Reporter: Dharmesta, Handoyo | Editor: Tri Adi
Ikan betutu atau ikan malas-malas memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis ikan yang lain. Tekstur daging ikan terasa lembut dan berwarna putih cerah. Selain dari pasar lokal, peminat ikan betutu juga datang dari luar negeri.
Salah satu pembudidaya ikan betutu adalah Yayat Hidayat, pemilik Griya Bahari, asal Bandung, Jawa Barat. Ia menekuni usaha budidaya ikan betutu sejak 10 tahun lalu di Keramba Jaring Apung atau KJA Saguling, Bandung Barat.
Saat ini, Yayat memiliki jumlah total ikan betutu mulai dari bibit sampai dengan ikan yang siap panen sekitar 1,5 ton. Dari total jumlah ikan tersebut, sekali panen Yayat bisa memanen sekitar lima kuintal ikan dan memperoleh omzet antara Rp 50 juta sampai Rp 75 juta.
Hanya butuh waktu sekitar empat bulan untuk mengembangbiakkan ikan yang memiliki nama latin Oxyeleotris marmorata ini. Harga jual ikan yang juga dikenal sebagai ikan malas-malas ini bervariasi, tergantung ukuran ikan.
Yayat mematok harga Rp 40.000 per kilogram (kg) untuk benih betutu dengan berat 35 gram sampai 100 gram. Sedangkan bibit dengan berat 100 gram sampai 200 gram harganya Rp 60.000, dan untuk bibit dengan berat antara 200 gram sampai 250 gram harganya Rp 75.000 per kg.
Harga betutu untuk konsumsi pun tergantung ukuran. Yayat membanderol harga Rp 85.000 per kg untuk ikan dengan berat 250 gram sampai 300 gram. Sedangkan untuk ikan ukuran yang paling besar yakni 800 gram sampai 2 kg, harganya bisa mencapai Rp 175.000 per kg. Yayat bisa menjual rata-rata satu kuintal bibit ikan betutu per pekan dengan hasil penjualan Rp 4 juta. Selain di Bandung, peminat ikan konsumsi ini berasal dari Jakarta. Pemasaran ikan betutu ini biasanya untuk memenuhi kebutuhan restoran.
Yayat pernah mendapat tawaran ekspor ke Singapura. Namun, karena jumlah permintaannya hingga 10 ton per pekan, Yayat pun menolak. "Untuk pasar dalam negeri saja kita masih kekurangan," ujarnya. Dia berpendapat, prospek pembudidayaan ikan betutu ini masih cerah. Selain karena singkat masa pemeliharaannya, pangsa pasar ikan ini pun masih terbuka luas.
Pemain lainnya adalah Johan. Pengusaha ikan dari Yogyakarta ini menjual betutu kiloan dengan minimal berat 250 gram. Bila dalam 1 kg ada empat ikan harganya Rp 90.000, tiga ikan harganya Rp 110.000, dua ikan harganya Rp 180.000 sedangkan satu ikan harganya Rp 210.000.
Johan mengirim 200 kg hingga 300 kg ikan betutu ke Batam, Malaysia, dan Singapura tiap pekan. "Saya dengar minyak sisiknya dijadikan obat bekas operasi dan obat diabetes di Malaysia dan Singapura," ujar Johan. Sementara di Batam ikan ini untuk kebutuhan konsumsi.
Setiap bulan Johan mampu meraih omzet Rp 70 juta. Tapi margin keuntungan hanya sampai 20% sehingga rata-rata untung bersih Johan hanya Rp 10 juta. Soalnya, Johan harus membayar berbagai macam biaya. Biaya termahal adalah ongkos kirim pengiriman yang mencapai Rp 1 juta sekali kirim sehingga total dia harus membayar Rp 8 juta.
Sampai sekarang, Johan tidak mempunyai izin ekspor sehingga harus menggunakan izin ekspor perusahaan ekspedisinya. Selain itu biaya budidayanya mahal. "Ongkosnya tiga kali lipat dari budidaya lele," ujar Johan. Ongkos budidaya ini mencapai 10% dari biaya modal.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News