kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meski bisa mendatangkan untung tinggi, pasar prangko emas sangat terbatas.


Jumat, 04 Februari 2011 / 15:02 WIB
Meski bisa mendatangkan untung tinggi, pasar prangko emas sangat terbatas.
ILUSTRASI. Logo baru Instagram


Reporter: Dian Pitaloka Saraswati, Syamsul Ashar | Editor: Tri Adi

Prangko emas bisa jadi salah satu ajang investasi bagi para kolektor. Keunikan, jumlah yang sangat terbatas, dan kemilau harga emas membuat harga prangko emas ikut berkilat. Tapi ingat, karena penggemar sedikit, pasarnya tak likuid.

Mengoleksi prangko tua dan langka memang menjadi aktivitas menyenangkan bagi pelaku filateli. Aktivitas ini juga bisa menghasilkan imbal hasil maksimal.

Semakin unik suatu jenis prangko, semakin banyak peminatnya. Misalnya, keunikan dari sisi rupa atau wujudnya. Seperti berbentuk souvenir sheet atawa carik kenangan, sampul, carnet, hingga booklet.

Dari beragam prangko yang layak dikoleksi, ada beberapa jenis yang memiliki keunikan khas. Misalnya, prangko emas, replika prangko emas, dan prangko berbahan batu alam.

Prangko emas langka karena penerbitan prangko jenis ini memang sangat jarang. Biasanya, prangko jenis ini hanya diterbitkan sebagai simbol untuk memperingati peristiwa atau momen spesial.

Indonesia sendiri hanya menerbitkan lima prangko emas. Pertama, prangko edisi peringatan 45 tahun Indonesia Merdeka yang terbit pada 1995. Prangko ini terdiri dari tiga bagian. Prangko pertama bergambar lambang negara, yakni Burung Garuda. Prangko kedua bergambar foto mantan Presiden Soeharto. Dan, prangko ketiga bergambar anak laki-laki kecil dan bendera merah-putih.

Kedua, prangko emas dan replika prangko mantan Ibu Negara, Siti Hartinah (Tien) Soeharto. Prangko ini dicetak April 1997, tepat setahun setelah Ibu Tien wafat.

Prangko ini dibikin sebanyak 30.000 lembar dan merupakan replika prangko kertas Ibu Tien sendiri yang dibuat oleh PT Pos Indonesia. Ada sertifikat keaslian prangko ini yang dikeluarkan PT Pos. Namun, prangko emas ini tidak menyertakan bukti keaslian emasnya yang disebutkan mencapai 23 karat.

Ketiga, replika prangko Bung Karno. Prangko ini diluncurkan tahun 2001 untuk memperingati 31 tahun haul atau wafatnya Bung Karno. Adapun jumlahnya hanya 2.000 lembar. Semuanya disertai lampiran sertifikat keaslian dari Logam Mulia, divisi pengolahan emas PT Aneka Tambang Tbk.

Keempat, prangko Bung Hatta yang jumlah cetakannya lebih sedikit, yakni 500 lembar. Prangko ini dibuat untuk memperingati satu abad kelahiran wakil presiden pertama Indonesia ini yang jatuh pada tanggal 12 Agustus 2002.

Berat dan besarnya sama dengan prangko Bung Karno, yaitu 3 gram dengan tebal 0,1 milimeter. Harga jual perdana prangko Bung Karno adalah Rp 1 juta per lembar, sementara prangko Bung Hatta dihargai Rp 750.000 per lembar.

Kelima, prangko emas memperingati 50 tahun berdirinya Bank Indonesia (BI). Prangko ini terbit 1 Juni 2003. Sejatinya, jumlahnya mencapai satu juta set. Tapi, BI belum mengeluarkan semuanya ke pasar.

Setiap satu set terdiri atas dua prangko berbentuk miniatur uang nominal Rp 1.000 dan Rp 1.500. Adapun total beratnya mencapai 5 gram dengan kadar emas 24 karat yang bersertifikat Logam Mulia. Saat lelang perdana, harga dasar prangko ini sekitar Rp 5 juta.

Bank sentral akan mengeluarkan prangko-prangko unik ini pada lelang penggalangan dana untuk kegiatan sosial. Seperti membantu korban bencana alam dan kegiatan lainnya.

