Reporter: Revi Yohana | Editor: Tri Adi
Menjadi produsen tas dan dompet berbahan rotan sejak tahun 2001, Panut Mulyowiyoto kini sukses meraup omzet hingga ratusan juta rupiah. Selain di dalam negeri, ia juga mengekspor produknya hingga ke Jepang, Korea, dan Iran.
Bagi Panut Mulyowiyoto, rotan sudah menjadi ladang penghidupan. Berkat usaha pembuatan tas dan dompet berbahan dasar rotan, Panut kini menjadi jutawan.
Panut sudah menjadi produsen tas dan dompet berbahan rotan sejak tahun 2001. Sebelum membuka usaha ini, ia pernah bekerja di berbagai bengkel pembuatan furnitur dari rotan. Profesi itu ditekuninya selama 1990-2010.
Pengalaman selama bekerja itu membuatnya semakin menguasainya keterampilan mengolah rotan. Setelah mengetahui cukup banyak seluk-beluk pembuatan rotan, ia pun memutuskan membuka usaha sendiri.
Namun, ia tidak tertarik untuk memproduksi furnitur dari rotan. Ia melihat, selain furnitur, masih banyak peluang lain dari produk olahan rotan.
"Saya kemudian mendapat ide untuk menjadikan rotan sebagai bahan pembuat tas dan kerajinan tangan yang unik," ujar Panut yang kini berusia 43 tahun.
Bisnis ini dirintisnya dengan mendirikan bendera usaha bernama Anggun Rotan di Bantul, Yogyakarta. Pilihannya untuk menekuni usaha pembuatan tas dan dompet dari rotan ternyata tidak salah.
Terbukti, produknya mendapat respons positif dari pasar. Tidak saja di dalam negeri, ia juga mengekspor produknya hingga ke Jepang, Korea, dan Iran.
Bahkan, komposisi ekspor mencapai 60% dari total penjualannya saat ini. Sementara 40% sisanya dipasarkan di dalam negeri, seperti Jakarta, Bali dan Bandung.
Dengan jangkauan pasar yang luas, kapasitas produksinya saat ini mencapai 2.000 produk per bulan. Produksi sebanyak itu dibantu 42 orang karyawan.
Produksi tasnya cukup beraneka ragam, mulai dari tas belanja hingga tas pesta. Selain tas, ia juga menjual aneka dompet berbahan dasar rotan.
Panut bilang, saat ini dirinya telah memproduksi sekitar 250 model tas dan dompet wanita. Sebagian besarnya produknya membidik kalangan remaja putri hingga wanita dewasa.
Produk-produknya tersebut dibanderol mulai Rp 40.000 hingga Rp 200.000 per item. Dengan jumlah produksi sebanyak itu, Panut berhasil mengantongi omzet sekitar Rp 75 juta hingga Rp 100 juta per bulan. "Kalau pembeli lagi ramai, omzet saya bisa mencapai Rp 150 juta per bulan," ujar Panut.
Atas usahanya ini, Panut pun pernah dianugerahi penghargaan. Tahun 2010, misalnya, ia pernah mendapat penghargaan dari Kementerian BUMN dalam lomba produk UKM binaan BUMN di seluruh Indonesia.
Saat itu, ia memperoleh penghargaan Best Fashion and Accessories. Hingga saat ini, Panut memang tercatat sebagai binaan PT Pertamina.
Kendati sukses dan berhasil menyabet penghargaan, bukan berarti bisnisnya sama sekali tidak menemukan kendala. Salah satu hambatan yang sering dihadapinya adalah kendala bahan baku.
Kendala itu sudah dirasakannya sejak lama, terutama setelah pemerintah melegalkan ekspor bahan baku rotan. Sejak keran ekspor rotan dibuka, kata Panut, para perajin rotan di dalam negeri kerap mendapat pasokan rotan berkualitas rendah.
"Tapi syukurlah per Januari tahun ini ekspor rotan tak lagi dilegalkan," ujarnya. Ia berharap, kualitas rotan yang dipasarkan kepada perajin lokal lebih baik dengan harga terjangkau.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News