kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra senapan angin Cipacing: Penjualan menurun akibat isu terorisme (3)


Selasa, 25 Oktober 2011 / 13:48 WIB
Sentra senapan angin Cipacing: Penjualan menurun akibat isu terorisme (3)
ILUSTRASI. Pepaya adalah salah satu bahan alami yang bisa dimanfaatkan sebagai pemutih badan.


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Sentra penjualan dan produksi senapan angin di Cipacing, Majalengka, sempat jaya pada 1990-an. Namun memasuki era 2000-an, kejayaan itu memudar seiring dengan maraknya isu terorisme. Penjualan senapan angin turun drastis terutama untuk luar pulau Jawa.

Pada tahun 1990-an pusat pembuatan dan penjualan senapan angin di Desa Cipacing, Kecamatan Cikeruh, Majalengka pernah merasakan kejayaan. Ketika itu, perajin dan pedagang sama-sama menikmati laris manisnya penjualan senapan angin.

Ketika itu, permintaan senapan angin benar-benar meledak. Itulah sebabnya, banyak penduduk yang kemudian ikut-ikutan menjadi perajin senapan angin. Namun situasi berubah kala era 2000-an. Saat itu jumlah perajin senapan angin menyusut seiring turunnya permintaan. Penyebab utama turunnya permintaan lantaran mencuatnya isu terorisme.

Maman Karli, pemilik toko senapan Charlie bilang, akibat isu terorisme itu membuat konsumen dan calon konsumen berhati-hati memiliki senapan angin. "Mereka khawatir dituduh terlibat gerakan teroris jika beli senapan angin," jelas Maman.

Pada 2003 adalah puncak penurunan penjualan, terutama penjualan untuk pasar luar Jawa. "Permintaan ke dari Aceh, Medan, Bangka, Pekanbaru dan Gorontalo, turun hingga 45%," terang Maman.

Begitu juga dengan penjualan senapan angin di pulau Jawa turun hingga 30%. Kondisi pasar makin diperparah dengan merebaknya isu penjualan senapan angin ilegal dan senapan selundupan di Cipacing.

Menurut Maman, isu penjualan senapan angin ilegal itu membuat perajin dan pedagang resah. Mereka khawatir bila tetap memproduksi atau menjual senapan angin ilegal bakal digiring ke penjara oleh polisi. Situasi ini membuat sebagian perajin memilih memproduksi senapan berdasarkan pesanan saja.

Deni Iryawan, pemilik toko senapan angin Toon's Army, tak kalah khawatirnya. Apalagi kalau isu itu kemudian merembet ke penutupan sentra pembuatan dan penjualan Cipacing. Jika itu terjadi maka akan banyak warga Cipacing yang bakal menjadi pengangguran. "Terlalu berisiko jika sentra kami ditutup," kata Deni.

Namun demikian, Deni tak menutup mata kalau banyak pelanggan yang memesan senapan angin ilegal, atau senapan angin yang berukuran panjang melebihi 40 cm dengan kaliber di atas 4,5 milimeter. Bagi pedagang yang tahu hukum, mereka pasti menolak pesanan itu. "Masalahnya, kan, kalau ada pedagang yang lagi butuh duit. Bisa-bisa pesanan seperti itu disambar juga," ujar Deni.

Apalagi pemesan senapan angin ilegal itu berani membeli dengan harga tinggi hingga tiga kali lipat dari harga senapan angin biasa. "Tawarannya sangat menggiurkan, tetapi saya tidak mau mengambil risiko," jelas Deni.

Masalah lain yang menjadi penghambat produksi senapan angin adalah kenaikan biaya produksi. Perajin mengaku harga bahan baku senapan, seperti besi dan kayu, rutin naik setiap tahun. Lihat saja, harga mahoni dan sonokeling sudah naik 20% ketimbang harga tahun lalu.

Naiknya biaya produksi itu jelas membuat laba perajin tergerus. Jika biasanya perajin mendapat laba 30% - 40% dari setiap senapan, kini hanya tinggal 20% saja.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×