Biasanya, prangko emas ini menjadi buruan para kolektor. Adalah sebuah kebanggaan bagi seorang kolektor jika bisa memiliki salah satu jenis prangko emas. Bahkan, beberapa kolektor memiliki prangko emas lebih dari satu untuk jenis yang sama dan menjadikannya sebagai barang investasi.

Misalnya, kolektor prangko Samuel Tirta. Selama 30 tahun mengoleksi prangko, setidaknya ia telah memiliki lima prangko emas dari setiap edisi. “Karena batas pemesanan prangko emas pada penjualan perdana cuma lima,” kata Samuel yang masih menyimpan rapi prangko emas Ibu Tien, Bung Karno, dan Bung Hatta.

Samuel berniat menjadikan prangko ini sebagai alat investasi. Sebab, dari pengalamannya, beberapa kolektor prangko telah mengajukan penawaran harga yang menggiurkan.

Misalnya, prangko Ibu Tien yang dibelinya pada 16 April 1997 seharga Rp 275.000. Tiga tahun berselang, prangko tersebut telah ditawar dengan harga Rp 600.000 atau lebih dari dua kali lipat. “Saya rasa prangko tersebut bisa lebih tinggi lagi, apalagi harga emas terus naik,” kata Samuel, yang membeli prangko itu saat menjadi nasabah Bank Bali.

Memang, harga pasaran prangko replika emas ini cukup bervariasi. Berdasarkan beberapa iklan penawaran di toko online, harganya berkisar
Rp 1 juta-Rp 20 juta per lembar.


Tidak likuid

Tapi, sebagai barang collectable, hingga kini, tak ada harga patokan bagi prangko emas. Iwan Yulisetiawan, seorang kolektor yang pernah memiliki dua prangko emas seri Ibu Tien, bilang, salah satunya koleksi prangkonya bisa laku ia jual Rp 60 juta pada tahun 2001.

Namun, kesuksesan tersebut tidak bisa diulang Iwan saat dia kembali menawarkan prangko emas Ibu Tien yang kedua. Ia hanya bisa menuai hasil penjualan Rp 10 juta pada bulan Oktober tahun lalu. “Soalnya saya membutuhkan uang cepat waktu itu,” kilahnya.

Keberuntungan Iwan belum dialami oleh Roy, yang memiliki dua prangko emas Ibu Tien. Warga Jakarta ini telah menawarkan prangko ini seharga Rp 65 juta melalui forum Kaskus sejak dua bulan terakhir. “Kemarin sudah ada beberapa kolektor yang mengajukan penawaran, harga tertinggi baru sekitar Rp 20 juta, tapi belum kami lepas,” kata pria, yang mendapatkan prangko emas dari warisan orangtuanya.

Hal berbeda dialami Surya, pemilik prangko Bung Karno. Ia mengaku, telah menjual dua prangko Bung Karno dan Bung Hatta dengan harga masing-masing Rp 1,75 juta. Tapi, belakangan ia agak menyesal, karena ada yang berani menawar Rp 3 juta per set. “Karena saya tidak tahu berapa harga pasaran,” kata dia.

Menurut Luthfie, Kepala Bagian Pameran Perkumpulan Filatelis Indonesia, dari lima macam prangko emas yang beredar di Indonesia, prangko Ibu Tien kurang menarik ketimbang lainnya. Sebab, prangko ini tidak dilengkapi keterangan tentang berat dan kadar emas dari perusahaan pembuat emas. Yang ada hanya sertifikat keaslian. Karena itu, ia menilai harga prangko tersebut tidak bisa naik-turun mengikuti harga emas.

Prangko yang masuk kategori murni adalah prangko Bung Karno dan Bung Hatta. Nah, menurut pengamatan Luthfie, harga replika prangko Ibu Tien yang dibuat oleh desainer Malaysia, tak bergeser banyak. “Ini hanya replika bukan prangko emas murni, jumlahnya juga banyak,” katanya.

Luthfie, yang biasa menggelar lelang prangko ini, bilang, saat ini, tak banyak yang menjual atau mencari prangko emas. Otomatis, susah membentuk harga pasar yang wajar. “Harga prangko non-emas yang langka biasanya malah naik 10%–20% per tahun,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×