kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serbuan waralaba asing mulai surut


Senin, 01 November 2010 / 11:52 WIB
Serbuan waralaba asing mulai surut
ILUSTRASI. BI dan Kemenkeu Jepang Sepakat Amandemen BSA


Reporter: Hendra Gunawan, Wahyu Tri Rahmawati, Rizki Caturini | Editor: Tri Adi

Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa membuat negeri ini menjadi surga bagi pengusaha di sektor konsumsi. Tak hanya pengusaha lokal yang memanfaatkan pasar gemuk ini, tapi juga pebisnis dari berbagai penjuru dunia.

Tidak heran jika usaha di sektor konsumsi, terutama makanan, terus membuncit setiap tahun. Salah satu contohnya yakni usaha waralaba makanan dari luar negeri. Selain ditangani langsung oleh pemiliknya di luar negeri, ada juga waralaba asing yang menggandeng mitra lokal.

Ketua Umum Asosiasi Franchise Indonesia Anang Sukandar mengatakan, saat ini pertumbuhan usaha waralaba asing lebih besar dibandingkan dengan waralaba lokal. "Pertumbuhan waralaba asing mencapai sekitar 10% per tahun, sedangkan waralaba lokal hanya tumbuh 2%," katanya.

Di sisi lain, menurut Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), tren waralaba asing yang masuk ke Indonesia mengalami penurunan. Sampai bulan Oktober 2010, sedikitnya ada sekitar 14 hingga 17 waralaba asing baru yang masuk ke Indonesia. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008, yang mencatat pendaftaran 38 waralaba asing. Sedangkan pada tahun lalu, ada sekitar 20 perusahaan asing yang mengajukan izin waralaba.


Waralaba asing dikembangkan sendiri

Menurut Amir, tingginya pertumbuhan waralaba asing lantaran biasanya mereka mengembangkan sendiri bisnisnya di Indonesia. Adapun waralaba lokal, perkembangannya sangat bergantung pada banyak tidaknya jumlah investor atau mitra yang ingin ikut berinvestasi. "Saat masuk ke Indonesia, mereka tidak mewaralabakannya, tapi mengembangkan sendiri bisnisnya," imbuhnya.

Anang menambahkan, dari jumlah usaha waralaba lokal yang ada di Indonesia sekitar 1.500 waralaba, hanya sekitar 8% yang bisa disebut waralaba. Selebihnya adalah tawaran kesempatan bisnis dengan tajuk kemitraan.

Bagaimana sebenarnya perkembangan waralaba asing di Indonesia, terutama yang bergerak di sektor makanan?


BreadTalk

Waralaba roti asal Singapura ini hanya mempunyai satu mitra di Indonesia, yakni pemilik salon terkenal, Johnny Andrean. Alhasil, setiap gerai yang dibuka di negeri ini didanai dan dimiliki oleh pengusaha salon tersebut. "Dalam waktu dekat kami tidak ada rencana untuk men sub-waralabakan BreadTalk," tutur Astrid Hendrawati Sasongko, Brand Manager PT Talkindo Selaksa Anugrah, sebagai perusahaan yang membawahi BreadTalk.

Pasalnya, mereka khawatir jika di sub-waralabakan, kualitas roti racikan BreadTalk tidak sama satu dengan yang lainnya. "Nanti untuk mengontrol kualitasnya menjadi lebih sulit. Kalau ada yang protes, kami sebagai pemegang franchise tidak bisa ambil tindakan," katanya.

Toh, lanjut dia, walau dipegang sendiri pun, usaha yang dijalankan BreadTalk masih terus berkembang. Buktinya, sejak pertama kali diboyong dari negeri Singa pada tahun 2003 sampai kini, jumlah gerai BreadTalk sudah mencapai 64 gerai di beberapa kota besar Indonesia. Penerapan standar operasional yang sangat ketat inilah yang juga membuat waralaba ini bisa terus tumbuh.

