kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Wah, ternyata omzet angkringan makin hangat


Selasa, 10 Mei 2011 / 14:32 WIB
Wah, ternyata omzet angkringan makin hangat
ILUSTRASI. Warga menunjukkan emas batangan 25 gram sebelum dijual di Butik Emas Logam Mulia Antam, Bandung, Jawa Barat, Rabu (8/1/2020). Harga emas berkilauan, saham-saham ini bisa dilirik. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/wsj.


Reporter: Mona Tobing, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Di tengah menjamurnya restoran dan kafe-kafe yang menyajikan makanan khas dari luar negeri di Jakarta, angkringan tetap dilirik sebagian orang. Angkringan menggelar konsep tempat makan sederhana dengan alas duduk tikar lesehan di pinggir jalan dan menyajikan makanan khas rumahan dengan harga yang relatif terjangkau.

Menemukan angkringan di sepanjang jalan di Jakarta saat ini terbilang mudah. Selain banyak orang ramai-ramai memulai usaha angkringan, tawaran waralaba angkringan kian banyak. Minat masyarakat membuka angkringan juga cukup tinggi. Selain angkringan tengah menjadi tempat nongkrong favorit, modal investasinya juga terjangkau dengan besar keuntungan yang menggiurkan.

Kali ini KONTAN mengulas perkembangan tiga kemitraan angkringan, yakni Angkringan Ki Asem, Angkringan Fatmawati dan Solo Rasa Angkringan.


Angkringan Ki Asem

Angkringan Ki Asem merupakan usaha yang dimulai dari komunitas anak muda yang berasal dari Solo & Yogyakarta untuk mengakomodasi kebutuhan akan harga makanan yang terjangkau. Buka sejak tahun 2007, Angkringan Ki Asem mulai menawarkan waralaba sejak tahun 2008.

Ketika KONTAN mengulas usaha ini tahun 2009, Ki Asem memiliki delapan mitra. Kini, jumlah mitra Ki Asem bertambah menjadi 13 gerai. Jumlah mitranya tersebar di Bintara, Jakarta Timur dan Rawa Bebek di Bekasi. Satu lagi yang akan bergabung berlokasi di Serang.

Sartono Suwarno, pemilik Angkringan Ki Asem, mengungkap, pertambahan jumlah mitra Ki Asem karena tawaran investasi angkringannya terbilang terjangkau serta menu makanan yang bervariasi.

Sebenarnya, tutur Sartono, banyak yang menginginkan menjadi mitra tapi terkendala dengan kesiapan para calon mitra terkait dengan lokasi tempat. "Padahal lokasi sangat menentukan laku atau tidaknya dagangan. Jadi kami tidak mau sembarangan," ujarnya.

Jumlah mitra yang bertambah juga dibarengi keuntungan bersih per bulan yang didapat dari gerai Angkringan Ki Asem. Jika sebelumnya satu gerai mampu meraih omzet sebesar Rp 1,4 juta per hari, sekarang bertambah menjadi Rp 2,2 juta per hari.

Masih dengan perhitungan investasi awal yang sama, Angkringan Ki Asem menawarkan paket Rp 20 juta untuk satu gerai angkringan. Sartono memungut biaya royalti 2%. "Biaya ini disetor bila omzet mitra mencapai Rp 1 juta per malam. Bila tidak, saya tidak akan menariknya," kata Sartono.

Sartono yakin prospek usaha angkringan masih sangat menjanjikan ke depannya. Asalkan gerai angkringan ini berada di lokasi yang strategis. Disadari atau tidak, kebanyakan orang menengah ke atas di Jakarta masih gengsi makan di angkringan. Ini jelas merupakan peluang. Namun, kalau letaknya strategis dan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitar, mereka bisa menjadi target pasar.


Angkringan Fatmawati Nasi Kucing

Handayani membuka usaha angkringan pertama kali pada tahun 2006. Pria asal Sragen ini membuat nasi kucing sebagai jualan utamanya. Disebut nasi kucing karena porsi nasnya yang sedikit dan dibentuk seperti kerucut.

Kami mengulas Angkringan Fatmawati ini tahun 2009. Handayani menawarkan menu andalan bandeng goreng, oseng tempe, satai telur puyuh, satai telur muda, yaitu telur ayam yang belum bercangkang, juga satai keong sawah. Handayani juga menyediakan martabak, tempe atau tahu bacem, dan aneka gorengan.

