Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Mengais rezeki dengan memanfaatkan barang bekas alias limbah dari perusahaan belum menjadi pilihan usaha bagi sebagian kalangan. Namun, ide kreatif muncul dari Yeyen Komalasari yang memanfaatkan limbah dari perusahaan baja, PT Krakatau Steel Tbk.
Bisnis kerajinan berbahan baku limbah yang ditekuni Yeyen Komalasari memang istimewa. Ia berhasil memanfaatkan sampah tak terurai ini menjadi aneka produk yang bermanfaat, serta tentunya turut menjaga kelestarian lingkungan, mengingat tanah bisa langsung terkontaminasi oleh kandungan poliester limbah kain dari PT Krakatau Steel Tbk di Cilegon, Banten.
Ide Yeyen mengolah limbah kain kumal bekas saringan bijih besi Krakatau Steel, muncul ketika ia melakukan observasi ke tempat pembuangan akhir sampah Krakatau Steel.
Setiap hari, selama tiga bulan berada di tempat pembuangan limbah, Yeyen mengumpulkan limbah dari Krakatau Steel dan membawanya pulang ke rumah. Ia menguji kelayakan limbah berupa kain ini, apakah bisa disulap menjadi barang kerajinan yang bernilai.
Kebetulan, sang kakak, Abu Sofyan, yang juga seorang pelukis, tertarik dengan tekstur kain bekas saringan bijih besi tersebut. Sebab, kain kumal yang sudah berwarna cokelat ini mempunyai tekstur yang kasar dengan ketebalan seperti lembaran kulit.
Yeyen bercerita, meski bahan bakunya mudah diperoleh, proses pengolahannya terbilang sulit. Agar kain tak berbau dan kotor, pencuciannya harus dilakukan sebanyak 20 kali. Pencucian berkali-kali itu juga bertujuan untuk menghilangkan serpihan biji besi yang masih menempel kuat di kain.
Yeyen memanfaatkan tenaga para pemulung di tempat pembuangan akhir untuk mencuci limbah kain sebanyak dua ton yang didapatnya dalam enam bulan.
Setelah kain bersih, baru Yeyen memberikan motif dan bordiran. Tapi sebelumnya, kain bekas tersebut digambar polanya oleh Yeyen menggunakan solder dengan panas mencapai 120 derajat Celsius.
Teknik pembuatannya, menurut Yeyen, hampir sama dengan membatik. Hasil akhir pun terlihat indah, dengan munculnya motif berlekuk kecokelatan di permukaan kain. "Semakin sering dicuci, gambar akan makin jelas. Warnanya juga tak akan luntur, malah akan terlihat lebih coklat sehingga terlihat alami," katanya.
Agar kualitas kerajinan buatannya tak mengecewakan, ia terlebih dulu merebus kain yang sudah bermotif dalam air mendidih. Alhasil, kain kumal pun bersalin rupa menjadi aneka tas, body protector atau pelindung badan, sajadah, taplak dashboard, mouse pad, peci, sarung ponsel, hiasan kaligrafi hingga pelapis helm.
Barang-barang yang dihasilkan Yeyen tak hanya unik tapi juga berkualitas tinggi. Selain awet karena serat kainnya tebal, motif yang ada pada kain tidak akan mudah luntur, sekalipun dicuci berulang kali.
Yeyen juga membubuhkan motif yang berbeda pada setiap barang yang dihasilkan, agar kerajinannya terlihat berseni dengan kesan etnik. Ia memadukan seni ukir dan batik pada kain, juga menggambar kartun-kartun. Supaya ada kesan ekslusif, wanita 30 tahun ini hanya membuat dua jenis barang pada kerajinannya.
Setiap bulan, pemilik Naniwa House ini mendapat pesanan hingga 700 unit dari 180 item yang Yeyen jual. Pesanan paling banyak datang dari helm yakni 100 buah dan tas wanita sebanyak dua hingga tiga kodi. Tak heran, ia pun bisa meraih omzet hingga Rp 15 juta setiap bulannya.
Atas segala pencapaiannya itu, selain bisnis yang berjalan sukses, ia juga dapat apresiasi tinggi dari beberapa pihak. Tapi, Yeyen menilai kontribusi terhadap lingkungan jauh lebih penting. "Mengejar untung sah-sah saja, tapi harus seimbang dengan kelestarian lingkungan," ungkap Yeyen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News