kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Usaha sepatu: Biar diinjak, labanya melejit


Rabu, 26 Februari 2014 / 14:44 WIB
Usaha sepatu: Biar diinjak, labanya melejit
ILUSTRASI. PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk (GHON).


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Selain tatanan rambut dan model pakaian, alas kaki menjadi pendukung penampilan yang tidak boleh dilupakan. Tidak heran banyak orang merasa harus memiliki sepatu atau sandal yang sesuai dengan koleksi pakaian yang dipunya.

Selain itu, tren yang berkembang belakangan ini menuntut orang agar tampil lebih berani. Orang zaman dulu mungkin merasa cukup memiliki sepatu atau sandal dengan warna standar seperti cokelat dan hitam. Kini, warna yang dimiliki semakin beragam, mulai dari biru sampai warna kuning.

Tren alas kaki juga terus berganti. Tahun 2000, kaum hawa demam sepatu model balet yang beralas datar. Kemudian muncul tren sepatu dan sandal berbahan plastik merek Crocs. Lalu, berganti dengan sepatu boot. Tahun 2014 ini, tren sepatu pun akan berubah.

Perubahan cepat tren sepatu ini memunculkan banyak perajin atau pengusaha sepatu yang mencoba peruntungan di bisnis ini. Keberanian ini bukan hanya dipicu oleh tren, tetapi kepedulian masyarakat terhadap produk lokal yang kian meningkat. Alhasil, makin banyak pelaku usaha yang berani mengangkat merek dagangannya sendiri.

Salah satunya Agit Bambang Suswanto. Meski usianya baru 23 tahun, dia sudah sukses menjadi produsen sepatu dengan membangun merek sendiri. Agit yang mengawali bisnis empat tahun lalu dengan membuat 13 sepatu, sekarang mampu menjual 600 pasang sepatu setiap bulan. Melalui merek usaha Amble Footwear, Agit menjual sepatunya seharga Rp 299.000 sampai Rp 600.000 per pasang. "Kalau pas high season bisa menjual sampai 1.000 pasang," ujarnya. Margin keuntungan yang dia peroleh mencapai 30%.

Begitu juga dengan Yusi Kurniawati, produsen sepatu bermerek U-seeshoes. Meski baru tiga tahun menjalankan bisnis itu, dia sudah bisa menjual 500 pasang sepatu per bulan. Banderol harganya mulai Rp 350.000 sampai Rp 4 juta per pasang. Margin keuntungan yang dia reguk mencapai 50%.

Baik Yusi maupun Agit mengawali bisnisnya dengan modal terbatas. Yusi, yang memiliki kemampuan menggambar, memulai usahanya dengan modal uang kurang dari Rp 5 juta untuk memproduksi 40 pasang sepatu. "Modal itu bisa disesuaikan," ujar Agit.

Ia bilang, untuk memulai usaha ini tidak harus memiliki toko yang berlokasi strategis sehingga menyedot modal besar. Kini, seiring perkembangan teknologi, toko yang menjajakan barang dagangannya bisa dibuka di internet secara online. Inilah cara Agit memulai usahanya.


Target pasar

Sebenarnya ada beberapa tahap untuk memulai usaha berjualan alas kaki ini. Menurut Agit, hal utama yang harus dipikirkan sebelum terjun ke bisnis ini adalah target pasar. Anda harus menentukan segmen yang akan dituju: apakah anak-anak, remaja, atau orang muda.

Berdasarkan pengalaman Agit, sejak awal berbisnis dia sudah mengincar orang muda sebagai target pasar utama. Lebih spesifik lagi targetnya adalah anak kuliah. Mengapa? "Menurut survei kecil yang kami lakukan, anak muda di kota besar itu konsumtif tapi mereka juga produktif. Sekali pun mereka kuliah tapi memiliki pekerjaan sampingan. Inilah segmen yang kami tuju," katanya.

Setelah menentukan target pasar, langkah selanjutnya adalah menyusun karakter dari si target itu. Dengan mengetahui karakternya, Anda bisa menentukan jenis sepatu yang akan diproduksi. Pilihannya sepatu berkualitas dengan harga mahal, atau sepatu kualitas pas-pasan dengan harga murah.

Nah, dari situlah Anda bisa menghitung modal yang perlu disiapkan. Misalnya, kalau mau menjual sepatu murah dengan bahan baku murah maka modalnya tidak besar. Tapi kalau mau menjajakan sepatu berkualitas, misalnya sepatu kulit, tentu modal yang disiapkan juga besar.


