kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perlu ritual khusus dalam produksi barong (3)


Selasa, 27 Oktober 2015 / 14:20 WIB
Perlu ritual khusus dalam produksi barong (3)


Reporter: Rani Nossar | Editor: Tri Adi

Para perajin barong di Desa Batuan, Sukawati, yang saat ini masih membuat barong umumnya adalah generasi kedua. Melanjutkan usaha sang ayah, mereka pun kini mulai menurunkan keahliannya kepada anak-anaknya. Sebab sebagai benda sakral, proses pembuatan barong harus mengikuti aturan ritual-ritual yang ada sejak dulu.

Sentra produksi barong di Banjar Puaya, Desa Batuan, Sukawati sudah berdiri sejak puluhan tahun silam. Setiap hari para perajin membuka toko yang lokasinya di depan rumah masing-masing. Biasanya mereka tutup hanya ketika hari raya Galungan atau Kuningan

Suasana sentra di sana seperti perkampungan di Bali pada umumnya. Suasananya terasa damai dan banyak juga terdapat tempat ibadah yang di depannya digunakan sebagai sanggar tari. Setelah puas melihat pembuatan barong, para pelancong bisa mampir ke pura sambil melihat anak-anak kecil berlatih menari Bali.

Para perajin barong ternyata banyak mendapatkan keterampilan dari berguru dengan sesepuh yang sama. Sehingga tidak heran jika di sini ada guru, murid, dan teman seperguruan menjual produk yang sama, dengan pola yang hampir mirip.

Namun, mereka tidak pernah menganggap satu sama lainnya sebagai kompetitor. Misalnya Wayan Reka, meski sudah sepuh, ia tidak pelit membagi ilmunya kepada anak muda atau tetangga yang mau belajar membuat barong. Kemudian, anak muridnya mengajarkan kepada kawannya, dan seterusnya. Untuk urusan bahan baku mereka juga saling merekomendasikan tempat mana yang bisa dituju.

Untuk urusan pembuatan barong Bali ternyata tidak hanya asal buat. Ketut Arya Sutana menyampaikan, meski sebagian besar barong buatannya untuk kepentingan pentas dan jarang digunakan di pura, tapi semua tetap terikat dengan rumusan yang ada dalam agama Hindu.

Misalnya, kayu yang ditebang harus dekat dengan pemakaman, serta harus melakukan ritual-ritual sebelum pengerjaan barong. "Ya mau tidak mau harus begitu, sudah aturannya. Karena ini kan benda sakral, jadi tidak boleh sembarangan," kata Ketut yang ketika itu sembari memasang rambut barong.

Setelah semua komponen selesai dibuat, barong-barong tersebut lantas digantung di teras rumah. Sejak dua tahun belakangan, Ketut juga membuat barong ukuran kecil yang dikhususkan untuk anak-anak. Ia membuat barong kecil berukuran 130 cm−150 cm.

Biasanya barong kecil ini dikirim ke sanggar-sanggar tari untuk belajar tari barong. Ia bilang, hal ini dilakukan agar generasi sekarang mengerti dan paham akan budayanya dan tidak hanya bisa menonton.

Sebab, selama ini baik pembuat dan penari yang berada di dalam barong itu kebanyakan sudah tua, atau kakek yang sudah bercucu banyak. Ketut sendiri adalah generasi kedua. Dia sengaja melibatkan anaknya yang masih SMP dalam proses pembuatan barong agar bisa meneruskan keahlian membuat barong kepada generasi penerus.

Barong anak-anak dia jual sekitar Rp 10 juta per unit. Sedangkan topeng dijual berkisar Rp 85.000-Rp 350.000 per unit. Jika ada kerusakan setelah konsumen membeli, Ketut juga bersedia membetulkan secara cuma-cuma. Asal, ada bukti pembayaran jika dulu pelanggan pernah beli barong di tempatnya. Meski konsumen membelinya dua tahun atau lima tahun yang lalu.    

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×