kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Peluang cireng ternyata masih saja mentereng


Jumat, 29 Maret 2019 / 10:00 WIB
Peluang cireng ternyata masih saja mentereng


Reporter: Elisabeth Adventa, Hikma Dirgantara, Venny Suryanto | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Camilan Aci digoreng atau cireng merupakan kuliner asli Indonesia. Beberapa tahun lalu, camilan khas Jawa Barat ini sempat jadi primadona. Penganan ini banyak dijajakan di kelas kaki lima hingga kemasan praktis.

Faktor itulah yang membuat penjaja cireng melihat peluang bisnis yang besar. Sejak 2012, para pelaku usaha cireng mulai mengembangkan ekspansi bisnis lewat cara kemitraan usaha.

Setelah hampir tujuh tahun berjalan, menarik untuk menyimak lagi potensi kemitraan usaha dari camilan khas tersebut. Apalagi saat ini sudah begitu banyak bertebaran ragam camilan. Baik itu yang bertema tradisional atau yang mengusung konsep kekinian. Berikut ulasannya.

- Cireng Moncrot

Kemitraan usaha cireng besutan Didit Rahadiansyah asal Tangerang Banten ini berdiri awal 2015. Cireng Moncrot langsung menawarkan kemitraan enam bulan kemudian. Saat diulas KONTAN Maret 2018, Cireng Moncrot sudah memiliki 32 gerai yang tersebar di Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi. Kini, jumlah gerainya bertambah menjadi 50 gerai.

Meski kondisi ekonomi belum menentu, pasar cireng masih menjanjikan. "Berawal dari buka reseller, lama-lama banyak pelanggan yang minta kemitraan," kata Didit.

Paket investasi yang ditawarkan Cireng Moncrot masih sama, Rp 10 juta dan paket Rp 17 juta dengan mendapat ragam fasilitas untuk berjualan cireng. Mitra ditargetkan dalam satu hari bisa menjual 100 sampai 150 cireng agar bisa mencapai balik modal sekitar 3,5 bulan. Biasanya, mitra yang menjalankan usahanya sendiri bisa mencapai target ketimbang yang menitipkan gerai ke orang lain.

Agar mampu bertahan di tengah munculnya pelaku usaha cireng baru, Cireng Moncrot berinovasi di varian rasa. Jika dulu terdapat tujuh varian isian rasa, kini sudah ada delapan varian isian rasa. Antara lain ayam asam manis, baso balado, keju susu, sapi lada hitam, sosis mayo pedas, tuna sambalado, ayam teriyaki dan rendang. "Kami rutin membuat inovasi rasa baru agar konsumen tidak bosan," ujar Didit.

Langkah lainnya adalah memanfaatkan pesan antar online yang ada di GoFood (Gojek) dan Grab food (Grab). Hasilnya pun cukup menjanjikan. Sekitar 25% dari total omzet didapat dari pesanan online. Inovasi ini dilakukan Cireng Moncrot demi menjangkau konsumen lebih luas.

Adapun kendala dari bisnis ini yang utama adalah justru dari tingkat keseriusan mitra dalam berwirausaha. Ada yang menganggap kemitraan sebagai bisnis serius. Ada pula yang menganggapnya sebagai bisnis sampingan.

Untuk itu, Didit terus melakukan pendekatan personal untuk terus memotivasi dan mendiskusikan soal persoalan yang dihadapi setiap gerai. Tak jarang, ia mendatangi langsung gerai mitra untuk terus memberi semangat dan memberi solusi usaha.

Melihat pasar yang masih menjanjikan, tahun ini Didit menargetkan 70 gerai Cireng Moncrot baru bisa berdiri di beberapa kota di luar Jabodetabek. Saat ini ia tengah menyiapkan sistem kemitraan usaha Cireng Moncrot bagi mitra di luar Jabodetabek. Ini untuk mengatasi persoalan ongkos kirim yang mahal dan solusi perhitungan bisnisnya.

- Cireng Salju

Pelaku bisnis cireng lainnya adalah Najib Wahab yang mengusung merek Cireng Salju. Berdiri sejak 2011 silam, Cireng Salju saat ini telah berbentuk PT Bonju Indonesia pada pertengahan 2015. Sistem kemitraan yang diusung yaitu sistem distributor, agen, dan reseller.

