Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Tri Adi
Waktu baru pukul dua siang ketika terik sinar matahari belum beranjak dari kota Solo, Jawa Tengah, Rabu pekan lalu. Namun, sejumlah pedagang barang antik di Pasar Windujenar sudah mulai berkemas menutup kiosnya. Bahkan, sebagian kios tutup lebih awal.
Siang itu, aktivitas jual beli di sentra barang antik Pasar Windujenar terlihat tidak semarak. Para pedagang lebih banyak bercengkrama dengan kerabat atau koleganya sesama penjual barang antik. Ada pula yang menyibukkan diri dengan membersihkan barang dagangannya.
Kalaupun ada transaksi jual-beli, itu hanya terlihat di segelintir kios. Padahal, di Pasar Windujenar ada sekitar 200 kios pedagang barang antik. Mereka menempati kios petakan di lantai satu dan dua pasar. Namun, sebagian besar kios tengah "tertidur" lantaran sepi pembeli.
Menurut Heru Santoso, seorang pedagang barang antik di Pasar Windujenar, kondisi mengenaskan itu sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Terutama, pasca-Pemerintah Kota Solo merenovasi Pasar Windujenar pada tahun 2008.
Sebelumnya, para pedagang berjualan barang antik di kawasan pemukiman penduduk yang berada di sekitar pasar. Sebagian besar kios berbentuk rumah petakan. Pada masa itulah, penjualan pedagang masih lebih baik.
Heru bilang, setiap hari selalu ada pembeli barang antik di kiosnya. Maklum, dengan konsep kios berbentuk rumah, barang antik yang dijual pedagang terkesan murah. "Sekarang, kios usaha kami terlihat seperti galeri barang antik. Ini menimbulkan kesan barang dagangan kami harganya mahal," katanya.
Memang, dengan dalih untuk meningkatkan kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, pada 2008 Pemerintah Kota Solo merenovasi bangunan pasar yang memiliki lahan seluas 2.834 meter persegi (m2) ini. Pemugaran pasar dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dilaksanakan pada tahun 2008, yakni pembangunan pasar blok selatan dan utara. Bangunannya terdiri dari dua lantai. Luas bangunan lantai satu 1.826 m2 dan lantai dua seluas 1.454 m2.
Pemugaran tahap kedua dilaksanakan pada tahun 2009, yakni pembangunan pasar pada blok timur yang terdiri dari dua lantai. Bangunan lantai satu seluas 272 m2. Sementara bangunan lantai dua juga 272 m2.
Selama direnovasi, para pedagang direlokasi sementara ke kompleks Taman Sriwedari, Solo. Renovasi pasar baru selesai pada pertengahan 2009. Pada 25 September 2009, Pemerintah Kota Solo meresmikan Pasar Windujenar dengan wujud barunya.
Banyak harapan yang digantungkan para pedagang setelah Pasar Windujenar direnovasi. Namun, asa itu memudar seiring kenyataan yang dihadapi para pedagang. "Setelah direnovasi, omzet kami tidak sebagus sebelumnya," kata Heru Santoso.
Sebelum Pasar Windujenar dipugar, dalam sehari dia bisa menjual barang antik hingga 100 unit dengan omzet sekitar Rp 500.000. Kini, dia hanya bisa menjual sekitar 10 unit per hari. "Saat ini omzet sekitar Rp 200.000 per hari," keluh ayah dua orang anak tersebut.
Keluhan senada diungkapkan Sulardi. Pemilik kios barang antik Berdikari ini, mengaku, omzetnya terus menyusut sejak Pasar Windujenar direnovasi.
Kini, Sulardi hanya bisa meraup pendapatan rata-rata Rp 5 juta-Rp 6 juta per bulan. "Padahal, sebelumnya omzet saya bisa mencapai Rp 10 juta per bulan," katanya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News