kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra tempe Cibogo: Limbah cair menjadi soal (3)


Selasa, 24 Juli 2012 / 13:43 WIB
Sentra tempe Cibogo: Limbah cair menjadi soal (3)
ILUSTRASI. Ini penampakan teaser perdana anime Chainsaw Man, penuh dengan kebrutalan!


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Tri Adi

Kendati sudah menjadi usaha turun-temurun, belum ada satu pun produsen tahu dan tempe di Desa Cibogo, Plered, Purwakarta yang mengolah dan memanfaatkan limbah yang mereka hasilkan. Selama ini, limbah dialirkan begitu saja ke sungai di sekitar lokasi usaha.

Sentra produksi tahu dan tempe di Desa Cibogo, Plered, Purwakarta, sudah berdiri sejak 1950-an. Di desa ini terdapat 20 industri rumahan yang memproduksi tahu dan tempe.

Kendati sudah puluhan tahun menekuni usaha ini, tidak satu pun produsen tahu dan tempe di desa ini yang mengolah limbah yang mereka hasilkan. Padahal, tidak sedikit limbah yang dihasilkan industri rumahan ini. Untuk limbah padat seperti ampas tahu dan kulit kedelai memang tidak ada masalah. Pasalnya, limbah itu banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak. "Kami sering menjualnya kepada peternak di sekitar Plered," kata Marjun, produsen tahu dan tempe di Cibogo.

Yang menjadi persoalan adalah limbah cair. Menurut Marjun, sampai saat ini belum ada produsen yang mencoba memanfaatkan limbah cair tersebut. Lantaran belum ada yang memanfaatkan, limbah itu dibiarkan mengalir ke sungai sekitar lokasi usaha mereka. Makanya, kata Marjun, hampir semua produsen memilih lokasi usaha di sekitar sungai.

Saat terjun ke usaha ini sekitar tahun 1986, Marjun juga memilih membangun pabrik tahu dan tempe di daerah yang banyak aliran sungainya. Di sungai itu, ia membuang limbah pabriknya.

Tak bisa dipungkiri, limbah tersebut membuat kerusakan lingkungan yang berakibat fatal. "Sekarang sungai di perkampungan sini sudah tak bisa dipakai lagi," jelasnya. Sementara kebutuhan air bersih diperoleh dari sumur.

Haji Endang, produsen lainnya juga masih membuang limbah cair ke sungai. Ia mengaku, di desanya belum ada tempat khusus menampung limbah tahu dan tempe.

Makanya, ia terpaksa membuang ke sungai. "Tapi sungai harus jalan, kalau tidak bisa bau," jelasnya.

Untuk limbah padat, Endang memilih memanfaatkan sendiri ketimbang menjualnya sebagai pakan ternak. Ia mengaku, dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai mengolah limbah padat, seperti ampas tahu dan kulit kedelai menjadi oncom.

Menurutnya, bila limbah padat tidak dimanfaatkan bisa membawa bencana pada lingkungan sekitar. "Bisa busuk dan menimbulkan bau tidak sedap," ujarnya.

Toheri, produsen tahu di kampung ini juga tiap hari membuang limbah pabriknya ke sungai. Ia mengaku, sebenarnya tak ingin mencemari lingkungannya dengan limbah tersebut.

Namun, ia juga belum mendapat solusi dari pemerintah setempat untuk mengolah limbah itu, sehingga tidak mencemari lingkungan. Sejatinya, limbah cair tahu dan tempe bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi, seperti biogas. Selain itu, bisa dimanfaatkan menjadi nata de soya, yakni sejenis makanan penyegar atau pencuci mulut. Penyajiannya bisa dicampur fruit coctail, es cream atau cukup ditambah sirup saja.

Namun, para produsen mengaku belum berpikiran ke arah sana. "Fokus sebagai produsen tahu dan tempe saja kami masih kekurangan dana," ujar Marjun.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×