Tahun 2016 saat diulas KONTAN, Bonju Indonesia mempunyai 40 distributor, 600-an agen dan ribuan reseller. Awal 2019, jumlah tersebut tidak mengalami perkembangan signifikan.

Rupanya, perusahaan ini tengah fokus pengembangan produk. Jadi tidak hanya di produk cireng saja, tapi juga ada yang lainnya. "Selain Cireng Salju, kami juga ada Cuanki Salju, Cilok Salju dan Sosis Salju," katanya.

Sistem order Cireng Salju sendiri mengalami perubahan dibanding sebelumnya. Kini para distributor minimal harus order 250 bungkus. Untuk para agen minimal 100 bungkus dan reseller bisa memesan di bawah pesanan agen.

Dari segi harga, Cireng Salju juga tidak mengalami perubahan harga sejak terakhir kali diulas KONTAN. Untuk harga cireng masih berada di kisaran Rp 20.500–Rp 21.000 per bungkus untuk harga agen. Sedangkan harga distributor kisaran Rp 11.500–Rp 12.000 per bungkus.

Najib mengaku tidak banyak mengalami kendala berarti dalam pengembangan bisnis. Salah satu kendala klasik yang kerap kali ia masih alami adalah sumber daya manusia. Terkadang ia cukup kesulitan mencari tenaga kerja yang punya kualitas mumpuni untuk menopang perkembangan bisnisnya. Meski demikian ia bersama timnya mengaku masih bisa mengendalikan masalah ini.

Setelah fokus terhadap pengembangan produk, tahun ini Najib kembali memfokuskan pada sektor produksi dan jaring distribusi. Dalam waktu dekat pabrik produksi cireng terbaru bakal berjalan. Ini bisa mendongkrak jumlah produksi cireng yang pada akhirnya akan meningkatkan volume distributor, agen dan reseller.

Ia juga akan membuka layanan ready to eat atau makan di tempat. Untuk layanan ini, ia akan memilih distributor Cireng Salju yang mempunyai tempat dan kemampuan. Sebab, nantinya si distributor bakal menjadi tempat titik kumpul para distributor lainya serta menjadi gudang penyimpanan produk cireng Salju dan varian lainnya. "Kami juga menargetkan bisa menambah setidaknya 10 distributor pada tahun ini," harapnya.

- Cireng Rampat

Pelaku usaha lainnya adalah Ani Rochaeni pemilik Cireng Rampat. Usaha cireng yang berpusat di Bandung ini sudah berjalan sejak tahun 1992 dan menawarkan kemitraan pada tahun 2006.

Berbeda dengan pemain lainnya, jumlah kemitraan Cireng Rampat malah berkurang. Saat KONTAN ulas Mei 2016 lalu, jumlah mitra yang terdaftar sekitar 75 mitra di sekitar Bandung, Bogor, Jakarta, dan Tangerang.

Saat ini hanya 50 mitra yang bertahan, selebihnya banyak mitra yang menutup gerainya. "Gerai milik pusat sekitar 20 gerai," kata Ani.

Penyebab utama karena ada mitra yang beralih ke usaha yang baru, atau kurang optimal dalam memasarkan gerai cirengnya. Maksudnya, ada juga mitra yang sudah menyerah untuk berbisnis gerai camilan tersebut.

Meski jumlah mitra terus menurun, Cireng Rampat tetap gencar menawarkan kemitraan. Kini, ada dua paket yang ditawarkan yakni paket Rp 1,5 juta dan Rp 6,5 juta. Paket Rp 1,5 juta diperuntukan bagi mitra di sekitar Bandung. Sedangkan untuk mitra di luar Bandung paketnya sebesar Rp 6,5 juta.

Saat ini Cireng Rampat menyediakan 12 varian rasa diantaranya ayam, sapi, sosis bakso, keju, teriyaki, kornet, dan lainnya. Ia sengaja memilih cireng rasa gurih, karena camilan ini memang tidak cocok untuk varian rasa manis.

Adapun banderol harga cireng Rampat adalah mulai dari Rp Rp 3.500 sampai Rp 5.000 per potong. Ia sendiri membebaskan mitra menentukan harga jual cireng.

Dalam sehari gerai Cireng Rampat bisa menjual 70 hingga 120 cireng, dengan omzet Rp 3 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Kendala utama bisnis ini adalah mulai banyak pebisnis cireng lain yang meniru labelnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×