kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,60   -12,89   -1.40%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Manfaatkan kain sisa sebagai bahan produksi (2)


Selasa, 26 Mei 2015 / 16:41 WIB
Manfaatkan kain sisa sebagai bahan produksi (2)
ILUSTRASI. Kampanye 'Beli Lokal' Tokopedia-TikTok di Harbolnas 12.12.


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Hendra Gunawan

BANDUNG. Sentra produksi baju anak yang terletak di Gang Pesantren, Jalan Pagarsih, Bandung sudah cukup terkenal dengan harga jualnya yang miring. Sebab bahan baku kain diambil langsung dari pabrik garmen. Sebagian besar produsen mengambil kain-kain sisa produksi dari pabrik garmen secara cuma-cuma. Itu sebabnya, harga jual pakaian anak di tempat ini bisa lebih murah dari tempat lain. Tapi ada juga produsen yang lebih banyak membeli kain dari agen. 

Lokasi sentra ini berada di gang sempit dan menyatu dengan rumah tempat tinggal warga. Sebab, para produsen menggunakan rumahnya sebagai tempat produksi. Lantaran berada di gang, tempat ini hanya bisa dilalui oleh motor, sehingga pengunjung yang datang menggunakan mobil harus parkir di tempat lain dan berjalan untuk sampai sentra ini.

Irvan Mauludin, pemilik Toko Irvin Collection bercerita, untuk kegiatan produksi dia sebagian besar menggunakan bahan baku limbah kain dari pabrik garmen. Dia mengumpulkan sendiri dengan cuma-cuma ketika ada pesanan datang. 

Dia mengaku pesanan yang datang tidak menentu tiap harinya, namun lumayan stabil dan cenderung tidak turun. Itu sebabnya Irvan tidak ingin pindah atau membuka usaha baju anak di tempat lain. Dia sejatinya melanjutkan usaha sang ayah yang sudah berjalan sejak tahun 1991. Dia mulai mengambil alih kegiatan produksi di tahun 2013 silam.

Lantaran bahan baku kain dia dapatkan dengan cuma-cuma, ongkos produksi jadi lumayan murah. Dia hanya harus mengeluarkan biaya gaji pegawai dan biaya pembelian benang jahit. Di rumahnya, Irvan memiliki mesin jahit dan mesin sablon sendiri.

Dia dibantu tiga karyawan. Dua orang bertugas memotong kain dan menjahit, satu orang sisanya bertugas menyablon pakaian. "Saya memberdayakan saudara sendiri untuk membantu produksi," katanya.

Namun Epi, produsen baju anak lainnya merasakan penurunan permintaan sejak pertengahan tahun lalu. Meski tidak mengetahui penyebabnya, dia mengaku tahun ini menjadi tahun yang paling sepi pembeli dibanding tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata dia cuma bisa meraup omzet sekitar Rp 5 juta per bulan.

Usaha Epi bisa sedikit terdongkrak ketika menjelang Lebaran. Para momen tersebut biasanya permintaan meningkat. "Saya bisa dapat omzet hingga Rp 60 juta," ujarnya.

Adapun Encep, penjual grosir baju anak di Toko Mentari, tidak menggunakan kain limbah untuk produksi. Dia lebih banyak membeli kain ke agen jika ada permintaan. Lantaran menjual dengan sistem grosir, dia mematok pembelian minimal sebanyak 10 potong baju. Untuk mempermudah, dia sudah membungkus pakaian anak dalam satu kantung berisi 10 potong pakaian. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×