kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sutikno mencari celah pasar bunga nasional (1)


Senin, 11 Oktober 2010 / 13:15 WIB
Sutikno mencari celah pasar bunga nasional (1)
ILUSTRASI. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meninjau perkembangan pembangunan pabrik Asia Pacific Rayon


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Siapa tak kenal anggrek bulan? Bunga ini menjadi salah satu bunga nasional Indonesia, selain melati dan rafflesia arnoldi. Pertumbuhan bisnis anggrek di Indonesia pun cukup baik l. Salah satu pebisnis anggrek ini adalah Sutikno. Setelah menekuni bidang usaha ini lebih dari 10 tahun, pemasarannya mencakup seluruh Nusantara.

Berbagai pekerjaan telah dijalani Sutikno sejak memutuskan merantau ke Jakarta sekitar tahun 1976. Awalnya, ia bekerja di proyek sebagai kuli bangunan. Setahun kemudian, lelaki kelahiran Sragen tahun 1961 ini bekerja di sentra anggrek Ragunan, Jakarta Selatan.

Selama delapan tahun dia bekerja bagi salah satu pedagang anggrek di sentra tersebut. Tahun 1985, Sutikno mengundurkan diri lantaran tidak cocok lagi dengan bosnya. Lantas, ia menjadi pedagang bakso keliling di Jakarta.

Sekitar tahun 1990, Sutikno mendapat tempat kosong untuk berjualan bakso di Ragunan. Di daerah itu dia cukup lama berjualan bakso.

Hingga tahun 1997, Sutikno mendengar bahwa ada kapling kosong di Taman Anggrek Ragunan. Berbekal tabungan hasil berjualan bakso, dia membuka usaha kembang di Kapling nomor 10 Taman Anggrek Ragunan. Ia menyematkan nama Antika Anggrek untuk usahanya tersebut.

Bagi Sutikno, dalam hidup ini yang penting adalah berusaha. Sedangkan hasilnya diserahkan kepada Tuhan. Termasuk ketika ia terjun ke bisnis anggrek dan meninggalkan gerobak bakso yang telah menghidupi ekonomi keluarganya.

Karena sudah lebih dari 10 tahun tidak merawat anggrek, Sutikno sempat merasa kagok ketika kembali menggeluti bisnis tanaman ini. "Kalau ditanya bumbu bakso, waktu itu saya lebih mengerti," candanya.

Untungnya, dia masih memiliki banyak teman lama di sentra penjualan anggrektersebut. Ia pun kembali belajar merawat anggrek, berbagai varietasnya, serta pemberian pupuk.

Sutikno bercerita, semula penjualan anggreknya seret. Apalagi, waktu itu krisis ekonomi masih mendera. Alhasil, banyak konsumen meninggalkan anggrek. "Orang masih bisa hidup tanpa anggrek," katanya.

Setelah beberapa pekan berusaha, Sutikno baru bisa menjual sekitar 100 tanaman tiap minggu. Setelah itu penjualannya merangkak naik. Dia beruntung karena mempunyai pengalaman bekerja di pengusaha anggrek sebelumnya.

Sutikno terus berusaha memperluas pasar anggreknya hingga penjualannya mencapai 1.000 tanaman per pekan. Karena aktif memperluas pasar, dia malah kewalahan memenuhi permintaan. Ia pun mengerahkan teman-temannya sesama petani anggrek untuk memenuhi permintaan itu.

Ketika terjadi krisis, Sutikno mendapat keuntungan di balik jatuhnya nilai tukar rupiah. Eka Karya Graha Flora, salah satu eksportir anggrek yang cukup besar kehilangan pasarnya di luar negeri. "Mereka susah mencari pasar sedangkan saya susah mencari barang, jadinya klop," kata Sutikno.

Dia kemudian membeli pasokan anggrek dari eksportir itu. Akhirnya mereka pun menjalin kerja sama.

Saat ini, lanjut Sutikno, penjualannya bisa mencapai 15.000 hingga 16.000 tanaman per bulan. Dari total penjualan itu, sekitar 10.000 tanaman merupakan anggrek bulan. Sisanya, perpaduan berbagai varietas anggrek lainnya.

Sutikno menjual anggrek dengan harga Rp 35.000 -Rp 125.000 per tanaman. Harga yang paling mahal tentu saja berlaku untuk anggrek yang unik dan jarang di pasaran. Dalam sebulan, omzetnya mencapai Rp 600 juta.

Meski Eka Karya termasuk produsen anggrek yang besar, menurut Sutikno, sebenarnya pasokannya belum mencukupi kebutuhannya. "Kalau pasokan tersedia, mungkin penjualan saya sekarang bisa 15.000 untuk anggrek bulan saja," ujarnya.

Dalam rangka mengejar pasokan itu, Sutikno membuka kebun anggrek sendiri sejak 2003. Sebelumnya, ia mengelola bisnis anggrek di lahan sewaan di Ragunan seluas 1.000 meter persegi.

Toh, itu juga tetap tak mencukupi. Maka dia pun membeli lahan di Cikampek dan Sukabumi. Total luas lahannya 5.000 meter persegi. Pemilihan kedua lokasi ini tentu tak sembarangan. Dia menggunakan kebun di Sukabumi khusus untuk anggrek bulan. Maklum anggrek ini butuh hawa yang sejuk. Sedangkan kebun di Cikampek untuk anggrek lainnya, misalnya dendrobium, vanda, atau catleya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×