Mengikuti tren

Setelah memutuskan target pasar dan jenis sepatu, langkah selanjutnya adalah menentukan model sepatu yang akan diproduksi. Penentuan model ini terkait erat dengan tren, seperti produk busana lainnya. Jadi, sebagai pengusaha sepatu, sebaiknya Anda mengerti tren yang berkembang. "Tapi bukan berarti harus meniru persis. Anda harus memberikan kreativitas," imbuh Agit.

Bagaimana tren alas kaki tahun ini? Dulu, menggunakan sepatu dengan warna cerah menyala terlihat aneh bila dipakai di acara yang formal. Seiring perkembangan tren busana yang lebih dinamis saat ini, sepatu dengan beragam warna pun cocok dipakai saat acara resmi. Misalnya, sepatu bermotif batik dengan aneka warna dapat dikenakan dalam berbagai momen atau acara.

Agit menganalisis, tampilan sepatu yang berwarna-warni akan semakin menjadi tren pada tahun ini. "Tren boyband-boyband yang tampil sporty dengan running shoes juga akan menjadi tren desain sepatu di Indonesia," kata pemilik situs amblefootwear.com ini. Tren itu bukan hanya mewabahi kaum adam, tetapi juga kalangan perempuan.

Untuk memberi tampilan yang kasual, sepatu jenis loafer juga bakal tren. Agit, yang sudah menjadi produsen sepatu sejak empat tahun lalu ini, membandingkan, demam sepatu boot tahun lalu dan model loafer menjadi tren tahun ini.

Loafer merupakan jenis sepatu tanpa tali yang dikenakan secara diselipkan. Kalau pun ada tali hanya sebagai aksesori. Sepatu ini awalnya dikenal di Amerika sebagai sepatu pebisnis yang sering dipadukan dengan jas. Tapi di belahan Eropa, sepatu ini dianggap sebagai sepatu non-resmi. Salah satu bintang pop dunia yang sering mengenakan sepatu model ini adalah Michael Jackson.

Agit bilang, sepatu model ini diminati karena bentuknya simpel dan nyaman. "Orang sudah mulai bosan dengan sepatu tinggi seperti boot. Nah, model casual loafer inilah yang menjadi pilihan," imbuhnya.

Sepatu model ini tidak hanya dimonopoli kaum pria. kaum wanita juga menggandrunginya. Tahun lalu, wanita berpenampilan tomboi ngetren. Tahun ini, tren itu masih berlanjut. Nah, sepatu jenis loafer inilah yang menjadi pendukung penampilan itu. Toh, warna-warni sepatu ini tetap menunjukkan kesan feminin.

Yusi Kurniawati mengatakan, sepatu santai pada tahun ini juga masih dicari. Secara khusus untuk kaum hawa, sepatu atau sandal bermodel wedges masih digandrungi. Wedges merupakan sandal atau sepatu bersol tebal. Dengan ketebalan minimal lima sentimeter, si pemakai bisa merasakan manfaatnya sama dengan menggunakan sepatu hak tinggi (high heels) yaitu bisa menambah tinggi si pemakai.

"Sepatu yang dicari itu yang nyaman. Sepatu hak runcing sudah ditinggalkan karena kurang nyaman dipakai," kata Yusi, yang memiliki workshop sepatu di daerah Ciledug, Tangerang ini. Wedges yang memiliki ketebalan merata bisa meminimalkan rasa pegal ketika digunakan.

Untuk mengetahui tren yang berkembang, Anda harus rajin mencari informasi di majalah mode atau internet. Semua informasi tersebut bisa diperoleh secara mudah.


Tahap produksi

Mengawali bisnis ini ternyata tidak harus mengikuti pendidikan formal di bidang busana. Buktinya, Yusi mengaku tidak memiliki keahlian desain. Dia hanya hobi menggambar. "Semua tidak sengaja. Kebetulan saya iseng menggambar sepatu. Ternyata saat direalisasikan menjadi sepatu, laku dijual," katanya. Proses belajar mendesain pun beriringan dengan berjalannya usaha.

Adapun Agit yang memang hobi koleksi sepatu, merasa tertantang memproduksi sendiri sepatu kulit yang harganya selangit. Pria yang kuliah di jurusn manajemen bisnis ini pun mencoba mencari informasi seputar tahap-tahap memproduksi sepatu.

Bahkan, dia terjun ke sentra-sentra industri sepatu dari skala rumahan hingga pabrikan untuk melihat proses pembuatan alas kaki. "Saya pelan-pelan belajar, sampai akhirnya berani produksi sendiri," ujarnya. Meski begitu, seiring persaingan bisnis yang ketat, Agit menyarankan untuk menggali ilmu desain di pendidikan formal.

Setelah memperoleh ilmu produksi, Anda perlu menjaring perajin sepatu. Tahap ini tergolong susah-susah gampang. Anda bisa menjaring perajin berpengalaman dari Solo, Jawa Tengah, atau pengrajin dari Cibaduyut, Jawa Barat.