Sekarang, menu Angkringan Fatmawati kian bervariasi. Menyadari kian ketatnya persaingan angkringan yang menawarkan menu serupa, Handayani menambah menu angkringannya agar kian bervariasi. "Ada satai sayap lada hitam, satai burung puyuh yang harganya murah yakni sekitar Rp 3.000 sampai Rp 8.000," terang Handayani.

Meski harganya relatif murah, Handayani mengaku kualitas tetaplah nomor satu. Murah dan enak adalah prinsipnya menjual berbagai menu angkringan. "Kami mempertahankan kualitas rasa dari makanan, inilah yang membuat para pelanggan kami loyal dan terus datang kesini," imbuh Handayani.

Handayani mengatakan, selama dua tahun ini pendapatan usaha angkringannya selalu bertambah. Tidak hanya menjangkau masyarakat berkantong pas-pasan, Handayani membidik kalangan menengah atas.

Ia melihat, banyak orang berduit tidak lagi alergi duduk di pinggir jalan untuk menyantap makanan. "Saya pun menyesuaikan menunya dengan menyediakan menu ayam bakar dan dendeng sapi," terang dia.

Menu andalannya kian lengkap dengan sajian susu secang. Ini pula yang membuat angkringannya tak pernah sepi pembeli.

Angkringan Fatmawati memiliki tiga mitra di Pasar Minggu dan Cililitan yang mampu meraih omzet Rp 1,5 juta per gerai setiap hari.

Meski omzetnya terbilang tinggi, pendapatan harian ini bergantung pada kondisi cuaca. Jika hujan turun, tentu saja gerai angkringan akan bubar. Soalnya, para penjual di tempat terbuka sangat bergantung kondisi sekitar. "Kalau becek, pasti tak ada pembeli," kata dia.

Angkringan Fatmawati menawarkan kemitraan dengan biaya Rp 5 juta. Dengan ongkos itu, mitra mendapatkan lisensi nama dari Angkringan Fatmawati untuk jangka waktu lima tahun. Handayani mengatakan ia tidak memungut biaya royalti atau biaya yang lain.

Namun, terwaralaba harus menyiapkan perlengkapan makan dan minum sendiri, termasuk gerobak untuk berdagang. Jika tak mau repot, mitra bisa menyerahkan pemesanan seluruh kebutuhan itu pada Handayani.

Handayani memasang harga sebesar Rp 13 juta. Harga ini sudah termasuk peralatan untuk menjalankan usaha ini. Soal makanan dan minuman yang dijadikan dagangan, Handayani menerapkan sistem beli putus.


Solo Rasa Angkringan

Satu angkringan yang baru diulas KONTAN Maret 2011 lalu adalah Solo Rasa Angkringan yang didirikan Anton Haekal dan Galuh Alamsyah di Malang. Angkringan yang baru lahir ini menawarkan kemitraan dua bulan lalu belum mengalami kenaikan jumlah mitra.

Anton mengungkapkan, ia banyak mengantongi permintaan untuk menjadi mitra. Namun, belum ada mitra yang membuka outlet baru. Anton mengaku hampir di setiap kota besar di Indonesia sudah ada yang mengajukan tawaran. Mulai dari Jakarta, Samarinda, Surabaya, Balikpapan hingga Aceh. "Kalau jumlahnya sudah lebih dari 10 calon," ujar Anton.

Anton mengatakan, ia masih menyeleksi calon mitra. Permasalahannya serupa dengan Angkringan Ki Asem yang terganjal masalah lokasi yang layak untuk dijadikan usaha. Sampai saat ini, Solo Angkringan belum mendapatkan pertambahan mitra.

Solo Angkringan mematok investasi awal mulai dari Rp 9 juta untuk Jawa Timur hingga Rp 35 juta untuk luar Jawa. Dengan investasi awal itu, mitra akan mendapat peralatan usaha lengkap seperti booth, peralatan masak, dan pelatihan karyawan. Ongkos ini belum termasuk biaya hiburan seperti wi-fi dan LCD sebesar Rp 17 juta. Anton mengenakan biaya royalti Rp 150.000 per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×