Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Havid Vebri
Para pengusaha dupa di Desa Bedalisodo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang masing-masing sudah memiliki pelanggan tetap di Bali. Pencarian pelanggan sudah mereka rintis sejak sebelum terjun ke usaha ini.
Seperti dilakukan Syahrul Imron, salah seorang pengusaha dupa. Ia mengaku, sebelum terjun ke usaha ini, sudah melakukan penjajakan pasar. "Saya datang langsung ke Bali guna mencermati berapa banyak permintaan dan kebutuhan pasar akan dupa," jelas pria yang akrab disapa Imron ini.
Ia juga langsung mencari pengusaha dupa di Bali yang akan diajak bekerjasama.Mitra kerjasama ini penting karena ia hanya memproduksi dupa setengah jadi. Oleh mitranya di Bali, dupa tersebut diolah lagi sampai siap jual. “Mereka yang memberikan variasi aroma dan proses kemasan,” ujar Imron.
Berbeda dengan Imron, Sukemi sudah memiliki jaringan pemasaran yang dia bangun saat dia masih menjadi buruh dupa di salah satu perusahaan di sana. “Banyak yang sudah kenal saya, nanti kalau ada yang butuh mereka pasti hubungi saya lewat telepon,” ujarnya.
Kadang, ada juga pelanggan baru yang sengaja datang ke tempatnya. Lantaran sudah memiliki pelanggan tetap, persaingan usaha di antara mereka tetap sehat.
Untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, kadang mereka justru saling meminjam hasil produksi. “Saling pinjam itu biasa, yang penting kasih harga yang cocok,” ujarnya.
Biasanya, dupa yang dipinjamkan kepada sesama pengusaha dihargai lebih murah sekitar 5%-10% dari harga normal. Sistem ini dipertahankan untuk terus menjaga kelangsungan bisnis dupa di sana
Masalah justru datang saat musim penghujan tiba. Soalnya, bila musim hujan proses pengeringan dupa menjadi lama. Maklumlah, mereka masih mengandalkan panas matahari untuk mengeringkan dupa.
Menurut Imron, kalau cuaca mendung apalagi hujan, butuh waktu tiga hari hari lebih untuk mengeringkan dupa. "Padahal kalau lagi cerah cuma butuh satu hari saja,” jelas Imron.
Untuk mengatasi kendala cuaca tersebut, biasanya mereka memaksimalkan produksi di kala musim kemarau. Sehingga, mereka mempunyai stok untuk memenuhi kebutuhan di awal tahun yang bertepatan dengan musim penghujan.
Namun, cara ini kadang menimbulkan masalah juga. Seperti tahun lalu saat mereka menyetok dupa dalam jumlah banyak ketika musim kemarau.
Akibatnya, stok dupa melimpah, sementara permintaan pasar biasa-biasa saja. Alhasil, mereka pun kesulitan memasarkan dupa dalam jumlah banyak itu.
Selama ini, seluruh produksi dupa dari desa ini hanya dipasarkan ke wilayah Bali saja. Permintaan dupa dari Bali biasanya baru melonjak ketika ada perayaan umat Hindu.
Ketika ada momen-momen hari besar umat Hindu itulah biasanya stok dupa habis terserap pasar. Kondisi ini memang kurang menguntungkan bagi pengusaha dupa. Soalnya, stok barang harus disimpan agak lama, sehingga perputaran uang menjadi terhambat.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News