Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Tri Adi
Tanggal-tanggal cantik sering dipakai pasangan muda-mudi untuk melanggengkan hubungan pernikahan. Itulah sebabnya di tanggal cantik seperti 11-11-11, banyak order undangan pernikahan. Bisnis ini masih tetap cemerlang di tengah maraknya undangan via Facebook.
Walau sudah banyak media yang bisa digunakan untuk menyebarkan undangan pernikahan, seperti Facebook atau e-mail, namun bisnis cetak undangan pernikahan masih tetap menjanjikan.
Undangan pernikahan konvensional masih dianggap lebih sopan dibanding melalui dunia maya. Apalagi kartu undangan pernikahan sama pentingnya dengan suvenir, katering, ataupun gedung pernikahan. "Kalau awal tahun biasanya sepi. Ramai lagi setelah memasuki semester kedua atau habis Lebaran," kata Wiji Supriyanto, pemilik Shidiq Wedding Card asal Solo, Jawa Tengah.
Menggeluti usaha pembuatan kartu undangan sejak lima tahun silam, Wiji menyediakan banyak model kartu undangan. "Membuat kartu undangan pernikahan tidak sebatas mencetak, namun juga membutuhkan jiwa seni," katanya.
Selain menyediakan model kartu yang sudah jadi, calon pengantin juga bisa membuat sendiri undangan sesuai selera. Yang pasti, harus juga diperhatikan anggaran atau bujet yang sesuai. Sebab, murah mahalnya kartu undangan ditentukan dari model dan bahan undangan. Namun Wiji sendiri membanderol harga cetak mulai Rp 1.900 hingga Rp 9.900 per kartu.
Bagi yang menginginkan konsep tradisional, Wiji menyiapkan kartu undangan dengan motif batik. Harganya antara Rp 2.000 hingga Rp 6.000 per kartu. Sedangkan undangan yang lebih modern dengan variasi tali pita, harganya mulai Rp 4.000 hingga Rp 9.000 per kartu.
Jika sedang ramai, Wiji mengaku bisa menerima order hingga 15 cetak undangan. Untuk satu kali cetak, minimal order sebanyak 500 kartu undangan. "Dibutuhkan waktu pengerjaan empat hari untuk 500 kartu," katanya. Jika pasangan pengantin meminta pembuatan di bawah order minimal, maka harga yang dikenakan lebih tinggi.
Dengan pesanan sebanyak itu, rata-rata omzet yang diterima Wiji per bulan mencapai Rp 45 juta hingga Rp 50 juta. Omzet akan melonjak menjelang Idul Adha. Saat itu, order kartu undangan pernikahan hingga 20 undangan per bulan.
M. Edy Munandar pemilik usaha cetak sablon, offset dan digital printing, Mada Art di Palembang juga merasakan hal yang sama. Walau melayani berbagai bentuk order cetak, namun Edy mengaku pada tahun ini usahanya lebih banyak melayani cetak undangan pernikahan. "Tahun ini banyak yang mau menikah, mungkin karena banyak tanggal cantik," kata Edy.
Harga paling murah kartu undangan pernikahan adalah Rp 500. Untuk harga termahal Rp 10.000 per kartu. Dari usaha percetakan ini, rata-rata omzet yang didapat Edy mencapai Rp 40 juta per bulan, sekitar Rp 25 juta berasal hasil cetak kartu undangan. "Undangan baru saya cetak kalau pemesan bayar 50% dari biaya," ujarnya.
Edy yakin, bisnis cetak kartu undangan pernikahan masih akan bisa berjaya di tahun-tahun mendatang. "Karena orang, kan, pasti menikah," ujar Edy.
Untuk bisa mengejar omzet lebih tinggi, Edy dan Wiji selain menggunakan promosi melalui papan nama, juga membuka website internet. Dengan cara ini, mereka berharap tidak hanya bisa menjaring pelanggan lokal namun nasional. "Pesanan bisa datang dari Jakarta, namun ongkos kirim ditanggung pemesan," kata Wiji. Bisnis percetakan, menurut Wiji, risikonya kecil karena pengerjaan dilakukan setelah ada pesanan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News