Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi
Perajin lampion makin sibuk menjelang peringatan Tahun Baru China atawa Imlek. Lentera hias khas China itu semakin banyak dipesan pemilik pusat belanja dan tempat-tempat hiburan untuk menyemarakkan Imlek. Omzet mereka pun berlipat. Produsen lampion pun mampu meraup omzet hingga Rp 200 juta per bulan jelang Imlek kali ini.
Sejak pekan lalu, August Sujianto tidak lagi menerima pesanan lampion untuk Imlek yang jatuh pada 3 Februari 2011. "Sekarang saja, saya sudah tidak bisa menghitung, berapa banyak lampion yang telah dibuat," kata pemilik Kampoeng Lampion ini.
Menurut August, sampai minggu lalu, sudah ada 18 pemesan yang minta dibuatkan lampion untuk perayaan Imlek tahun ini dalam jumlah yang sangat banyak. Rata-rata satu pemesan mengorder 100 hingga 500 lampion.
Dengan jumlah permintaan sebanyak itu, permintaan lampion yang masuk ke usaha Agus naik hingga 200% dibandingkan dengan bulan-bulan biasa. Jelas saja, pesanan yang tinggi ini berdampak pada perolehan omzet yang makin menjulang. Bila biasanya dalam sebulan August meraup Rp 50 juta, maka menjelang perayaan Imlek seperti saat ini, ia bisa mengantongi omzet hingga Rp 200 juta.
Kenaikan omzet ini, seperti tahun lalu, hanya terjadi saat menjelang Imlek. "Selain Imlek, saya juga terima pesanan besar saat tujuh belasan, acara nikah, Natal dan Tahun Baru," ujarnya.
Pesanan lampion Imlek mulai berdatangan sejak awal Desember 2010. Umumnya, para pemesan adalah pemilik mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta, Malang, Surabaya, Medan, Padang, dan Samarinda. Mereka tak hanya memesan lampion ukuran normal berdiameter 40 centimeter (cm), banyak juga yang memesan lampion dengan diameter 1 meter.
August mematok harga sebesar Rp 450.000 untuk lampion berdiameter 1 meter. Harga itu sudah termasuk aksesori lengkap, seperti tulisan dan mahkota.
Sedangkan, lampion berdiamaeter 40 cm dengan bahan kertas polos dilego Rp 50.000per unit. Jika pemesan minta lampion dengan bahan kain, maka harganya Rp 60.000 per unit.
August mengatakan, pesanan lampion berbahan kain lebih banyak karena lebih awet digantung di luar ruangan. Jenis kain yang digunakan biasanya kain peles, semacam kain parasut mengkilap yang tahan terpaan angin dan hujan.
Lampion Imlek bikinan August didominasi bentuk bulat dan kapsul, tentu dengan warna merah. "Ada pemesan dari Balikpapan yang minta dibuatkan lampion bentuk naga sepanjang 4 meter, tetapi saya tolak karena pembuatannya bisa memakan waktu lama," ungkap August.
Sejak membuka usaha pembuatan lampion pada 1994, August pun melihat peluang usaha ini semakin besar. Banyak orang sudah melirik lampion tidak hanya sebagai hiasan di perayaan Imlek. "Di hari biasa, banyak pemesan lampion polos," kata August yang dua bulan lalu memperoleh pesanan lampion sebanyak 1.000 buah dari Dunia Fantasi.
Konsumen lampion tersebar di seluruh Nusantara. Bahkan, ada permintaan lampion untuk acara pernikahan di daerah Papua.
Kenaikan permintaan lampion menjelang Imlek juga dinikmati Indra, pemilik Lampion Jakarta. "Kenaikan permintaan 200% dibanding hari-hari biasa," ucapnya.
Di luar Imlek, Indra bisa memproduksi 80 lampion berukuran 25 cm hingga 40 cm. Ia membuat lampion di Jakarta dan Kebumen dengan bantuan 15 karyawan, yang merupakan pekerja lepas yang baru membuat lampion ketika ada pesanan.
Pada Imlek kali ini, Indra mendapat pesanan lampion besar dengan ukuran diameter hingga 3 meter. Selain ukuran yang makin besar, bahan lampion pun makin beragam. "Saat ini, banyak pemesan cenderung minta lampion berbahan batik dan brokat," katanya.
Warna lampion pun makin beragam. Kini, lampion berwarna campuran, seperti merah bercampur hijau dan kuning jadi incaran pemesan.
Indra memasang harga lampion mulai Rp 20.000. Lampion besar penuh aksesori dilego Rp 1 juta. Pelanggan Indra biasanya adalah hotel, mal, dan perkantoran di Jakarta dan kota besar lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News