kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasar Bunga Kayoon: Yang tertua yang tetap semerbak (1)


Selasa, 25 Januari 2011 / 12:34 WIB
Pasar Bunga Kayoon: Yang tertua yang tetap semerbak (1)


Reporter: Rivi Yulianti | Editor: Tri Adi


Pasar Bunga Kayoon adalah pusat penjualan bunga tertua di Kota Surabaya. Mengalami puncak kejayaan pada tahun 1990 sampai 1997, sentra ini terus berkembang seiring dengan kemajuan Kota Pahlawan menjadi kota metropolitan. Di masa emasnya, omzet pedagang di Pasar Kayoon bisa sampai Rp 100 juta per bulan.

Bandung memang terkenal sebagai Kota Kembang. Namun, sentra bunga segar terbesar dan terlengkap di Indonesia bukan di Bandung, melainkan di Surabaya, persisnya di Jalan Kayoon.

Sepanjang jalan yang mencapai 300 meter itu, ratusan kios bunga berjajar di kanan kiri jalan. Tapi, banyak juga pedagang bunga segar yang ada di dalam Pasar Kayoon seluas kurang lebih dua hektare.

Pasar Kayoon mulai tersohor sebagai sentra penjualan bunga sejak 1985. Saat itu, baru lima pedagang yang berjualan di situ. Walaupun sedikit, pasar ini terkenal karena menjual pelbagai jenis bunga secara lengkap dan berkualitas.

Kala itu, pasokan bunga hampir seluruhnya didatangkan dari Kota Batu, Malang. Merebaknya bisnis bunga ini membuat banyak petani apel di Malang berpindah bertanam bunga, seperti bunga gladiol, krisan, mawar, aster, dan kenikir. Bunga-bunga segar ini dipasok saban seminggu sekali pada Jumat, Sabtu, atau Minggu.

Perkembangan Surabaya menjadi kota metropolitan juga mendorong peningkatan bisnis bunga. Berdirinya gedung instansi pemerintah dan swasta menjadi awal dari semerbaknya keuntungan usaha penjualan bunga segar. "Orang saling berkirim bunga saat Idul Fitri, Natal, Tahun Baru, dan Imlek," ujar Sutari, pedagang di Pasar Kayoon.

Sutari melanjutkan usaha orangtua yang dimulai pada 1985. Ia menuturkan, hampir 90% permintaan bunga datang dari instansi pemerintah atau perusahaan.

Menginjak tahun 1990-an, konsumen bunga tidak hanya didominasi oleh instansi pemerintah dan perusahaan. Bunga juga mulai menjadi kebutuhan perorangan seiring dengan mulai populernya bahasa bunga.

Itu sebabnya, perayaan hari-hari besar keagamaan menjadi momen bagi penjual bunga di Pasar Kayoon mendulang untung. "Saat itu, omzet bisa melonjak hingga lima kali lipat dibanding bulan biasa," ungkap Sutari.

Jumlah pedagang di Pasar Kayoon bertambah menjadi sekitar 50-an pada tahun 1990-an. Semua masih terpusat di dalam pasar. "Persaingan antar pedagang masih lunak, karena belum banyak pedagang yang menjual komoditas ini," ujar Sutardi, pedagang bunga lainnya di sentra itu.

Karena itu, tahun 1990 hingga 1997, boleh dibilang merupakan masa kejayaan pedagang bunga di Pasar Kayoon. Ketika itu, karangan bunga mendominasi penjualan para pedagang.

Untuk membuat satu karangan bunga, pedagang membutuhkan sekitar lima jenis bunga. Kala itu, Sutardi membeli setiap kuntum bunga dengan harga Rp 150 sampai Rp 1.000, tergantung jenisnya. Tetapi, setelah menjadi rangkaian, bunga-bunga itu bisa bernilai Rp 100.000 hingga Rp 500.000.

Sutari mengatakan, dalam sehari, minimal datang lima pesanan. Dengan begitu, omzet pedagang di Pasar Kayoon di masa keemasan itu bisa mencapai Rp 75 juta hingga Rp 100 juta per bulan.

Tapi, sekarang, Dian Herlinasari, pedagang lain di Pasar Kayoon mengungkapkan, dalam seminggu pesanan yang datang rata-rata hanya tujuh saja. "Kebanyakan minta rangkaian bunga ucapan dari anggrek, mawar dan gladiol," tuturnya. Rangkaian bunga itu dijual Rp 500.000 sehingga omzet per bulan Rp 15 juta.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×