kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra buku Thamrin: Lokasi strategis tak jamin buku laku (1)


Selasa, 04 Januari 2011 / 14:34 WIB
Sentra buku Thamrin: Lokasi strategis tak jamin buku laku (1)


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Sentra buku di Thamrin City yang konon berada di lokasi yang strategis, ternyata tidak bisa menjamin penjualan buku di tempat ini laris manis. Buktinya, pendapatan para pedagang buku di tempat ini jauh dari harapan. Bahkan ada pemilik kios yang cuma memperoleh pemasukan Rp 200.000 setiap bulan.

Sebagai sebuah kawasan niaga, memang tidak ada yang salah dengan Thamrin City. Lokasi tempat ini sangat strategis dan mudah dijangkau. Selain itu tempat ini juga banyak dikelilingi oleh berbagai pusat perbelanjaan. Seperti pusat penjualan produk fesyen seperti batik hingga busana muslim.

Namun hal itu tidak membuat lantai 3A pertokoan yang berada di lokasi ini lantas menjadi ramai. Lantai yang khusus menyediakan berbagai jenis buku ini justru malah sepi dari lalu lalang pembeli.

Supriyadi, pemilik toko buku Millenia mengaku sebenarnya ia dan para pemilik kios buku lainnya sudah melakukan berbagai promosi agar lantai 3A banyak dikunjungi pembeli. Misalnya saja dengan memasang spanduk raksasa sebagai petunjuk agar para pengunjung yang lalu lalang di Thamrin City tertarik dan mau mampir ke lantai 3A.

Tapi rupanya, spanduk tersebut seakan diacuhkan oleh pengunjung yang lalu lalang di Thamrin City yang terbilang cukup padat itu.

Selain menggunakan spanduk besar, para pedagang buku di sentra ini juga melakukan promosi melalui media koran cetak dan radio. Tapi hasilnya tidak sesuai dengan harapan para pedagang. "Beberapa kali kami berpromosi di koran dan radio, namun dampaknya belum juga terasa," kata Supriyadi.

Suzan, pengelola toko buku Istana Komik menambahkan, sebenarnya pertokoan Thamrin City sering disambangi oleh berbagai stasiun televisi sebagai tempat penyelenggaraan acara musik. Tapi hal itu juga belum bisa mengangkat sentra buku di Thamrin City. "Padahal ketika ada acara musik, suasana Thamrin City lebih padat dua kali lipat dibanding biasanya," ujarnya.

Peningkatan pengunjung tersebut terutama datang dari kalangan anak muda yang merupakan target potensial para pedagang buku. Tapi apa mau dibilang, pengunjung hanya datang untuk menyaksikan acara musik, bukan untuk membeli buku.

Minimnya pengunjung, menurut Suzan salah satunya disebabkan oleh eskalator yang menuju lantai 3A sering dimatikan untuk penghematan listrik oleh pengelola gedung. "Jadi percuma meskipun sering ada acara setiap minggu tapi pengunjung enggan naik ke lantai atas," keluh perempuan 31 tahun itu.

Kalaupun ada pengunjung, menurut Suzan, hanya lewat. Buktinya dari pengunjung yang mampir ke Istana Komik yang berjumlah 50 orang per hari, hanya sebagian kecil yang membeli buku. "Yang membeli cuma sekitar 20%," katanya.

Dengan minimnya pembeli itu, membuat omzet Istana komik tak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Saat ini, rata-rata omzet kios Istana Komik hanya sekitar Rp 200.000 per bulan. Sekedar informasi, Suzan memiliki 24 kios di sentra buku ini. "Total omzet dari 24 kios cuma sekitar
Rp 5 juta," katanya.

Suzan berserta tiga rekannya yang memiliki jaringan kios Istana Komik berharap pengelola gedung mau membantu meningkatkan jumlah pengunjung dengan melakukan promosi dan membuat berbagai macam acara yang lebih "mengena" dibandingkan dengan acara musik sehingga berbagai macam buku yang dijajakan di kios Istana Komik seperti buku pelajaran, buku fiksi, dan berbagai jenis buku lainnya laku terjual kepada pembeli.

Lain lagi dengan Supri. Meski hanya memiliki 2 kios, pria 43 tahun ini mengaku omzetnya bisa mencapai Rp 6 juta per bulan. Pendapatan itu terutama datang dari hasil penjualan buku keagamaan dan buku komputer. "Buku agama tidak mengenal kadaluarsa. Sementara buku komputer lebih kepada perkembangan dan teknologi yang terus update," katanya.

Meski penjualannya lebih tinggi dibanding dengan pedagang lainnya, namun omzet tersebut masih tidak sebanding dengan omzet yang diperolehnya ketiga berjualan di sentra buku Kwitang. Saban bulan, Supri mengaku bisa mengantongi minimal Rp 15 juta ketika masih berjualan di Kwitang.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×