Yusi bercerita, kebetulan orangtuanya memiliki pengalaman usaha sepatu dan kenal perajin sepatu. Alhasil, dia tidak kesulitan menjaring para perajin. "Tadinya hanya dua orang, sekarang sudah ada 15 orang karyawan saya," katanya.

Namun, Anda tidak perlu khawatir. Jika kesulitan menjaring perajin, Anda bisa menggunakan jasa maklun. Jadi, Anda tinggal menyerahkan desain, jumlah pesanan, standar kualitas, dan ukuran yang dinginkan. "Saya juga terpikir untuk menggunakan vendor sepatu. Semua proses produksi di sana, jadi kami tinggal memikirkan membangun merek," kata Agit.

Langkah ini bisa dilakukan bagi mereka yang tidak mau direpotkan dengan proses produksi. Semua tinggal dipesan di vendor sepatu. Pekerjaan rumah yang dilakukan hanya menguatkan merek sepatu itu. Bukan hanya itu, investasi atau modal juga bisa semakin ditekan. "Tidak perlu memikirkan investasi perlengkapan dan peralatan. Tinggal pilih vendor yang cocok. Awalnya, dicoba sampel dulu," kata Agit.

Namun, bila Anda ingin mencoba memproduksi sendiri maka ada beberapa peralatan dan perlengkapan yang harus disediakan. Mulai dari cetakan sepatu, mesin jahit, palu, tang, pisau seset, paku, pisau cutter, pensil, tinta perak, mesin amplas, kaki tiga, hingga gunting. Adapun  bahan bakunya adalah sol, kulit, vinil, paper tape, benang jahit, kain lapis, amplas, lem sintetis, dan kertas karton. Agit menyarankan, pada tahap awal cukup memproduksi belasan pasang sepatu. "Jangan terlalu banyak," imbuhnya.


Trik pemasaran

Bila modal yang dimiliki minim, Anda bisa mengawali bisnis dengan pemasaran melalui media online. Bagaimanapun, penting memperkenalkan produk itu kepada kolega. "Untuk menjadi besar, kalau tidak memiliki store offline, memang harus berani memasang iklan atau menggaet artis sebagai ambassador produk," ujar Agit.

Di awal usaha, Agit memang menggelontorkan biaya iklan yang cukup besar. Porsinya hampir sama dengan belanja bahan baku. "Dulu iklan di majalah bisa menghabiskan Rp 15 juta. Tapi sekarang cukup dengan sistem kerjasama produk saja," katanya.

Media online saat ini bisa diandalkan. Baik Yusi maupun Agit sangat mengandalkan media online untuk menjangkau pembeli di seluruh Indonesia. Sebagai awalan, Anda bisa berjualan di jejaring sosial. Di sana Anda akan mendapatkan testimoni langsung dari pembeli yang akan membagikan testimoni itu ke ke kenalannya.

Di sini Anda dituntut harus benar-benar memperhatikan kualitas produk. Sebab, di dunia maya, konsumen yang tidak puas pun bisa memberikan testimoni. Tapi bila pelanggan puas, merek yang dibangun akan terdengar makin nyaring.

Dengan dukungan media online pula, Anda tidak perlu memproduksi barang dalam jumlah banyak. Untuk memulai bisnis, Anda cukup memproduksi dua sampai tiga model dengan ukuran beragam, masing-masing sebanyak lima pasang. "Kalau sudah percaya diri, kita dapat memasukkan produk tersebut ke toko-toko yang sesuai dengan target pasar. Kita tinggal presentasi untuk memastikan kepada pemilik toko kalau produk yang dipunyai ini memang layak dipajang di tokonya," ujar Agit memaparkan.

Meski dalam kurun waktu lima tahun merek sepatu Anda sudah dikenal masyarakat, bukan berarti promosi berhenti. Promosi perlu dilakukan terus-menerus untuk meyakinkan masyarakat bahwa merek Anda masih eksis dan tetap menjadi produk berkualitas dan layak dimiliki. Maklum, kalau gaung merek tidak terdengar lagi, konsumen pun akan pindah ke lain hati. Diakui atau tidak, konsumen di Indonesia itu sangat dipengaruhi oleh iklan.

Karena itulah, alokasi promosi di bisnis sepatu bisa mencapai 15% per bulan. Sementara bahan baku alokasinya 30%, gaji karyawan 20%, serta listrik, air, dan telepon sebesar 5%.

Nah, apakah Anda tertarik menjajal bisnis alas kaki tersebut? Yang jelas, bila dalam kurun waktu tiga bulan usaha Anda tidak menunjukkan ke arah balik modal, sebaiknya evaluasi lagi bisnis itu.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×