Reporter: Fahriyadi, Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Belakangan ini bisnis warung internet atau warnet semakin meredup. Usaha ini kalah dengan semakin menjamurnya telepon seluler pintar atau smartphone dengan harga yang kian terjangkau. Selain itu, biaya berlangganan internet juga makin murah.
Lesunya bisnis warnet ini ternyata tak hanya berdampak kepada pengusaha warnet saja, para perajin furnitur pun ikut sepi pesanan meja kursi untuk warnet. Setidaknya itulah yang dialami Ari Bayat, pemilik toko furnitur Arbabel di Jakarta.
Ari mengungkapkan, jika tahun lalu bisa menjual 200 unit meja internet per bulan, saat ini hanya mampu menjual 50 unit saja. "Melihat kondisi ini, saya yakin, usaha warnet hanya bisa bertahan empat tahun lagi. Tapi saya berharap, prediksi saya keliru," katanya.
Menurut Ari, pesanan meja warnet mulai surut dalam setahun terakhir. Itulah sebabnya, Ari mulai merambah pemasaran furnitur ke perkantoran. Selain itu, dia juga mulai menggarap pebisnis warnet di luar Jakarta untuk menambah angka penjualan. Sebab, ia melihat bisnis warnet di luar Jakarta masih bisa bisa berkembang lebih besar.
Memulai usaha pembuatan meja warnet sejak 2009, dulunya Ari hanya fokus pada pembuatan mainan edukatif dari kayu. Dia juga banyak mengerjakan pembuatan gerobak kayu.
Untuk membuat meja warnet, ukuran ruang sangat berpengaruh. Namun, tak kalah pentingnya, motif dan desain meja juga harus menyesuaikan dengan konsep warung internet yang dipakai. Apakah memakai kursi atau lesehan di lantai.
Ari menjual meja warnet dengan harga Rp 450.000 per unit. Dengan angka penjualan rata-rata 50 unit per bulan, maka omzet yang didapatnya mencapai Rp 22 juta. "Margin keuntungannya cukup besar mencapai 30%-35%," ungkapnya.
Selain Ari, pengusaha furnitur yang juga banyak membuat meja warnet adalah Chairul Umam, pemilik PD Karya Indah di Jakarta. Ia mengaku telah membuat meja warnet seiring ia memulai usaha pembuatan furnitur untuk perkantoran pada 2006.
Chairul mengenang, dia tertarik membuat furnitur warnet karena ketika itu pesanannya lumayan melimpah. Dalam sebulan, ketika itu, Chairul bisa mengerjakan pesanan hingga 145 unit. "Namun sekarang cuma 40 unit per bulan," katanya. Dengan pasar yang mulai mengendur, Chairul pun siap-siap menyasar pasar lain.
Selain bisnis warnet yang kurang darah, para pengusaha warnet juga tidak terlalu sering mengganti meja. "Itu barang tahan lama, jadi kita lebih mengandalkan pesanan untuk warnet baru," katanya.
Harga per unit meja warnet dibanderol dengan harga Rp 300.000 sampai Rp 450.000 per unit. Dengan jumlah pesanan rata-rata mencapai 40 unit per bulan, maka omzet yang didapat sekitar Rp 18 juta per bulan.
Namun untuk meraih untung maksimal, Chairul juga tak berdaya. Maklum, kenaikan harga kayu juga tak mengenal kompromi. "Harga kayu terus naik paling tidak Rp 1.000 sampai Rp 2.000 setiap bulan. Margin laba yang saya peroleh pun semakin tipis, hanya 20% saja," tandasnya.
Untuk menyiasati harga bahan baku yang makin mahal, Chairul memodifikasi produk meja warnetnya untuk konsep lesehan. Menurutnya, meja warnet belakangan ini mulai diminati karena lebih ringkas dan tidak makan tempat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News