Reporter: Arief Ardiansyah | Editor: Tri Adi
Semua perusahaan yang menawarkan barang dan jasa harus mencari cara agar eksis dan dapat memperluas bisnisnya. Untuk itu, dibutuhkan business developer yang andal. Bagian ini harus diisi orang yang kreatif dan inovatif serta memiliki keahlian interpersonal dan kemampuan teknis yang mumpuni. Para head hunter menyebut pekerja yang konsisten di bagian business development itu berada di jalur cepat menjadi CEO perusahaan.
Meski perekonomian dunia sedang gonjang-ganjing akibat krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, kondisi perekonomian di Indonesia tergolong lebih stabil. Bahkan, di tengah krisis keuangan global itu, para pebisnis dari luar negeri ramai-ramai mendatangi Indonesia untuk berinvestasi secara langsung.
Tren investasi dari luar negeri tak lagi sekadar jangka pendek. Para investor asing sudah mau dan berani menaruh fulus di Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Ini didukung oleh peringkat layak investasi yang disematkan berbagai lembaga pemeringkat dunia kepada negara ini.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga semester I–2012, realisasi penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp 107,6 triliun. Sedangkan selama triwulan II–2012 nilainya Rp 56,1 triliun. Adapun total nilai realisasi PMA sepanjang 2011 mencapai Rp 175,3 triliun.
Aksi gencar PMA ini juga dirasakan perusahaan pencari eksekutif (executive search) atau lebih beken dengan sebutan head hunter. Managing Partner Amrop Indonesia, Pri Notowidigdo, mendapati banyak investor dari Eropa yang berinvestasi di Indonesia.
Mayoritas dari para investor itu membenamkan fulus di pertambangan batubara hingga panas bumi (geotermal). "Mereka mau dan berani berinvestasi untuk jangka panjang, misalnya 10 tahun," katanya.
Paling tidak ada dua skema investasi asing secara langsung di Tanah Air. Pertama, mereka benar-benar membuka usaha atau pabrik baru di sini. Kedua, mereka menginvestasikan dana melalui aksi merger dan akuisisi (M&A). Pri menyebut cara yang kedua ini lebih mudah dan menjadi pilihan investor asing daripada yang pertama.
Kehadiran para investor asing ini tentu membuka lapangan kerja. Untuk mengawali langkah bisnis (start up) tersebut, biasanya, sang investor mempekerjakan seorang spesialis pengembangan bisnis atau business development. Lantaran menjadi start up, seorang business developer berperan seperti pembuka jalan bagi operasi bisnis sang investor di Indonesia.
Agar bisa terus ekspansi
Haryo Suryosumarto, Pendiri dan Managing Director Headhunter Indonesia, menyebut inilah contoh peran pengembangan bisnis yang benar-benar memulai dari nol. Pada tahap ini, dia membuka jalan dengan menyusun prosedur operasi standar atau standard operating procedures (SOP), rencana bisnis, hingga perekrutan tenaga kerja untuk kebutuhan awal operasi. "Juga melakukan semua eksekusi rencana secara internal," katanya.
Aktivitas eksternal juga tak boleh luput dari garapan sang pengembang bisnis. Berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pemerintah dan institusi bisnis terkait juga harus ia bereskan.
Sejatinya, tak hanya investor asing yang butuh tenaga business developer. Perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi pun butuh sumbangsih business developer. "Semua perusahaan yang menjual barang dan jasa harus punya divisi pengembangan bisnis," kata Kostaman Thayib, Direktur Retail Banking dan Business Development Bank Mega.
Di perusahaan yang telah beroperasi, sang business developer harus mengembangkan bisnis perusahaan untuk memperbesar skala bisnis perusahaan dan sekaligus bertahan dari gempuran kompetitor di tengah persaingan usaha yang keras. Kostaman mencontohkan aktivitasnya di perbankan memaksanya menelurkan produk perbankan yang memudahkan konsumen dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Kadangkala, ada tambahan kriteria dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Tak semata mudah, tapi produk itu juga harus disukai nasabah di masa sekarang dan di masa mendatang. "Kami harus bisa mengkreasikan produk yang dibutuhkan nasabah, yang mungkin saat ini tidak terbayang di pikiran mereka," kata Kostaman.
Kehadiran produk yang kreatif dan inovatif ini dapat membuat bisnis terus berkembang. Pasalnya, tidak mungkin perusahaan membuat produk tapi terus disimpan saja. Produk tersebut, baik berupa barang atau jasa, bila sudah siap, ya, harus dijual ke konsumen.
