Reporter: Marantina | Editor: Dupla Kartini
Beginilah yang namanya berbisnis. Tatkala pemainnya banyak, sementara pengunjungnya relatif tetap, persaingannya menjadi lebih ketat. Itulah yang terjadi di sentra guci keramik Pasar Bawah, Pekan Baru.
Falka, salah seorang pedagang di sentra guci keramik Pasar Bawah menceriterakan, sejak lokasi tersebut dijadikan Pasar Wisata, pengunjungnya memang menjadi lebih ramai, termasuk tamu-tamu dari kalangan pelancong luar daerah.
Namun demikian, jumlah pedagang guci di Pasar Bawah yang juga kian bertambah banyak. Di satu sisi, ini membuat pasar menjadi lebih ramai. Namun, persaingan juga menjadi semakin ketat. Maka, masing-masing pedagang harus pandai mengatur strategi untuk bersaing menggaet konsumen.
Kata Falka, untuk mempertahankan pelanggan, ia mengutamakan pelayanan. Soalnya, kalau dari sisi produk, hampir semua kios menjual guci yang serupa. "Tidak ada produk yang hanya dijual di satu kios. Spesialisasi produk tidak bisa dilakukan di sini," tutur Falka. Ini bisa dimengerti. Soalnya, rata-rata mereka mendapatkan produk dari pemasok yang sama.
Dengan pelayanan yang baik, Falka berharap, ia bisa mengikat para pelanggannya. Yang ia lakukan, ia berusaha membuat pembeli nyaman. Misalnya dengan memberikan berbagai informasi mengenai guci keramik dan cara-cara pemeliharaannya. Soalnya, warna guci bisa pudar kalau tidak dirawat dengan benar. "Guci tidak perlu dibersihkan dengan pembersih berbahan kimia. Cukup dengan lap basah saja," ujarnya.
Strategi lain tentu saja harga. Lantaran ragam model dan bentuk guci yang dijual sama, maka untuk menarik pembeli, para pedagang berusaha menekan harga jual. Maka, tingkat margin masing-masing berbeda.
Seperti diceriterakan Rizky untuk guci keramik tertentu yang ukuran kecil, ia berani menurunkan harga hingga Rp 200.000. Pria 37 tahun ini mengaku, ia tidak berani mengambil keuntungan dalam jumlah yang banyak agar penjualan lancar. “Biasanya saya hanya ambil untung Rp 200.000 dari satu guci,” klaimnya.
Seperti telah ditulis sebelumnya, Rizky membanderol harga guci mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 12 juta tergantung dari ukuran maupun keunikan masing-masing.
Yang pasti, di tengah-tengah persaingan yang ketat, pengetahuan mengenai guci juga penting sehingga bisa menjelaskan banyak hal kepada pembeli.
Menurut Falka, kebanyakan orang Indonesia menyukai guci-guci asal Cina dibanding dengan guci buatan lokal. Maklum, selain motif dan warna lebih beragam. Kualitas guci buatan Tiongkok, dinilai lebih bagus.
"Apalagi, guci asal Cina yang kami jual di sini, harganya lebih murah dibanding di luar Pekanbaru," kata Falka. Maka ia berharap, pelanggannya terus akan bertambah. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News