Menurut Astrid, hingga akhir tahun ini, jaringan BreadTalk akan terus bertambah sehingga genap 70 gerai. "Kami akan membuka enam gerai lagi di tiga kota besar, yaitu Batam, Jakarta, dan BSD, Tangerang," katanya. Untuk tahun depan, BreadTalk akan terus berekspansi dengan menambah jumlah gerainya. Dia pun optimistis, peluang usaha di bisnis roti ini masih cukup besar.


Red Mango

Red Mango merupakan waralaba frozen yoghurt yang berdiri pada 2002. PT Prima Rasa Internasional memboyong waralaba ini ke Indonesia pada 18 Juli 2009 dari Amerika Serikat. Dalam 15 bulan, jumlah gerainya di Indonesia sudah beranak menjadi sembilan gerai.

Prima Rasa Internasional tidak membuka peluang waralaba ini secara besar-besaran. "Baru satu yang waralaba di Gandaria City," kata Agustino Karnadjaja, CEO Prima Rasa. Delapan gerai lain berlokasi di Mal Taman Anggrek, Emporium Pluit, Grand Indonesia dan Pondok Indah Mall 2 di Jakarta, Tunjungan Plaza dan Plaza Surabaya di Surabaya, Pariz Van Java di Bandung, dan di Sun Plaza Medan.

Agustino mengatakan, pihaknya tidak membuka peluang waralaba Red Mango untuk umum. Waralaba hanya diberikan melalui undangan dari Prima Rasa, walaupun ada beberapa investor yang mengajukan permintaan membuka gerai Red Mango. "Tapi saya lihat tidak cocok. Saya boleh membuka, tapi juga tidak harus," katanya.

Ia mengatakan, sampai sekarang tidak ada ketentuan dari Red Mango pusat, apakah akan menggunakan sistem waralaba atau dikembangkan sendiri untuk usahanya di Indonesia. Pihaknya tidak membuka peluang waralaba untuk umum karena faktor kehati-hatian. Padahal, banyak investor berduit yang mau mengembangkan Red Mango. Masalahnya, belum tentu mereka berkomitmen penuh.

Agustino enggan mengungkapkan nilai investasi yang dibutuhkan untuk membuka waralaba Red Mango. "Saya menunggu orang yang tepat, setelah oke baru saya ngomong angka," ujarnya.

Ia sangat berhati-hati karena Prima Rasa sendiri sulit mendapatkan lisensi untuk area di Indonesia. Prima Rasa harus melakukan pendekatan intensif dengan franchisor di Amerika Serikat, termasuk membuat laporan kondisi pasarnya. Bahkan, juga diperlukan rekomendasi dari tokoh terkemuka untuk meyakinkan pemilik Red Mango bahwa ia bisa membuka waralaba tersebut di Indonesia.


Gloria Jean's Coffees

Lain lagi ceritanya dengan Gloria Jean's Coffees. Usaha ini didirikan oleh Ed dan Gloria Jean Kvetko pada tahun 1979 di Chicago, Amerika Serikat. Gloria Jean's Coffees memiliki menu utama minuman kopi, dan masuk ke Indonesia pada 2007 melalui master franchise PT Dwiputra Gloria Indonesia (DGI).

Untuk mengembangkan usahanya di negeri ini, DGI mewaralabakan lagi ke sejumlah mitra lokal di Indonesia. Ketika KONTAN mengulas waralaba ini pada awal tahun 2009, gerai Gloria Jean's Coffees berjumlah 12 gerai. Dari jumlah itu, lima gerai di antaranya adalah milik investor di luar DGI.

Namun, sepertinya selama satu tahun terakhir ini, perkembangan bisnis Gloria Jean's Coffees bisa dibilang tidak begitu lancar. Itu sebabnya, waralaba ini tidak lagi ditawarkan ke calon investor lokal lainnya.

Dari 12 gerai yang ada tahun lalu, kini tujuh di antaranya dialihkan untuk menjalankan produk waralaba baru dari DGI bernama Cuppa Coffee. Hanya empat mitra yang tetap mengoperasikan gerai kopi Gloria Jean's Coffees. "Kami sekarang lebih fokus untuk mengembangkan produk," ujar Cherry Hartadi, Manager Franchise DGI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×