Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi
Berawal dari kisah pacaran, akhirnya, Joko Ibrahim menggeluti bisnis pembuatan hanger kawat yang dijalankan calon mertuanya. Dengan kerja keras, kini, Joko sukses menjadi juragan hanger beromzet ratusan juta rupiah per bulan.
Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Pepatah kuno itu benar-benar terjadi pada hidup Joko Ibrahim yang kini menjadi pengusaha gantungan baju atau hanger nan sukses. Selain memasok ke beberapa gerai, ia juga melayani pesanan dari beberapa perusahaan jaringan jasa cuci pakaian (laundry).
Kini, dengan memakai merek Rajawali Hanger, Joko mampu menjual ratusan ribu hanger dalam sebulan. Memang, harganya murah, sekitar Rp 500 per unit. Tapi, dengan volume sebanyak itu, omzetnya mencapai ratusan juta rupiah setiap bulan.
Joko harus melalui banyak rintangan untuk menggapai kesuksesannya. Lahir dari sebuah keluarga yang berkecukupan, ia mengalami masa kecil yang cukup menyenangkan. Ayahnya adalah seorang kepala sekolah dan memiliki beberapa petak sawah. Sang ibu bekerja menjual tanaman palawija.
Masa muda Joko juga tak kekurangan. Ia kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Wali Songo, Semarang. Waktu itu, ia aktif di lembaga kemahasiswaan. Di sana, ia belajar banyak mengenai cara berkomunikasi yang baik dan membangun relasi.
Setelah lulus kuliah, pada 2003, Joko langsung bekerja sebagai manajer di sebuah yayasan pendidikan di Solo. Kariernya berjalan lambat, hingga lima tahun kemudian ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di Universitas Paramadina, Jakarta.
Sambil kuliah, Joko menyambi bekerja di sebuah kantor pengacara. Saat itu, ia juga tengah menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang sekarang menjadi istrinya, Prisa Ani Yulia.
Joko kerap mengunjungi Prisa yang berasal dari Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur. Saat apel, ia sering menyaksikan kesibukan orang tua Prisa mengelola bisnis hanger kawat yang lumayan maju.
Lantaran ingin mengambil hati calon mertua, Joko menawarkan diri menjual hanger tersebut ke Jakarta. Ia bahkan rela berhenti dari kantor pengacara tempatnya bekerja. “Sebab, bisa jualan sambil pacaran lebih menyenangkan,” katanya.
Di Jakarta, hanger tersebut ia jual lewat internet (online). Tak disangka, peminat hanger ternyata banyak. Joko mulai memesan hanger dalam jumlah yang lumayan banyak. Namun, produk yang dijual masih sebatas gantungan baju biasa.
Suatu ketika, seorang kawan Joko membawa contoh hanger yang ingin dipesan oleh perusahaan laundry asal Korea. Pesanan itu berbeda dengan hanger biasa lantaran memiliki uliran khusus di gagangnya.
Joko lantas mencoba membuat beberapa contoh untuk diserahkan ke perusahaan asal Korea itu. Namun, pesanan tak kunjung datang. Joko merasa kecewa. “Saya sudah berharap banyak kala itu,” ujarnya.
Toh, Joko tak putus asa. Ia lantas menawarkan gantungan itu ke teman-temannya. Ia juga gencar menawarkan hanger di website buatannya. Akhirnya, datang juga pesanan.
Sempat terhenti
Pesanan pertama berasal dari sebuah laundry di Nusa Tenggara Barat pada Mei 2009. Jumlah hanger yang mereka pesan sebanyak 250 unit. “Saya senang sekali, tapi juga bingung. Sebab, saat itu tidak punya stok sebanyak itu,” kenang pria kelahiran 19 Maret 1980 ini.
Joko lantas memberi tahu pacarnya soal pesanan itu. Tak disangka, calon mertuanya justru antusias dan mau memberi modal usaha berupa mesin pencetak hanger. Joko mendapatkan dua mesin senilai Rp 2,5 juta.
Joko juga ikut menarik uang tabungannya sebesar Rp 5 juta untuk membeli dua ton gulungan kawat dan bahan kimia untuk mewarnai hanger. Setelah pesanan laundry terpenuhi, ia kembali memproduksi hanger dengan model yang sama untuk stok. Ia bekerja bersama empat karyawan yang “dipinjamkan” orangtua sang pacar.
Anehnya, setelah itu, pesanan kembali sepi. Padahal, Joko yang saat itu telah menikah dan sudah memiliki stok 30.000 hanger. Alhasil, Joko dan istrinya harus bertahan hidup dari pesanan hanger yang minim.
Daripada stres, akhirnya, Joko membawa gantungan baju buatannya ke beberapa perusahaan laundry lokal di Pati, Surabaya, dan kota-kota lain. Salah satunya adalah laundry Simply Fresh yang cukup terkenal.
Beruntung, selepas Idul Fitri 2009, pesanan hanger mulai marak. Selain Simply Fresh, jaringan laundry seperti Martinizing Dry Cleaning juga memesan hanger buatannya. Dalam waktu dua bulan, stok hanger di gudang hampir habis.
Bahkan, Simply Fresh yang berpusat di Yogyakarta secara teratur memesan hanger buatan Joko. Sejak saat itu, Joko memberi label Rajawali Hanger di hanger buatannya.
Saat itu, Rajawali Hanger rutin memasok 8.000 hanger ke seluruh gerai Simply Fresh setiap bulan. Begitu juga dengan laundry Martinizing Dry Cleaning yang memesan 2.000 unit setiap bulan.
Pesanan juga datang dari puluhan usaha laundry lain dan pembeli ritel. Kini, saban bulan, Joko mampu menjual 360.000 hanger setiap bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News