relatif keras jadi hanya bisa dijahit menggunakan tangan.
Irwan menyarankan, jika ingin kulit bolanya lebih awet dan bagus, bisa juga melalui tahap laminasi dengan bahan pelapis sejenis plastik agar kulit bola lebih bagus. Setelah tahap pelapisan atau pemotongan maka masuk ke tahap pengecatan atau marking.
Pada tahap ini, kulit bola di cat menggunakan tinta khusus untuk bahan PU dan PVC. Triple S sendiri menggunakan tinta buatan Jepang untuk dilekatkan pada material kulit bola berbahan PU karena alasan tinta lebih menyatu dan awet.
Tahap selanjutnya adalah perakitan. Di tahap ini, bola diberi lapisan busa dakron, atau ban dalam, agar bola lebih empuk dan berat agar bisa menggelinding di lapangan. Baru tahap penjahitan akhir serta pemompaan bola.
Setelah di pompa, bola wajib diuji coba terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bisa menggelinding sempurna. “Uji coba biasanya dilakukan dengan mesin tendangan,” jelas Irwan. Terakhir, sebelum dikirim bola-bola tersebut melalui tahap pembersihan dan pengemasan.
Lama pembuatan tiap bola rata-rata dua jam–tiga jam. Dedih bilang, kemampuan maksimal tiap karyawannya membuat enam bola per hari. Saat ini, dia mempekerjakan 20 pembuat bola. Adapun perakitan dilakukan oleh warga sekitar berjumlah sekitar 90 orang.
Begitu juga dengan Triple S yang diproduksi di Majalengka, dikerjakan oleh sekitar 150 karyawan pabrik dan tenaga rakitan lepasan sekitar 3.000 orang.
Beli mesin atau maklon
Jika ingin merintis usaha ini, para produsen menaksir modal yang dibutuhkan mencapai miliaran rupiah. Irwan, yang merintis usaha ini sekitar 18 tahun silam, memulai bisnisnya dengan modal Rp 300 juta. Kala itu modal tersebut digunakan Irwan untuk membeli lembaran bahan, peralatan menjahit bola, mesin potong, mesin rol, mesin tendang, dan mesin pompa.
Selain berinvestasi membeli mesin sendiri, Anda bisa merintis usaha ini dengan sistem maklun ke pabrikan bola futsal. Modal yang dibutuhkan pun jauh lebih minim.
Misalnya Dedih. Saat awal merintis dulu, dia hanya merogoh koceknya sekitar Rp 15 juta. Semuanya untuk membeli lembaran bahan saja. Memesan bola futsal dengan sistem maklon saat ini sudah jamak dilakukan. Pabrik Triple S maupun Passport kerap menerima pesanan bola dari merek lain, dari dalam maupun luar negeri.
Jika produk mengacu pada standar FIFA, maka mesin yang dipilih haruslah sesuai dengan standar induk organisasi bola sedunia itu. Hal itulah yang dilakukan oleh Irwan. Karena sudah mengantongi lisensi FIFA, semua mesin yang dia miliki dibeli dari produsen di Eropa, salah satunya Italia. “Nilai investasi mesin bisa sekitar Rp 2 miliar kalau saat ini,” terang Irwan.
Selain mesin buatan negara-negara Eropa, mesin produksi yang dirilis Pakistan bisa menjadi pilihan, mengingat negara itu merupakan pusat produksi bola sedunia. Jadi, mesin dari sana terbilang berkualitas baik.
Sejauh ini memang belum ada mesin produksi bola buatan lokal. Tapi, jika ingin menghemat, Anda bisa memakai mesin pemotong pola yang dirakit di dalam negeri, seperti milik
Dedih. Nilai investasi mesin buatan dalam negeri itu lumayan murah, cuma Rp 25 juta.
Bahan utama yang digunakan bola futsal adalah PU dan PVC. Bahan-bahan tersebut biasanya tersedia dalam bentuk lembaran besar dengan ukuran 40 meter persegi (m2). Harganya berkisar Rp 75.000 per m2.
Produsen bahan PU dan PVC saat ini terdapat di Semarang dan Tangerang. Dedih bilang bahwa Semarang dan Tangerang merupakan pusat produsen dan importir lembaran PU dan PVC di Indonesia.
Untuk keperluan pabriknya, Dedih membeli sekitar 1.000 m2 lembaran PU per bulan. Jika dihitung, total belanja bahan dan perlengkapan bola bisa mencapai Rp 100 juta hingga
Rp 200 juta. Sedangkan, benang yang digunakan untuk menjahit kulit bola merupakan benang nilon jenis guilmet.
Nilon jenis tersebut merupakan nylon yang biasa digunakan untuk bahan pembuatan jaring ikan. Produsen dan pemasok nilon semacam itu sudah banyak di Indonesia.
Soal keahlian yang dibutuhkan, keahlian dan pengetahuan di bidang pembuatan bola sepak atau bola futsal sangat diperlukan. Irwan dan Dedih bertutur alasan mereka terjun ke bisnis ini juga karena pengalamannya bekerja di pabrik pembuatan bola asal Korea di Indonesia. Kemudian, mereka menularkan keahlian ini kepada para karyawannya.
Jika Anda tidak memiliki pengetahuan tersebut, silakan, bisa merekrut mereka yang punya pengalaman dalam hal pembuatan bola sepak atau futsal. Sedang untuk urusan jahit-menjahit, Anda bisa mempekerjakan mereka yang memiliki keahlian menjahit.
Promosi yang dilakukan bisa melalui beragam cara dan bentuk. Saat ini, baik Irwan maupun Dedih, menempuh jalur promosi offline dan online. Saat awal merintis usaha bolanya, Irwan bilang, ia harus berkeliling dari satu toko olahraga ke toko yang lain. “Kini, karena sudah dikenal, para konsumen bola futsal pun berdatangan sendiri, dari dalam dan luar negeri,” ujar dia.
Selain berkeliling ke toko olahraga, Dedih juga mendekati klub dan komunitas yang sedang berlatih di lapangan. Dulu, Dedih rajin datang ke perlombaan untuk mengenalkan produknya. Agar calon konsumen makin percaya, dia memberi bola contoh tanpa bayaran. Kini, pesanan pun rutin mengalir ke pabriknya.
Pemasaran melalui internet juga cukup berpengaruh terhadap jualan mereka. Irwan dan Dedih bilang, klien dari luar negeri mengetahui nama mereka melalui situs yang mereka bangun. Hasilnya, kini klien ekspor Irwan sudah tersebar di lima benua. Dedih juga begitu, tiap bulan harus mengirim bolahingga Korea.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News