Reporter: Feri Kristianto | Editor: Tri Adi
Sering disebut sebagai bunga kuburan, tanaman kamboja mulai naik kelas. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman yang bunganya bernilai tinggi. Permintaan dari luar negeri cukup banyak. Tapi, belum banyak yang membudidayakannya.
Para penyuka tanaman tentu tidak asing dengan bunga kamboja. Bunga yang biasa disebut plumeira, kadang juga dijuluki frangipani, ini memiliki ciri khas: bunga berwarna putih dan di tengahnya ada warna kuning. Meski masih sekeluarga dengan bunga kamboja jepang atau adenium, perbedaannya terletak pada ukuran bunga yang lebih besar.
Di Pulau Jawa, pohon kamboja, khususnya kamboja berbunga putih (Plumeira alba), masih dipandang sebelah mata. Sebab, kebanyakan tanaman ini tumbuh di kuburan. Tidak jarang, orang menyebutnya sebagai bunga kuburan.
Tapi, siapa sangka, tanaman asal daratan Amerika Tengah ini ternyata tidak sekadar menyimpan keindahan dan keharuman. Bunganya yang telah dikeringkan, lantas ditumbuk halus, banyak dipakai sebagai bahan baku wewangian, kosmetik, industri kerajinan dupa, spa, serta teh herbal.
Bunga kamboja juga dipercaya memiliki banyak khasiat penyembuhan. Misalnya, meredakan demam, menghentikan batuk, melancarkan air seni, menghentikan mencret karena disentri, mencegah pingsan karena hawa panas, dan menghilangkan sembelit.
Jangan heran, beberapa pembeli dari luar negeri mencari bunga kamboja kering ini. “Sejak beberapa tahun belakangan ini, permintaan dari negara lain cukup banyak,” kata Amin Widia, Direktur CV Sinar Surya, pengusaha bunga kamboja kering di Surabaya, Jawa Timur.
Beberapa pembeli berasal dari China, Taiwan, dan Korea Selatan. Tapi, pembeli dari China biasanya paling getol mencari bunga kamboja ini. Kabarnya, masyarakat China sangat menggemari racikan bunga kamboja asal Indonesia lantaran kandungan airnya kurang dari 10%. “Negara Kamboja sebenarnya juga mengekspor ke China, tapi orang China lebih suka barang dari Indonesia,” kata Amin.
Sekarang ini, pengiriman kamboja kering Indonesia ke China bisa mencapai 20 ton–30 ton per bulan. Bahkan, sering permintaannya lebih dari itu. Negara Tirai Bambu diperkirakan membutuhkan hingga ratusan ton bunga kamboja kering per bulan. Itu baru belum termasuk kebutuhan di Taiwan, dan Korea Selatan.
Permintaan yang tinggi itu membuat harga bunga kamboja kering terus melambung. Saat ini, tiap kilogram (kg) kamboja kering dihargai Rp 25.000–
Rp 35.000. Para pengepul dan petani umumnya mendapat margin keuntungan 10%–15%. “Sekarang ini harga sedang bagus-bagusnya,” ujar Hendri Sunandar, petani bunga kamboja di Pasuruan, Jawa Timur.
Budidaya masih minim
Ironisnya, di saat permintaan dan harga sedang bagus, pengusaha tidak bisa memenuhi kebutuhan. Sebab, sebagian besar masih mengandalkan jasa pengepul. Sementara, pengepul juga mendapat pasokan dari petani-petani di wilayah di Mojokerto, Probolinggo, Pasuruan, Bangil, Malang, dan Bali.
Alhasil, ketika petani tidak bisa memanen bunga kamboja akibat hujan mengguyur sepanjang tahun, pasokan menjadi seret. “Sekarang, saya tidak mendapat pasokan lantaran stok bunga di petani sudah habis. Tanaman sedang tidak berbunga,” ujar Eka Mahardika, pengepul di Gianyar, Bali.
Pasokan yang tidak pasti ini mengakibatkan sebagian permintaan dari Taiwan dan Korea Selatan tidak bisa dipenuhi. “Akhirnya, kerjasama sama dengan pembeli di luar negeri hanya terjadi kalau ada barang, tidak berani menjanjikan ada barang,” sambung Amin.
Repotnya, belum banyak orang yang membudidayakan kamboja ini untuk keperluan ekspor. Padahal, “Penanaman kamboja sangat mudah, tinggal ditanam batangnya langsung bisa hidup,” tutur Hendri.
Hendri mengaku, sejak tahun lalu telah membudidayakan sekitar 5.000 pohon kamboja di lahan seluas dua hektare di Pandaan, Jawa Timur. Untuk budidaya ini, ia menggandeng masyarakat di sekitar Pandaan sebagai pemilik lahan. Ia memasok pohon kamboja berukuran dua meter buat ditanam. “Sistemnya, untung dari penjualan dibagi fifty-fifty,” katanya.
Hanya, tingkat keberhasilan budidaya ini tidak bisa dipastikan. Tahun ini, misalnya, harapan untuk memanen gagal total. Sebab, hampir sebagian besar tanaman kamboja di Pandaan dimakan rayap. Setelah dievaluasi, penyebabnya adalah sistem tanam tidak memperhatikan jarak antar-tanaman. “Namanya saja masih baru pertama kali. Sekarang saya sudah tahu, bagaimana cara terbaik menanam,” terang Hendri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News