kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,14   10,84   1.19%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Profesi analis, sang pemandu arah pasar agar investor tak kesasar


Selasa, 05 April 2011 / 14:00 WIB
Profesi analis, sang pemandu arah pasar agar investor tak kesasar
ILUSTRASI. Mahasiswa menghadiri protes menentang intervensi AS dan Iran, di Basra, Irak, 8 Januari 2020. REUTERS/Essam al-Sudani


Reporter: Dessy Rosalina, Hendra Gunawan, Markus Sumartomdjon | Editor: Tri Adi

Peran analis begitu vital dalam perusahaan sekuritas. Analis tidak sekadar membuat riset saja, tapi juga mengajak investor bertransaksi saham. Jadi, jangan heran, sekuritas kerap membajak analis dari perusahaan lain.

Selain artikel di media ekonomi, para investor pasar modal biasanya juga mengandalkan suguhan informasi seputar investasi dari pelbagai sumber. Salah satu sumber informasi pasar modal yang sangat penting adalah laporan hasil riset para analis perusahaan sekuritas tempat mereka terdaftar sebagai nasabah. Acap laporan riset itu yang menjadi dasar para investor berjual beli saham.

Para analis pasar modal bukan hanya bertugas melakukan riset secara mendalam atas kondisi bursa saham keseluruhan. Mereka juga mesti memelototi data dan menganalisis prospek sektor industri tertentu. Bahkan, satu tugas paling penting yang harus mereka lakukan adalah menganalisis kondisi fundamental sebuah perusahaan yang terdaftar di bursa saham. Dari analisis tersebut, analis harus mengeluarkan rekomendasi pula untuk para investor untuk membeli, menahan, atau menjual saham-saham perusahaan tertentu.

Investor yang kurang memahami ulasan tertulis para analis bisa menghubungi sang analis untuk bertanya secara langsung. Para analis tentu harus melayani pertanyaan nasabah itu sebaik-baiknya.

Menilik begitu pentingnya peran analis, kini boleh dibilang seluruh perusahaan sekuritas, baik lokal maupun asing, mempekerjakan analis. Maklum, nyawa sekuritas berada pada aktivitas jual beli saham nasabahnya. Dari hasil transaksi ini mereka mendapat fee. “Analis tidak cuma membuat riset, tapi juga bisa mengajak investor bertransaksi,” ucap Adrian Rusmana, Direktur Riset dan Ekuiti PT Sucorinvest Central Gani, sekuritas lokal di Jakarta.

Tak ayal, profesi analis menjadi satu bagian wajib perusahaan pialang saham. Apalagi, pasar modal kita sedang bergairah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pernah mencapai rekor tertinggi 3.786,097 pada 12 September 2010.


Pandai berkomunikasi dengan klien

Goei Siauw Hong, mantan analis pasar modal kondang di era sebelum krisis moneter 1998-1999, menyebut kondisi pasar saham beberapa tahun belakangan ini mengingatkannya pada era 1992-1997. “Kala itu, pasar saham lagi bergairah. Banyak sekuritas butuh para analis,” kenang dia.

Namun, untuk bisa menjadi seorang analis tidaklah mudah. Selain harus paham seluk-beluk soal perekonomian dan keuangan, analis dituntut tahu luar dalam kondisi pasar saham. Tidak cuma di pasar lokal, tapi juga regional bahkan global.

Itu semua harus mereka tuangkan dalam bentuk laporan riset. Bentuknya bisa beraneka rupa. Ada laporan singkat, seperti berita berbentuk harian, mingguan, bulanan, atau bisa juga dibuat per sektor dan per emiten perusahaan. “Jangan heran kalau analis kerap pulang malam,” kata Goei.

Tren yang saat ini sedang berkembang, perusahaan sekuritas meminta si analis tak hanya mengulas pasar atau salah satu emiten dan bidang, melainkan juga bisa menjual gagasannya ke para klien. Artinya, rekomendasi dari si analis sebisa mungkin langsung mendapat respons dari para klien.

Karena itu, para analis tidak selamanya berkutat di layar komputer memelototi pergerakan harga dan berita-berita seputar pasar modal saja. Ada kalanya mereka harus membuat janji bertemu dengan klien. Misalnya, ia baru membikin laporan terhangat soal sektor batubara yang lagi booming. Si analis bakal memaparkan hasil risetnya kepada klien. Biasanya, klien dari kalangan institusi yang kerap mereka sambangi. Soalnya, klien seperti dana pensiun atau perusahaan asuransi ini masuk kategori investor kelas kakap yang sekali transaksi mendatangkan fee besar.

Jadi, kemampuan analis tidak cuma fokus di hitungan rumit, tapi juga bisa menjelaskan secara gamblang kepada para klien. “Analis harus bisa merangkap sebagai penjual seperti broker,” kata Adrian.

Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, justru melakoni tugas sebagai analis yang lebih beragam lagi. Pria dengan sapaan akrab Tommy ini juga harus membuat laporan riset pasar uang (money market) serta pasar komoditas. “Tugas saya memang kompleks. Kami tergolong baru di bisnis ini,” kata dia.

Bukan merasa tambah puyeng, Satrio justru makin menikmati bekerja di Universal Broker. Dia berdalih, bekerja sebagai analis adalah tantangan yang menyenangkan. Setiap waktu ada saja hal baru seputar perkembangan pasar. Mau tidak mau, ia dan analis lain dituntut terus mengasah kemampuan.

Nah, tugas yang terbilang kompleks serta butuh keterampilan dan keahlian tingkat tinggi inilah yang membuat profesi analis banyak dicari para sekuritas. Apalagi, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan setiap sekuritas punya tenaga riset pasar modal.


Suka sekali menjadi kutu loncat

Mungkin lantaran permintaan yang tinggi itu, belakangan ini banyak analis berpindah-pindah tempat kerjaan alias menjadi kutu loncat. Adrian punya penjelasan soal fenomena itu. Menurut dia, setiap sekuritas pasti menginginkan analis yang benar-benar andal.

Perusahaan-perusahaan sekuritas sebetulnya bisa mendidik para analis pemula (junior analyst) dari awal supaya bisa berkembang menjadi analis yang tangguh. Namun, kenyataannya, kebanyakan sekuritas tak sabar. Mereka lebih suka membajak analis dari sekuritas yang sudah jadi. “Ini kerap terjadi,” kata Adrian, seraya mengingat kisahnya sendiri saat mengalami hal serupa.

Bayangkan, selama sembilan tahun berkarier menjadi analis di BNI Sekuritas dan meduduki jabatan kepala riset, Adrian akhirnya memilih hengkang dan merapat ke Kresna Securites dengan jabatan yang sama. Rupanya, Adrian justru merasa tertantang pada tugas tambahan analis yang tidak cuma mengolah data semata, tetapi juga punya peran sebagai tenaga pemasar di tempat baru.

Tak berhenti sampai di situ, setelah datang tawaran lain dari Sucorinvest, Adrian pun berlabuh di sana sejak tahun lalu. Tak ada alasan untuk menolak, karena jabatan yang ia emban masuk jajaran direksi.

Satrio juga sami mawon. Meniti karier sebagai analis teknikal di Samuel Sekuritas, Satrio langsung pindah sekoci ke Trimegah Securities. Jabatannya tidak lagi sebagai analis teknikal, tapi langsung sebagai analis fundamental. “Trimegah menawari saya. Padahal, saya lagi ambil program master di UGM,” cerita dia.

Beberapa saat kemudian, Satrio mendapat tawaran lain yang sayang ia lewatkan begitu saja, yakni menjadi Kepala Riset Recapital. Lagi-lagi Trimegah meminta tenaga Satrio guna menduduki jabatan setingkat kepala divisi di sekuritas ini. Hingga akhirnya, tawaran yang lebih menantang datang dari Universal Broker.

Goei menilai, seringnya analis berpindah tempat kerja dari satu sekuritas ke lainnya lebih karena UUD alias ujung-ujungnya duit. Perkataan Goei ini ada benarnya. Satrio mengatakan, dirinya pernah menjadi analis teknikal termahal saat berada di Trimegah. “Nilainya berapa, ya, alhamdulillah,” ucapnya, tidak mau mengungkap besaran gajinya sambil tersenyum. Adapun Adrian saat ini mengaku mendapat gaji setaraf dengan gaji direktur perusahaan swasta. “Sebesar itu,” katanya malu-malu.

Meski ogah membocorkan gaji, Adrian memberi kisi-kisi bahwa pendapatan analis di tingkat pemula bisa mencapai Rp 7 juta per bulan. Adapun yang sudah pengalaman bisa tembus double digit. Kisarannya di angka Rp 20 juta–
Rp 30 juta per bulan. Ingat, tebakan gaji ini berlaku di sekuritas lokal, lo.

Kalau di sekuritas asing, wah, bisa berlipat ganda. Seorang analis membisikkan, analis dengan pengalaman baru setahun kerja di sekuritas asing bisa membawa pulang gaji
Rp 13 juta–Rp 16 juta sebulan.

Itu baru gaji untuk pemula. Bagi analis andal, seperti yang sudah senior atau sebagai kepala riset, rentang gajinya antara US$ 30.000 hingga US$ 40.000 per bulan. Malah Adrian menduga, si analis bisa bergaji
US$ 50.000 sampai US$ 70.000. “Dugaan saya ke arah sana untuk analis termahal di sekuritas asing,” ujar Adrian.

Meski punya gaji tinggi, toh, tidak ada analis yang sampai mati menjadi analis. Habis, “Tingkat stresnya tinggi,” ungkap Goei yang sudah pensiun dini dari profesi ini. Makanya, kini Adrian bercita-cita sebagai fund manager (manajer investasi) saja.

Siapa ingin jadi analis?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×