Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Tri Adi
Penggemar barang antik bisa mempertimbangkan mencari barang antik di Pasar Windujenar, Solo. Di pasar ini, Anda bisa mendapatkan beragam barang antik yang berasal dari zaman baheula.
Cukup mudah mencapai Pasar Windujenar. Jika menggunakan kendaraan umum, dari Terminal Tirtodadi atau Stasiun Balapan, Solo, Anda cukup naik becak atau angkutan kota jurusan Pasar Windujenar.
Namun, jika mengendarai kendaraan pribadi, Anda tinggal mencari Jalan Diponegoro, Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari. Di jalan inilah, Pasar Windujenar berada. Setiap hari, pasar ini buka mulai pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore.
Setibanya di pasar ini, kita akan menjumpai sebuah bangunan berlantai dua dengan desain arsitektur khas Jawa. Pada bagian atas ketiga bangunan utama pasar, terlihat hiasan ornamen dari kayu dengan sebuah topeng kayu besar di tengahnya. Sepintas, bangunan ini mirip pendopo yang biasa terdapat di kraton-kraton kerajaan di Jawa.
Di depan bangunan ini terhampar sebuah halaman luas. Di muka halaman, tampak sepasang patung laki-laki dan perempuan Jawa yang duduk bersila di atas panggung batu. Sebuah tiang dengan papan bulat bertuliskan ‘Pasar Windujenar Sala’ dalam huruf latin berdiri tegak di antara keduanya.
Pada sisi kiri dan kanan halaman depan, terpampang topeng-topeng dari kayu. Topeng itu terpancang pada sebuah tiang penyangga. Sejumlah patung Budha dari batu juga terpacak menghiasi halaman muka itu.
Ketika masuk lebih jauh ke dalam bangunan, mata pengunjung akan dimanjakan beragam barang seni antik yang memenuhi ruangan kios para pedagang. Kios pedagang itu berjejer rapi di lorong-lorong pasar.
Namun, pengunjung sebaiknya teliti sebelum membeli. Maklumlah, tidak ada yang bisa menjamin keaslian dari barang antik yang dijual para pedagang. Memang, di pasar ini banyak barang antik peninggalan keraton.
Barang antik itu kemungkinan benda yang dihadiahkan pihak kraton kepada para abdi dalemnya. Tapi, tidak sedikit pula pedagang menjual barang-barang yang sengaja dibuat antik.
Heru Santoso, salah seorang pedagang barang antik di Pasar Windujenar membuka kiosnya di lantai satu pasar. Di kiosnya, Three Antique, lelaki berusia 45 tahun ini menjual beraneka barang antik. Di antaranya, patung Kepala Siwa dan Budha, patung kayu Loro Blunyu (patung sepasang pengantin), lampu hias kuno, topeng kayu, dan barang-barang antik lainnya.
Tidak ada standar harga yang ditetapkan pedagang dalam menjual barang antik. “Semakin kuno barang antik, maka kian mahal harganya. Harga juga ditentukan dari bahan baku barang antik,” ungkap Heru.
Dia memberi contoh, di kiosnya patung kepala Budha ukuran 100 centimeter dari bahan kuningan dijual Rp 3,5 juta per unit. Sedangkan patung Budha duduk dari perunggu berukuran 1 meter seharga Rp 15 juta.
Jika tidak punya dana sebesar itu, Anda bisa membeli barang antik yang harganya terjangkau. “Di sini ada barang antik yang harganya Rp 5.000 sampai ratusan ribu,” imbuh Heru.
Bila tidak puas mencari barang antik di lantai satu, Anda bisa naik ke lantai dua pasar. Salah satu pedagang di sini adalah Sulardi, pemilik kios Berdikari.
Kios lelaki berusia 36 tahun ini lebih kecil dibandingkan dengan kios milik Heru, yang berukuran sekitar 2x3 meter. Barang-barang antik yang dia jual juga tidak selengkap kios Three Antique.
Namun, benda-benda yang dijual Sulardi tidak kalah antik. Misalnya, dia menjual alat kinangan dari kayu jati. Di zaman baheula, alat ini digunakan para orangtua untuk ‘menginang’ atau menyirih. Harga alat kinangan Rp 25. 000 per unit.
Ada pula nampan yang terbuat dari kayu jati seharga Rp 75.000, gelondongan sapi Rp 100.000, dan berbagai uang kuno. “Soal harga bisa dinegosiasi, yang penting ada kecocokan saja,” seloroh Sulardi.
Kalau sudah begitu, kepiawaian Anda dalam menawar barang menjadi faktor penentu.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News