kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Chandra melatih kemandirian anak putus sekolah


Rabu, 04 Januari 2012 / 14:53 WIB
Chandra melatih kemandirian anak putus sekolah
ILUSTRASI. Saham PT Aneka Tambang Tbk masih layak direkomendasikan beli karena produksi nikel yang melesat. ANTARA FOTO/Jojon/wsj.


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi

Prihatin melihat banyaknya anak putus sekolah di sekitar tempat tinggalnya, mendorong Heri Chandra Santoso mendirikan pusat pelatihan anak, Pondok Baca Ajar. Ia ingin anak-anak itu tak ketinggalan dengan yang lainnya. Selain itu, Heri membekali 30 remaja putus sekolah ini dengan keterampilan membuat kerajinan dari plastik bekas.

Generasi muda merupakan calon penerus bangsa. Sayangnya, nasib mereka masih banyak yang terabaikan. Kenyataan inilah yang mendorong Heri Chandra Santoso mendirikan Pondok Baca Ajar, di Desa Meteseh, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Lewat pondok baca itu, Heri ingin mengembangkan potensi anak-anak putus sekolah. Saat ini, di pondok baca yang berdiri sejak 2007 ini terdapat 30 anak binaannya. "Mereka putus sekolah karena orang tua tidak mampu membiayai," ujar Heri, warga asli Dusun Slamet, Desa Meteseh.

Kegiatan yang dilakukan sehari-hari di Pondok Baca Ajar antara lain membaca buku, pelatihan bahasa inggris, belajar komputer, belajar sejarah lokal, dan membaca puisi. Heri ingin anak-anak tersebut bisa mengetahui perkembangan teknologi, namun tetap tidak melupakan sejarah kebudayaan lokal.

Ia tertarik untuk memberdayakan remaja putus sekolah ini karena memang sejak kuliah aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Heri adalah sarjana Sastra Indonesia alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro tahun 2007. "Saya juga terpanggil untuk memberdayakan mereka, karena sebenarnya ada potensi yang bisa dikembangkan," ujarnya.

Setelah lulus, ia bersama beberapa rekan-rekannya sepakat mendirikan sebuah perpustakaan sederhana untuk menampung anak-anak setempat. Ia pun meminta bantuan kepada para remaja karang taruna untuk mendukung programnya tersebut.

Awalnya, pondok baca ini hanya menempati ruang tamu milik orang tua Heri. Ketika itu, hanya ada 15 anak yang rutin datang. Heri mengumpulkan buku-buku dari sumbangan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sumbangan pribadi. "Kini sudah ada 2.000 judul buku," imbuh pria kelahiran Kendal, 22 Mei 29 tahun lalu. Buku-buku tersebut mulai dari buku ilmu pengetahuan, sejarah kebudayaan hingga buku cerita anak.

Selain mengenalkan kegemaran membaca buku, dua bulan sekali, Heri juga mengadakan seminar dan pelatihan penulisan cerita pendek dan pengolahan bahan-bahan plastik yang sudah jadi sampah untuk dijadikan cenderamata atau souvenir.

Mereka memanfaatkan bahan tersebut dibuat tas, topi, dan berbagai suvenir lainnya. Dari hasil kerajinan ini, dalam sebulan Heri bisa mengumpulkan omzet Rp 10 juta. Bahkan, di saat-saat tertentu, seperti akhir tahun, omzet bisa mencapai Rp 20 juta. Penjualan aneka produk plastik tersebut masih di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Pendapatan dari usaha ini memang masih kecil. Memang dalam usaha ini, Heri tidak mengejar omzet. Ia lebih mementingkan kemandirian anak-anak itu untuk menghadapi hidupnya di masa mendatang.

Dalam menjalankan kegiatannya ini, Heri mengaku mengalami sejumlah kendala. Salah satunya adalah meyakinkan para orang tua anak-anak putus sekolah tersebut bahwa kegiatan yang ia jalankan tidak dipungut biaya alias gratis. "Awalnya para orang tua tidak mengizinkan karena khawatir dipungut biaya," ujar Heri.

Heri memaklumi karena mayoritas orang tua murid-muridnya bekerja sebagai petani kelas gurem dan buruh dengan penghasilannya yang pas-pasan.

Kendala lainnya adalah rendahnya budaya membaca di masyarakat pedesaan. "Saya berusaha meyakinkan masyarakat tentang pentingnya membaca untuk membuka cakrawala," ujarnya.

Namun masalah yang paling serius adalah tidak adanya perhatian dari Pemerintah. Bahkan, Kepala Desa Meteseh bukannya membantu kegiatan sosial ini, malah menentang adanya perpustakaan buatan Heri. "Mereka curiga saya memiliki motif-motif tertentu di balik kegiatan sosial ini," ujarnya.

Namun Heri tidak berkecil hati, dan terus menjalankan aktivitasnya. Justru banyak pihak lain yang mau mengulurkan bantuan. "Beberapa yang pernah memberikan bantuan antara lain Kompas dan Astra," ujarnya.

Meski banyak mengalami kendala, Heri yakin tetap memberikan pengaruh positif. Ia pun hanya menganggap kendala itu sebagai kerikil-kerikil kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×