Nah, tak hanya perusahaan besar sekelas Bank Mega, Grup Astra, Indofood, dan lainnya yang harus memiliki bagian pengembangan bisnis. Semua usaha juga perlu selalu mengembangkan bisnisnya agar tak terlibas oleh pesaing.
Bagaimanapun, perusahaan selalu dituntut untuk memperluas cakupan bisnis sehingga semakin memupuk laba usaha serta berujung pada kesejahteraan para karyawannya. Ini berlaku bagi perusahaan yang baru berdiri dan perusahaan yang sudah mapan.
Sementara, perusahaan yang baru berdiri tentu berusaha keras untuk bertahan. Mereka mencari pendapatan untuk membiayai operasi. Setelah kebutuhan tersebut tercukupi dan ada kelebihan, di situlah keinginan ekspansi mulai muncul dan business developer berperan.
Selalu update pengetahuan
Bagian pengembangan bisnis ini berupaya memastikan perusahaan mendapat tambahan pemasukan agar usaha semakin stabil dan berkelanjutan. Lalu, lewat berbagai inovasi, perusahaan tersebut bisa memperluas usaha. Akhirnya, laba juga tumbuh dan skala bisnis semakin membesar.
Selain menelurkan produk yang benar-benar baru, Haryo menambahkan, tugas lain business developer adalah meningkatkan nilai tambah (value added) barang dan jasa yang dijajakan perusahaan. Di sini, bagian pengembangan bisnis melakukan first hand approach yang menjadi pola pikir orang-orang di bagian penjualan.
Dia mencontohkan kegiatan di perusahaan operator seluler. Salah satu tugas business developer adalah mengembangkan tawaran ke konsumen agar mau terus membelanjakan duit. Mereka membuat program, misalnya, untuk pengisian pulsa. Konsumen yang mengisi pulsa Rp 50.000 akan mendapat fasilitas telepon gratis sekian menit, mengirimkan pesan pendek sekian kali, dan mengakses internet dari telepon genggam dengan kuota sekian megabyte.
Contoh peran business developer lain di perusahaan yang bergerak di bidang engineering, procurement, and construction (EPC). Perusahaan seperti ini banyak mengikuti tender di mana-mana. "Mereka harus bisa membuat proposal yang akhirnya dapat memenangkan tender," kata Haryo.
Peran seperti ini membuat para business developer tak hanya dituntut menguasai teknis industri yang jadi bidang usahanya saja. Mereka harus melihat dari helicopter view. Dari sana, mereka membuat konsep-konsep untuk dijalankan oleh bagian penjualan dan pemasaran.
Untuk itu, Pri mengatakan, perusahaan harus bisa memastikan telah mempekerjakan business developer yang andal. "Mereka harus mampu menggambarkan peta perusahaan, industri, dan sekaligus perekonomian," katanya.
Agar pengetahuan tetap up to date, Haryo menganjurkan para business developer mengikuti beragam kursus singkat di dalam maupun di luar negeri. Model kursus singkat ini untuk memperkaya pengetahuan dan memperdalam keahlian teknis di suatu industri yang dimiliki sang business developer.
Bisa juga, sebuah perusahaan menyediakan tawaran pelatihan atau sekolah lanjutan bagi pegawai pengembangan bisnis yang diandalkan. Dengan fasilitas pendidikan dan kesejahteraan yang layak, perusahaan mengikat karyawan untuk terus bekerja dan tak tertarik berpindah ke perusahaan lain.
Asyiknya, menurut Kostaman, untuk menjadi business developer tak harus berlatar pendidikan tertentu. Kalau kita melongok ke bagian keuangan dan akuntansi, memang ada persyaratan teknis pendidikan yang harus dipenuhi. "Bisa dari disiplin ilmu lain asal kreatif dan inovatif," kata Kostaman.
Yang jadi masalah bagi perusahaan tapi menguntungkan bagi pencari kerja, penawaran dan permintaan tenaga business developer ini selalu tak seimbang. Permintaan perusahaan tinggi tapi pasokannya terbatas. "Tenaga business development di industri yang kompleks, seperti heavy machinery, sangat tinggi," kata Haryo.
Inilah salah satu pendorong loncatan karier orang-orang di bagian pengembangan bisnis. Dia memberi saran bagi business developer di level menengah untuk membuat personal brand yang baik. Mereka harus membuat pencapaian yang terukur dan konsisten sebelum memutuskan pindah.
Sementara Pri lebih menyoroti tipikal generasi zaman sekarang yang berani pilih-pilih perusahaan. Mereka berani kerja keras tapi juga ingin bersenang-senang secara maksimal. "Mereka lebih mengejar kualitas hidup," ujarnya. Anda juga?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News