kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,60   -12,89   -1.40%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra boneka Cikampek: Perajin boneka butuh belaian pemerintah (3)


Rabu, 09 November 2011 / 14:04 WIB
Sentra boneka Cikampek: Perajin boneka butuh belaian pemerintah (3)
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melakukan konferensi pers daring.


Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Tri Adi

Perajin dan pedagang boneka di Cikampek, Karawang, Jawa Barat mendambakan perhatian dari pemerintah. Mereka berharap mendapat bantuan kredit berbunga ringan bagi pengembangan usaha. Para perajin juga mendambakan pemasaran boneka yang lebih luas.

Walaupun perajin dan pedagang boneka di Dusun Kampung Baru, Desa Cikampek Utara, Kecamatan Kotabaru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat sudah ada sejak 1980-an tetapi mereka tak luput dari masalah. Di antaranya adalah minimnya modal untuk mengembangkan usaha.

Wasno, perajin dan pedagang boneka mengaku, sejak memulai membuat boneka pada 1991, ia belum pernah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah. "Pemerintah tak peduli pada kami," keluh Wasno.

Bagi perajin boneka, masalah permodalan memang jauh di luar jangkauan mereka. Ingin kredit pun tak banyak bank yang mau memberi. Menunggu bantuan pemerintah, juga tak kunjung tiba. Padahal mereka butuh menambah pembelian bahan baku dan mesin jahit untuk memperbesar usaha.

Bagi Faishal, yang juga perajin dan pedagang boneka, sejak merintis berdagang boneka pada 2002 lalu, tak sekalipun mendengar selentingan apalagi rencana pemerintah akan mengucurkan modal di Kampung Baru. "Kalaupun usaha kami berkembang itu karena usaha sendiri," jelas Faishal.

Karena tidak dapat bantuan modal dari pemerintah, Wasno berinisiatif mencari pinjaman ke perbankan. Namun ia lebih suka meminjam uang ke perbankan swasta daripada perbankan pelat merah yang dinilainya berbunga tinggi. "Saya pernah ajukan ke BNI tapi dipersulit dan uangnya tidak cair," keluh Wasno.

Sama halnya dengan Faishal yang juga meminjam uang dari perbankan untuk menjalankan usahanya. Namun uang pinjaman itu tidak hanya ia gunakan sendiri, tetapi dipinjamkan lagi kepada perajin yang butuh modal. "Tujuannya agar perajin bisa tetap produksi," kata Faishal.

Tapi Faishal tidak mengutip bunga dari pinjaman itu. Untuk pembayaran utang dari perajin itu ia mengutipnya dari setoran boneka yang diproduksi perajin.

Itulah sebabnya Faishal meminta pemerintah untuk lebih peduli, terutama, pada perajin boneka. Terutama untuk perajin skala kecil yang kesulitan mengakses kredit ke perbankan.

Keluhan yang sama juga dirasakan Dendi Ramdani, perajin boneka di Kampung Baru. Ia mengaku hanya mengandalkan modal sendiri untuk produksi boneka. Dendi berharap ada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN di sentra boneka itu. "Perajin boneka di Bandung bisa ikut PKBL, tapi kami, kok, tidak ada program itu," tanya Dendi.

Selain masalah akses modal, pedagang dan perajin juga mengeluhkan minimnya akses pemasaran. "Dulu pemerintah pernah ajak pameran tapi tidak ada hasilnya," ungkap Wasno.

Memang susah mengharapkan uluran tangan pemerintah. Padahal, kalau melongok ke belakang, di saat krisis pada 1997, sentra boneka itu terbukti mampu menampung buruh-buruh korban PHK industri di Karawang dan Purwakarta. Bahkan kini mereka sudah mandiri, mampu membuat boneka sekaligus menjualnya. "Ketika krisis malah mendapatkan banyak pesanan," terang Wasno.

(Selesai)





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×