Reporter: Mona Tobing, Gloria Natalia | Editor: Tri Adi
Karung goni tak cuma pembungkus beras atau cabai yang jika sudah dipakai nilai gunanya akan turun. Para perajin kreatif menggunakan bahan baku goni ini untuk membuat sepatu, taplak, hingga kaligrafi yang harganya bisa mencapai Rp 800.000 per unit.
Ide bisa muncul tiba-tiba dari sebuah keresahan. Melihat tumpukan karung goni bekas yang tak terpakai di sekitar rumahnya, Rahmawati tergerak menciptakan kerajinan berbahan dasar karung goni tersebut. Niat ini makin kuat ketika Rahmawati melihat tingginya minat masyarakat menggunakan produk daur ulang.
Ketika Rahmawati memulai usaha kerajinan dari karung goni September 2010, sepatu Cross sedang naik daun. Ia pun terpikir membuat sepatu dari bahan dasar karung goni. "Kemudian coba saya buat sepatu dengan model mirip seperti Cross," kata pemilik Fazle Craft ini.
Ia menilai bahan karung goni ini memiliki persamaan dengan sepatu Cross berbahan kain kanvas. "Kerapatan kainnya sama sehingga cocok untuk dibuat sepatu," kata Rahmawati.
Ternyata, respon pasar di Surabaya cukup bagus. Dagangannya yang laris manis, membuat Rahmawati kian percaya diri mengembangkan usaha sepatunya.
Lain lagi cerita Jadi Suryanto, perajin kaligrafi kain goni. Saat membatik kaligrafi di atas kain, ia terpikir membatik kaligrafi di atas karung goni bekas bungkus beras. "Tapi saya kesulitan karena karung goni penuh pori kasar. Apalagi serat kerap bermunculan di tubuhnya," kata pria berusia 29 tahun ini. Alhasil, ketika menggurat garis kaligrafi dengan canting ia harus sering berhenti untuk melewati pori dan meneruskan ke pori berikutnya.
Jadi, membuat pola kaligrafi pada ukuran 60 x 80 cm. Setelah pola jadi, si goni baru dibatik dengan canting di depan dan di bagian belakang. "Lalu, malamnya dilorot di air mendidih dan diwarnai lagi," kata Jadi. Melorot adalah kegiatan menghilangkan malam yang melekat pada kain. Kaligrafi selesai, tinggal mewarnai wilayah di seputar kaligrafi.
Ada dua cara pewarnaan, disemprot dan dicelup. Pewarna batik remasol dimasukkan dalam alat semprot dan mulailah penyemprotan. Adapun, pencelupan dilakukan dengan merendam karung goni di larutan remasol.
Jadi Suryanto lebih banyak menggunakan cara penyemprotan karena dengan cara itu ia bisa menggabungkan banyak warna. Proses selesai, batik karung goni sudah jadi dan tinggal dimasukkan dalam pigura.
Jadi membutuhkan waktu 10 hingga 15 hari untuk membuat satu kaligrafi yang harga jualnya Rp 800.000. "Harganya memang cukup mahal, sebab butuh kesabaran tinggi untuk membuatnya," paparnya. Tak hanya di Boyolali, kaligrafi buatan Jadi sudah sampai ke Jakarta, Bandung, dan Makassar. Dalam sebulan ia mendapatkan pesanan empat kaligrafi.
Meski gampang dicari, tidak semua kain goni bisa menjadi bahan baku. "Untuk membuat sepatu, biasanya menggunakan kain goni yang tipis agar mudah dibentuk," jelas Rahmawati.
Sebelum mengolah goni menjadi sepatu, Rahmawati merendam goni ini dalam air selama satu hari untuk melepaskan serabut-serabut goni. "Setelah direndam, dikeringkan dan dijahit manual sesuai dengan model," kata ibu tiga putra ini.
Rahmawati dan empat pegawainya memproduksi 100 pasang sepatu setiap dua pekan. Ia membuat masing-masing satu taplak, tempat tisu, dan tutup galon setiap hari.
Harga sepatu goni buatannya Rp 150.000 per pasang. Sedangkan harga taplak meja Rp 75.000 hingga Rp 250.000 untuk ukuran 3 meter dan tas atau tempat tisu senilai
Rp 50.000.
Rahmawati membutuhkan bahan baku 100 karung goni dengan harga Rp 10.000 per helai untuk kebutuhan sepatu. Saat ini, Rahmawati memang tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh karung goni. Tapi ia mengaku keberatan dengan harga karung goni yang mahal.
Rahmawati mampu meraih pendapatan sekitar Rp 20 juta dalam waktu 5 hari saat pameran Inacraft 2011 lalu. Rahmawati berencana membangun rumah karung di Jakarta tahun ini. "Pasar di Jakarta lebih bagus ketimbang di Surabaya, karenanya saya berniat untuk membangun toko dan workshop di Jakarta," ujar Rahmawati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News